Budaya-Tionghoa.Net | Tarian Barongsai (Lion Dance) sebagai salah satu sumber identitas dan bagian budaya Tionghoa yang penting, telah dikenal di negeri Tiongkok sejak jaman Dinasti Tang atau bahkan dinasti-dinasti yang sebelumnya. Barongsai tidak hanya dimainkan pada perayaan-perayaan atau festival penting dan utama saja seperti pada perayaan ritual Imlek (Spring Festival) dan Cap Go Meh (Lantern Festival), tetapi juga pada upacara-upacara penting lainnya seperti peresmian perkantoran, toko, pusat perbelanjaan, restoran, hotel, rumah, upacara pernikahan, festival budaya, kelenteng dan peristiwa penting lainnya.
|
Barongsai, sebagai simbol dari binatang Singa yang berani, dipercayai memiliki kekuatan mistis dan magis yang dapat mengusir roh atau spirit jahat serta membawa keberuntungan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian. Barongsai tidak hanya berfungsi sebagai media seni hiburan saja, tetapi merupakan juga sebuah bentuk spritual dalam mengekspresikan semangat, harapan, optimisme , keberanian dan persatuan.
Singa sebenarnya bukanlah binatang asli dari habitat negeri Tiongkok. Tetapi menurut sejarahnya sejak jaman Han Dinasti (206 BC- 220 AD ), Tiongkok sudah mempunyai hubungan perdagangan, budaya dan diplomatik dengan negara-negara lain di Asia Tengah dan Barat melalui jalur sutera, seperti salah satunya dengan Persia (Dinasti Sasanian).
Dikisahkan duta/utusan atau pedagang dari Persia mengirim atau menghadiahkan beberapa Singa ke Tiongkok, Tiongkok mengagumi binatang tersebut, akhirnya dalam perjalanan waktu, singa diadopsi kedalam tradisi budayanya serta masuk kedalam alam imajinasi rakyat Tiongkok, sehingga citra singa menjadi seperti binatang mistik lainnya seperti naga dan lainnya. Singa sejak itu melambangkan keberanian, kekuatan, kepercayaan diri dan keberuntungan serta menjadi salah satu binatang yang dimuliakan. Sebutan istilah Singa, “Shi” di Tiongkok hampir serupa dengan sebutan “Shir” dalam bahasa Persia, dan “Singh” di India (seperti orang Sikh yang menggunakan nama ini).
[Foto Ilustrasi : by Poulique Marly , “Perayaan Capgome Bandung 2012” ]
Singa sudah sejak 3000 tahun yang lalu di Mesopotamia sudah menjadi simbol kekuasaan dan kepercayaan agama (religious might) demikian juga di Persia dan India yang mendapatkan pengaruh dari Timur Tengah dan Mesopotamia. Pada situs Buddha di Gua Dunhuang, Gansu, ditemukan sebuah brokat yang menampilkan gambar Singa pada kaki Buddha Sakyamuni. Singa juga digunakan sebagai kendaraan Bodhisattva Samantabhadra (Chinese Ornament, Jessica Rowen).
Emblem nasional India (Coat of Arms) juga berupa tugu patung Singa (Lion Capital) yang diadaptasi dari replika patung singa kota Sarnath yang dibangun oleh raja Ashoka (tugu Ashoka) untuk memuliakan Buddha Gautama.
Sarnath dekat Varanasi adalah kota pertama dimana Buddha Gautama untuk pertama kalinya mengajarkan Dharma dan mendirikan Shangha. Patung Singa tugu Ashoka itu dianggap sebagai simbol dari kewibawaan dan pengaruh Buddha yang memancar ke empat penjuru arah mata angin. Jadi Singa dilambangkan sebagai pembela keyakinan Buddha.
Eratnya hubungan antara Singa dengan Buddha dapat dilihat juga pada permainan barongsai dengan hadirnya Buddha kecil (Bilekhud- Dai To Fu) yang wajah bulatnya (topeng) selalu tertawa dan membawa kipas, mendampingi permaianan barongsai dengan melucu, bercanda, mengusik, ngeledek dan menggiring barongsai menuju kearah makanannya (sawi hijau/selada dan angpao), tetapi sekarang sudah jarang dimainkan lagi.
Jadi ditinjau dari sudut sejarah, seperti ajaran Buddha, asal mula Barongsai dan patung Singa sebenarnya adalah sebuah inspirasi budaya dan kepercayaan dari produk interaksi peradaban tinggi
(Persia dan India, dll) yang diadaptasi dalam kebudayaan, kepercayaan dan peradaban Tiongkok.
Patung-patung Singa (dari batu atau perunggu) atau anjing Fu yang diletakkan untuk mengawal gerbang masuk objek sebuah bangunan, banyak di jumpai pada bangunan-bangunan sakral seperti vihara, kelenteng, dan jembatan, istana dan gedung perkantoran atau gedung- gedung penting lainnya dan bahkan rumah pribadi sebagai pelindung spiritual, penolak roh jahat dan pembawa rezeki, seperti patung Singa yang mengawal gerbang Istana Terlarang, di Beijing.
Umumnya patung Singa yang dipasang sebagai pengawal gerbang terdiri dari pasangan Singa jantan dan betina. Yang jantan salah satu kakinya menginjak boa, sedangkan yang betina didampingi seekor anak Singa. Kultus singa ini mulai digunakan dari sebagai emblem suatu negara sampai pada penamaan sebuah kota seperti Singapura (Lion City) dan motif batik (motif barong ada batik Cirebon)..
Kuil Shinto di Jepang juga meletakkan patung Singa sebagai pengawal di depan kuilnya (“Karajishi” Chinese Lion), dan dalam upacara ritual religiusnya, tarian “Lion Dance” yang disebut “Shishi Mai” juga dilakukan untuk ritual purifikasi jiwa yang diiringi dengan tambur (taiko), gong dan seruling bambu. Warga biasanyapun ikut bermain tarian singa tersebut.
Cerita legenda tarian Barongsai di Tiongkok sebenarnya mempunyai banyak versi berdasarkan cerita populer rakyat, seperti versi cerita “Nian” (mahluk jahat) yang menteror penduduk di suatu kampung dan hanya gentar terhadap singa, lalu ketika Nian datang lagi kekampung tersebut, maka penduduk kampung tersebut membuat singa- singaan dan memainkannya, diramaikan dengan bunyian seperti tambur, gong, gembreng (cimbal) untuk menakut-nakuti dan mengusir mahluk jahat itu pergi, sesudah mahluk itu pergi maka warga kampung tersebut merayakan kegembiraannya dengan petasan dan kembang api.
Versi lainnya lagi yaitu ketika seorang kaisar dalam perjalanan ke bagian selatan negerinya dan bermimpi buruk dalam tidurnya , karena terpisah dari induk pasukannya dan muncul spirit jahat yang mengganggunya, tiba-tiba muncul sejenis binatang yang membelanya. Ketika sadar dan bangun dari tidurnya sang kaisar bertanya kepada menterinya mengenai jenis binatang apa yang muncul dalam mimpinya, lalu menteri itu menjelaskan kepada kaisar tentang seekor binatang yang berasal dari barat, yaitu Singa yang dimaksud dalam mimpinya.. Sejak itu sang kaisar memerintahkan orang untuk membuat tiruan binatang yang hampir mirip dalam mimpinya itu, untuk mengusir spirit jahat.