
Budaya-Tionghoa.Net | Pemilihan penggunaan salah satu istilah penamaan Tiongkok, Tionghoa , China , Chinese dan China , sering menjadi bahan pertanyaan yang kadang menjadi pembahasan berkepanjangan, kerapkali memberi kesan rancu dan gamang. Tulisan singkat ini mencoba menjelaskan mengenai alasan pemilihan istilah Tionghoa-Tiongkok dalam penelitian ini.Pembahasan perlu sedikit pengetahuan lebih mendalam pada perspektip sejarah nasional secara diakronis, pekat dengan suasana sosial politik tanah air Indonesia dari masa ke masa. Dengan mengerti nuansa budaya dalam perspektip ini, barulah dapat dimengerti mengenai munculnya komentar pada pilihan kata tsb. Pendekatan tidak dapat hanya murni sebagai objek etimologi saja.
TIONGKOK-TIONGHOA
  | 
||||
Penamaan negara Tiongkok oleh masyarakat dalam negerinya sendiri berganti-ganti mengikuti nama tiap dinasti. Kekaisaran agung Qing, atau Ming dst. Kata yang sering dipakai adalah Zhōngguó ( 中国; 中國, [tʂʊ́ŋkwɔ̌]) yang arti harafiah “kerajaan tengah”, “negara tengah”. (Dalam lafal Hokkian dibaca sebagai Tiongkok; ini yang umum digunakan di Indonesia ).
 Istilah Zhōngguó ini sudah ditemukan pada naskah sejarah klasik dari abad 6 BC,  penyebutan untuk kekaisaran dinasti  Zhou. Mereka merasa sebagai pusat kebudayaan  dibandingkan dengan keadaan daerah sekelilingnya. Kadang-kadang istilah  Zhōngguó  dipakai juga untuk menamai ibukota pusat kekaisaran yang membedakan   penamaan kota dibawah kuasa pangeran yang berinduk pada kaisar.
 Kemudian hari istilah Zhōngguó  juga dipakai sebagai singkatan penamaan dari republik   tahun 1911 yang   didirikan Dr. Sun Yat Sen  Zhonghua Minguo 中華民國 . Selanjutnya hal  yang sama juga terjadi ketika tahun 1949 diplokamirkan Zhonghua Renmin Gongheguo 中华 人民共和国  (RRT)
Istilah Tiongkok menjadi populer untuk Hindia Belanda, setelah dr. Sun Yat Sen tahun 1911 memplokamirkan berdirinya republik setelah menumbangkan kekaisaran Manchu(Ching) Da Qing Di Guo 大清帝国, negara baru diberi nama sebagai Chung Hwa Ming Guo 中 華 民 國 , arti harafiah ‘negara rakyat Chunghwa’, atau Republik Chunghwa(sesuai istilah tata negara). Penyebutan singkat menjadi Chung Guo; dalam dialek Hokkian dibaca Tiongkok. Sedangkan warga masyarakatnya disebut Chunghwa atau dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
 Sebutan  Chungguo  dan  Chunghwa  menjadi  populer  sebab  revolusi  perubahan  dari kekaisaran menjadi negara demokratis, memberikan harapan baru perbaikan pada masyarakat  umum. Tersirat juga agaknya perasaan persaingan primordial bahwa etmik Han terlepas dari  dominasi  etnik  Manchu.  Ini  sangat  jelas  terlihat  ketika  mereka  yang  merasa  memiliki  orientasi baru segera memotong rambut panjang (untunan), suatu adat yang dipaksakan oleh  perintah penguasa Manchu ketika mereka pada periode awal berhasil menguasai kekaisaran  Tiongkok.  Dengan istilah baru ini tersirat semangat membangun kembali harga diri bangsa  dan negara yang telah lama terpuruk sebelumnya.
 Selama berabad-abad kekaisaran Manchu (1644-1911) mengalami pelapukan dari dalam,  dan   kekalahan   bertubi-tubi   ketika   bertempur   menghadapi   agresi   negara-negara   asing.  Masyarakat  dan  para  cendekiawan  merasakan  suasana  sangat  terhina  dan  terjajah  ketika  kekaisaran  tidak  berdaya  terhadap  negara  asing:  Hong  Kong  dikuasai  Inggris,  Makao  dikuasai  Portugal,  kota  Shanghai  yang  dibagi-bagi  antara  banyak  negara  asing.  Perjanjian  Shimonoseki  1895  kekaisaran  kalah  perang  (perang  Tiongkok–Jepang  1):  Korea  merdeka,  Taiwan  diambil  Jepang,  Port  Arthur  dikuasai  Rusia.  Banyak  wilayah  kekaisaran  dijadikan  enclaves international oleh negara-negara Eropah  yang mempunyai daerah khusus, Austria,  Hungaria,  Portugis,  Inggris,  Jerman,  Rusia,  Perancis,  Itali,  Belgia,  Jepang.  Akhir  1911  Mongolia melepaskan diri merdeka.
 Di  Hindia  Belanda pada  saat  bersamaan  juga  sudah  mulai  timbul  pergerakan  nasionalis  yang  mendambakan  kemerdekaan  tanah  air,  lepas  dari  penjajahan  kolonial  Belanda.  Suara- suara  revolusioner  perjuangan  dari  Bapak  Bangsa  ini  mendapat  simpati  dari  berapa  media  masa yang memiliki pandangan sama di Nederland Indie masa itu.  Di Batavia koran Sin Po  ketika itu merupakan koran berbahasa Melayu pasar, para redaksinya sangat bersimpati pada  perjuangan  kemerdekaan  bangsa  Indonesia  dan  dalam  masa  bersamaan  juga  berorientasi  mendukung  perjuangan dr. Sun Yat Sen di Tiongkok.
 Koran  Sin  Po  ini  yang  pertama  kali  berani  memuat  teks  lengkap  lagu  Indonesia  Raya  karya W.R. Soepratman, lalu mengganti pemakaian kata inlander dengan boemiputera, serta  mempopulerkan kata Indonesia sebagai pengganti Nederland Indie (Hindia Belanda).
Para redaktur dan beberapa wartawan Sin Po adalah peranakan dari etnis Tionghoa dengan dialek Hokkian, mereka dengan semangat revolusioner yang sama mengganti kata Cina yang berasosiasi derogatory (merendahkan) dan memilih memakai istilah Chunghwa dan Chungguo mengacu pada penamaan negara republik yang baru diploklamasikan mengikuti pemakaian istilah sama di republik baru. Dalam bahasa Melayu pasar dialek Hokkian ini dipopulerkan menjadi Tionghoa dan Tiongkok. Tersirat semangat cakrawala baru yang lepas dari rasa minder sebagai bangsa loser (pecundang) dalam tatanan dunia internasional.
Undang Undang Dasar 1945
 Rasa  kebersamaan  dalam  perjuangan  ini  juga  tercermin  dalam  persiapan  pembuatan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Para Bapak Bangsa memakai istilah  Tionghoa dalam naskah penjelasan UUD 1945.  
UUD 1945. 
BAB X 
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK  
Pasal 26 
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa  lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.  
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.  
PENJELASAN . 
BAB X  WARGANEGARA  
PASAL 26 
Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan  Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan  bersikap setia kepada Negara, Republik Indonesia dapat menjadi warga negara.