Budaya-Tionghoa.Net |Anda masih ingat dengan perkara pengumuman bahasa Inggris yang kacau di Bandara Internasional ibukota RI, Bandara Udara Soekarno Hatta? Keadaan itu memaksa Menteri turun tangan memerintahkan untuk menurunkan semua Bahasa Inggris ‘nyeleneh’ di bandara Soekarno Hatta. Alhasil, tidak lagi dijumpai papan tanda berbahasa Inggris aneh tersebut.
Kasus seperti ini tentu bukan hanya sekali terjadi di ibukota Indonesia. Tentu saja, banyak diantara kita masih ingat, beberapa tahun silam. Publik Jakarta diguncang oleh kegelian yang maha dahsyat. Sebuah kegelian yang juga tidak jauh-jauh dari keluarga besar Dinas Perhubungan yang merupakan bagian dari Departemen Perhubungan. Tentu, tidak salah lagi, tulisan “Ply Over” di Halte Jati Baru Tanah Abang, Jakarta Pusat.
|
Mungkin, inilah penyakit kronis dari bangsa besar ini. Sebuah penyakit bila menyerang lebih dari satu orang dan terjadi dalam lingkup yang luas sudah pasti adalah wabah. Wabah Bahasa Inggris Buruk, itulah namanya. Wabah ini terus meluas ke seluruh masyarakat Indonesia.
Baru siang ini, satenews mendapatkan kiriman foto (screen capture) layar dan berita dari seorang pembaca. Isinya adalah lagi-lagi, ketidakmampuan memahami bahasa asing secara baik dan benar. Tetapi kali ini bukan menulis bahasa Inggris tetapi lebih ke menerjemahkan dan menafsirkan. Menurut pembaca satenews tersebut, hal ini sungguh fatal. Karena beritanya bersifat “agak sensitif”
Adalah sebuah situs berita online, salah menerjemahkan kalimat berbahasa Inggris. Tetapi, menurut nara sumber satenews, yang tidak segan untuk menolak namanya disebutkan, hal ini bisa saja dilakukan oleh orang yang sama. Bahwa si penulis halte, penulis tanda pengumuman di bandara dan wartawan berita online tersebut adalah orang yang sama. Hanya pindah kerja.
“Tidak mungkin lah bangsa ini sedemikian buruk bahasa Inggrisnya, kita dijajah bangsa asing tiga setengah abad, mana mungkin seburuk itu penguasaan bahasa asing.” Demikian menurut Bunga (bukan nama sebenarnya).
Menurut pantauan satenews. Situs berita online tersebut bernama Detikcom, dan yang disebut salah terjemahan adalah berita berjudul :
WikiLeaks: China Bisa Setir Pembangunan di Indonesia
Kalimat yang menurut Bunga bermasalah adalah:
Ada sejumlah cara yang digunakan oleh China. Menurut Hu, modal utama untuk menyetir pembangunan di Indonesia adalah dengan memanfaatkan populasi etnis China di Tanah Air, untuk membantu mengamankan kepentingan China. (detiknews)
Masih menurut Bunga, jelas hal tersebut bukanlah yang dimaksud dalam kawat (telegram-red) yang dibocorkan oleh wikileaks.
Berikut kutipan asli dari isi telegram tersebut yang satenews dapatkan dari situs wikileaks.
Accepting that China can influence “the general direction” of development in Indonesia, DG Hu cautioned that Beijing must be sensitive to the political reality of a significant ethnic Chinese population in Indonesia. ( wikileaks)
Demikian terjemahannya dalam Bahasa Indonesia,
Menerima (kenyataan) bahwa China dapat mempengaruhi “arah pokok“pembangunan di Indonesia, Direktur Jenderal Hu memperingatkan bahwa Beijing harus bersikap sensitif terhadap realitas politik dari signifikannya (jumlah -red) populasi etnis Tionghoa di Indonesia.
Bunga melanjutkan bila kita membaca dan mencoba memahami keseluruhan artikel tersebut. Maksud dari kalimat diatas adalah Hu menyadari kenyataan bahwa China dapat mempengaruhi “arah” pembangunan di Indonesia. Maka itu DirJen Hu memperingatkan kepada John bahwa ada masalah sensitif yang menjadi perhatian Beijing dalam menentukan sikap.
“Sepemahaman saya, bukan China ingin menggunakan etnis Tionghoa untuk menyetir Pembangunan Indonesia. Perhatikan kata Cautioned dalam past tense. Dan jelas harus dipahami, awal dari telegram itu adalah John melaporkan kepada Negaranya. Jadi kalimat “Accepting that China can influence “the General Direction”” adalah menggambarkan John telah menyampaikan peryataan kepada Hu bahwa RRC bisa loh menentukan arah pembangunan Indonesia. Tetapi Hu memperingatkan John (Amerika) bahwa Beijing juga harus bersikap hati-hati terhadap ide tersebut karena kenyataan politik seperti jumlah Tionghoa yang besar di Indonesia. Ini menjadi jelas kalau kita baca selanjutnya bahwa Beijing tidak kagum pada kejadian setelah krisis akhir 1990an. Maksudnya ya, kerusuhan rasial itu. Jadi Beijing harus hati-hati karena khawatir dengan sepak terjangnya kalau nanti bisa membahayakan Etnis Tionghoa.” Bunga menjelaskan.
“Ini kan jelas terjemahan asal dari detikcom, coba saja baca vivanews, beda lagi terjemahannya. Apakah ini hanya salah terjemahan atau opini pribadi atau ada agenda khusus dari redaktur yang ikutan meloloskan, saya kurang tahu.” Bunga menambahkan. (G1)
Budaya-Tionghoa.Net | SateNews