(Sumber Foto Ilustrasi : candacecanerdyacupuncture) Sepanjang peradaban manusia ini selalu ada pencarian dari manusia untuk mengungkap alam semesta ini. Mulai dari asal muasal alam semesta, kehidupan dan bagaimana semua itu bisa bekerja. Di barat, Anaximenes mengatakan segalanya berasal dari udara kemudian berkembang hingga ‘elan vital’Henri Bergson. Qi seringkali disanding dengan istilah energi, dimana istilah energi…
KEBAJIKAN TERUNGGUL
KEBAJIKAN TERUNGGUL
Dalam Daode jing bab 38 membahas shangde 上德 dan xiade 下德. Seringkali diterjemahkan sebagai kebajikan terunggul dan kebajikan rendah.
Umumnya beranggapan bahwa yang dimaksud kebajikan terunggul itu adalah sikap yang sesuai dengan aturan atau juga kadang diartikan selaras dengan Dao. Dao ( jalan ) sebagai tolok ukur dalam menilai kebajikan terunggul itu.
TRADISI MENGANTAR DEWA DAPUR SEBAGAI SARANA PERTOBATAN
TRADISI MENGANTAR
DEWA DAPUR
SEBAGAI SARANA PERTOBATAN
Ardian Cangianto
Setiap budaya dan kepercayaan mengenal suatu sistem “penyesalan dan merevisi diri”. Tujuannya agar membangun masyarakat yang tertib dan damai. Mengarahkan manusia agar mengingat kelakuannya dan merevisi diri. Tanpa adanya revisi dan penyesalan, manusia sulit untuk bergerak maju ke depan menuju lebih baik lagi dalam kehidupan dan kualitas hidup duniawinya. Sedangkan dari sudut spiritualitas dan religiusitas, laku “penyesalan dan revisi diri” meningkatkan spiritualitasnya.
Buddhisme Mahayana Tiongkok dan Taoisme mengenal “doa penyesalan” 懺悔文. Penyesalan menjadi amat penting dalam ritual maupun praktek kehidupan sehari-hari bagi manusia. Praktek ini diperlukan karena manusia memiliki nafsu-nafsu indriawi yang perlu dikontrol, selain itu manusia memiliki dasar-dasar kebaikan yang perlu dipupuk serta dipelihara. Jika perbuatan-perbuatan jahat yang merugikan orang lain itu tidak disadari dan disesali, maka hati manusia yang baik itu menjadi meredup dan lenyap. Nafsu-nafsu indirawi semakin menguat dan memperbudak diri manusia.
Bakti yang Benar dan Bakti yang Bodoh ?
Bakti yang Benar ?
Kisah Zengzi 曾子 (Zeng Shen 曾參 505-453 BCE) yang berbakti ada dalam banyak kisah, tapi kisahnya yang paling menarik adalah kisah Zeng Zi dalam Kongzi Jiayu. Berkat penemuan arkeologi, Kongzi Jiayu ini sekarang dianggap sebagai salah satu buku yang menceritakan riwayat Kongzi dan ajaranNya.
Laozi
Laozi
Kehidupan Laozi:
Bab dalam Bibliografi dari Laozi, Zhuangzi, Shenzi, dan Hanfeizi yang terdapat di Rekaman para Sejarahwan 1 mencatat bahwa “Laozi adalah penduduk asal Qurenli kota Lixiang, di propinsi Ku, Negara bagian Chu (di bagian timur Luyi, sekarang propinsi Henan). Nama marganya adalah Li, nama yang diberikan kepadanya adalah Er, ia disebut Boyang, dan gelar setelah wafat adalah Dan (yang berarti lembaran datar dari sebelah luar dari telinga). Ia adalah kepala dari Perpusatakaan Kerajaan di dinasti Zhou Timur.
Ketika Confucious pergi ke daerah Zhou dan berkonsultasi kepada Laozi tentang ritual keagamaan, Laozi berkata, “Adalah bagaikan orang yang kamu sebutkan, manakala tubuh dan tulangnya hancur, hanya ucapan dan kata-katanyalah yang tertinggal. Seorang berbudi luhur mengadakan perjalanan dengan kereta manakala ia sukses dan berjalan menunduk manakala gagal. Saya mendengar bahwa seorang pedagang yang baik menyembunyikan segalanya dan seolah-olah ia tidak memiliki apa-apa, dan seorang pria berbudi luhur seolah-olah penakut. Hapuskanlah hawa keangkuhan dan keinginan yang berlebihan, remeh temeh tentang tata laku dan keserakahan. Semua itu tidak akan bermanfaat buat anda, dan saya mengatakan demikian ini seperti apa adanya saja.” Confucius meninggalkan dia dan kemudian berkata kepada para muridnya, “Bagaikan burung, saya tahu mereka dapat terbang’ bagaikan ikan, saya tahu mereka dapat berenang; bagaikan binatang liar, mereka dapat lari. Apa yang lari dapat dihentikan dengan jala, yang berenang dapat dihentikan dengan jaring, dan yang terbang dapat dihentikan dengan panah. Tetapi para naga, saya tidak memiliki ide tentang bagaimana mereka naik ke surga dengan menunggang angin dan awan. Hari ini, saya bertemu Laozi yang bagaikan seekor Naga!”