Budaya-Tionghoa.Net | Saya mau menambahkan beberapa point pada tulisan rekan Indarto Tan “Pengaruh Filsuf Tiongkok Pada Bidang Politik“ tentang reformasi yang dilancarkan oleh Shang Yang yang pertama dan ke dua.
  | 
||||
Undang-undang baru itu tegas antara hadiah dan hukuman, tingi-rendahnya kepangkatan dan gelar kebangsawanan ditentukan oleh jasa dalam peperangan.Bangsawan yang tidak punya jasa militer tidak dapat gelar bangsawan; siapa menghasilkan bahan makanan semakin banyak dibebaskan dari wajib kerja; pedagang siapa saja yang karena malas hingga menjadi miskin, bersama anak istrinya dijadikan budak !Dengan reformasi, Shang Yang telah membuat produktivitas pertanian dan kekuatan militer negeri Qin kuat. Tak lama kemudian, negeri Qin menyerbu daerah barat negeri Wei, dari arah barat terus ketimur, ibukota negeri Wei, An-yi pun diduduki, negeri Wei musnah. [Ws Indarto Tan]
 Untuk Reformasi Pertama diatas , beberapa point lainnya adalah yang pertama : memecah atau membentuk keluarga baru. Jika  dalam satu keluarga ada lebih dari dua pria dewasa, maka harus  membentuk keluarga baru sehingga bisa menambah pendapatan pajak negara  dan juga jumlah penduduk. Kedua , penduduk dari san jin , atau yang  dimaksud adalah penduduk kerajaan Han, Zhao dan Wei ,  yang beremigrasi  ke kerajaan Qin dibebaskan dari kewajiban militer selama tiga generasi  dan dibebaskan dari pajak selama sepuluh tahun. Tapi jika ada perang,  mereka wajib membantu pangan untuk militer Qin.
Tahun 350 SM, Shang Yang melakukan reformasi kedua, isinya antara lain : [1] Menghapus sistem “Jing-tian”, jalan-jalan antara sawah diluku menjadi persawahan. Tanah-tanah cukup luas yang dijadikan pemisah antar daerah diratakan dijadikan persawahan. Siapa saja membuka ladang baru, ladang itu menjadi miliknya. Tanah boleh diperjualbelikan.[2] Membentuk sistem kabupaten. Kota dan desa digabung menjadi kabupaten diatur oleh pejabat negara, dengan cara ini kekuasaan semakin tersentral. [3] Ibukota dipindah ke Xian-yang. Demi expansi ketimur, ibu-kota yang semula di Yong-cheng (sekarang kecamatan Xi dipropinsi Shan-xi) dipindah kesebelah utara sungai Wei (sekarang terletak disisi selatan kota Xian-yang propinsi Shan-xi).[Ws Indarto Tan]
Untuk Reformasi Kedua , beberapa pointnya adalah  , Shang Yang melakukan standarisasi alat ukur dan satuan ukuran yang  bisa kita lihat sekarang di Museum Shanghai . Kedua , Shang Yang  melarang para pejabat dan  kaum kebiri untuk mengundang dan menjamu serta menyediakan tempat  tinggal untuk para pengelana . Pada jaman dahulu ,  para pejabat suka  mengundang para pengelana untuk tinggal dan memberi
 mereka makanan  hanya untuk memperkuat kekuatan mereka , sehingga para pejabat tidak  memiliki kekuatan atau menjadi lemah untuk memberontak atau melakukan  tindakan makar. Ketiga , melarang atau membakar buku-buku pelajar Ru dan  melarang para peramal dan ahli-ahli ilmu gaib. Keempat , memperbaiki  atau mereformasi budaya-budaya suku-suku asing , suku Di dan Rang.
BUKU RAMAL DAN PEMBAKARAN BUKU OLEH QIN SHI HUANG
 Ada pendapat dari seorang rekan bahwa pada masa itu aliran meramal manapun masih diterima.Tambahnya lagi , dalam kitab Chunqiu jing banyak catatan yang terkait ramalan , dan dari buku ramalan yang formal  seperti kitab Yijing. Pendapat berikutnya mengatakan bahwa yang ditolak  adalah ilmu santet atau pengetahuan tentang jiangtou (kongthao) atau  wushu (wu untuk dukun). 
Padahal tidak demikian . Buku ramal tidak hanya Yijing saja yang tidak dilarang, seingat saya selain Yijing adalah Tianguan Shu, Lv shu. Alasan Qin Shihuang tidak membakar kitab-kitab itu antara lain :
Kitab-kitab peramalan Tianguan Shu dan Lv shu selain berkaitan dengan astrologi juga berkaitan dengan sistem perhitungan hari. Dalam kitab Lv shu sudah disebutkan Gan (dari tian gan ) adalah 10 bunda dan Zhi (dari dizhi ) adalah 12 anak. Ini berkaitan dengan sistem kalender atau penanggalan. Zhou Yi atau Yijing tidak dilarang juga karena berkaitan dengan gerak alam semesta.
Para  raja jaman dahulu termasuk Qin Shihuang melakukan ritual penghormatan  kepada bintang-bintang. Dan itu juga disebutkan dalam buku-buku ramalan  tentang keterkaitan manusia dengan Langit.
 
Legitimasi kekuasaan. Orang Tiongkok jaman dahulu percaya bahwa bintang di langit atau alam semesta ini memiliki keterkaitan atau hubungan yang mempengaruhi dengan manusia atau suatu dinasti. Qin Shihuang memerlukan legitimasi ini dari buku ramalan bahwa kerajaannya “diberkati” Langit.
Buku ramalan jaman dahulu jangan kita pikir seperti buku ramalan jaman sekarang. Isinya penuh dengan pendapat atau komentar mengenai alam dan pergerakan alam. Coba saja lihat Yijing, isinya tidak sekedar ramalan saja. Misalnya isi gua (baca kua ) pertama : Pergerakan langit untuk kebaikan dan tidak mengenal lelah karena itu raja harus tiada henti memajukan diri. Kedua , Langit adalah pemimpin atau induk dari segala mahluk, seperti juga raja pemimpin dari rakyat, membuat Tianxia ( negara ) menjadi damai dan tentram. Qin Shihuang juga orang yang percaya ilmu ramal.
Mengenai ilmu ramal, Xun Zi mengatakan bahwa mereka yang mengerti perubahan tidak akan meramal. Wu atau “dukun”, bisa dikatakan jaman dahulu bukan seperti dukun yang sekarang kita lihat. Wu dan Xi ( wu untuk wanita dan xi untuk pria ) memiliki peranan penting dalam ritual kenegaraan jaman dahulu. Jadi wu dan xi jaman dahulu bukan pelaku ilmu santet.
Jiang tou atau kongtaw sebenarnya adalah sebutan orang Tionghoa di Asia Tenggara untuk ilmu santet yang ada di Asia Tenggara. Jaman dahulu terutama yang tercatat dalam sejarah kerajaan Han dan Tang, yang disebut ilmu santet adalah menggunakan boneka yang ditulisi namanya dan tanggal lahir.
Bisa disebut chao ren, mu ren. Jadi semacam ilmu Voodoo Tiongkok. Dan pelarangan ilmu tersebut dikumandangkan oleh kaisar dinasti Han (saya lupa nama kaisar tersebut ) dan bagi yang melakukannya akan dibunuh sekeluarga. Ini yang saya tahu pelarangan resmi pertama yang dicatat dari kerajaan terhadap praktek-praktek santet atau disebut juga xieshu.
Mengenai masalah pembakaran buku-buku Ru, ada yang perlu saya tambahkan disini. Ketika Qin Shihuang berhasil menyatukan seluruh daratan, ia memerlukan pengakuan dari banyak pihak, caranya antara lain melakukan upacara Fengshan ( saya artikan upacara pengakuan keabsahan kekuasaan oleh para leluhur di gunung Tai ) seperti yang dianjurkan Kong Zi. Sayangnya para pelajar Ru tidak tahu bagaimana tata cara upacara Fengshan sehingga Qin Shihuang marah dan membuat tatacaranya sendiri. Jadi sebelum Li Si bicara, Qin Shihuang sudah memendam rasa kesal.
Hormat saya, Xuan Tong
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua