Budaya-Tionghoa.Net | Dalam perjalanan waktu, karena pengaruh dari luar proses pembuatan batik telah banyak mengalami perkembangan. Effect perkembangan ini menyebabkan timbulnya beberapa perubahan, misalnya dalam bidang:
Warna dan motif batik
|
Seperti yang kita ketahui untuk menghasilkan suatu motif batik tulis diperlukan waktu yang cukup lama. Bahkan untuk menghasilkan motif batik tulis yang tertentu diperlukan waktu berbulan-bulan lamanya, seperti yang terlihat dalam motif batik tulis pada foto 1 di bawah ini.
Foto 1. Motif Batik Pekalongan, coletan, Peksi Kuwun (sejenis Merak) dengan pengaruh Belanda
Tampak dalam foto 1, motief batik Pekalongan yang latar belakang kain batiknya menggunakan warna kebiruan, turquoise dengan dipenuhi cecek-cecek halus berwarna putih yang tertata rapih memenuhi seluruh permukaan kain batik itu. Penggunaan warna warni yang menyolok dalam pola motif batik Pekalongan (dan daerah pesisir utara penghasil batik lainnya) terjadi karena pengaruh dari penggunaan warna dalam seni lukis Belanda dan Cina.
Seperti yang tampak dalam foto motif batik 1, terlihat warna ungu, hijau dan warna roos untuk pola-pola motifnya. Penayangan pola-pola yang terdiri dari berbagai bunga dan burung sudah tidak abstrak lagi. Sedang dalam motif batik Jawa klassik selalu ditampilkan bentuk yang abstrak.
Hal yang juga menyolok adalah penampilan pola-pola jenis burung-burung dan bunga-bungaan yang selalu menggambarkan keindahan, entah itu melalui keindahan suara maupun penampilannya. Seperti burung merak, burung bangau, burung kutilang.. Dan juga pola-pola bunganya biasanya merupakan bunga-bunga besar yang tumbuh dan hanya didapatkan dari LN (di Belanda, saat itu belum ada di Indonesia). Seperti bunga Dahlia, bunga Chrissant, bunga narcist. Penampilan pola-polanya selalu memberikan kesan yang meriah dan mewah.
Foto 2. Motif Peksi Merak , terang Bulan, dari Lasem
Dengan latar belakang kain yang berwarna beidge sangat muda, nampak penampilan burung Meraknya sangat menonjol. Banyak motif burung dalam batik modern ditampilkan sedang dalam persemaian.
Foto 3. Motif batik Love Bird, Lasem. Burung dalam persemaiannya
Suatu suasana alam yang romantic dan memberikan keceriaan, banyak ditemukan dalam motif batik Pekalongan, Lasem. Burung jantan sedang mencoba merayu sang burung betinanya.
Keindahan suasana lingkungan dilukiskan melalui warna-warni bunga-bunga yang sedang bermekaran dan lung-lungan Cendrawasih yang sedang bersiulan.
Foto 4. Motif Lung Cendrawasih , Lasem dengan latar coklat muda
|
Foto 5. Motif batik Cirebonan. Pagi-sore
Tampak dalam foto 5, Burung Cendrawasih di antara berbagai warna dan macam bunga anggrek. Dalam motif jarik Pagi Sore nampak penayangan warna yang berbeda. Separuh memiliki warna dasar cerah di latar belakangnya dan terlukiskan motif Parang dan Ceplok seling sekar anggrek . Sedang separuh lainnya memiliki warna dasar gelap dengan dekor bunga-bunga dan tanaman rambat dan burung cenderawasih. Dalam pemakaian jenis kain pagi sore ini, bagian cerah diletakan di akhir lipatan luar bila dikenakan malam hari; sedang bagian gelap diletakkan di akhir lipatan luar bila dikenakan siang hari.
Foto 6. Motif kehidupan di atas air
Dalam foto 6, dengan jelas nampak berbagai pola motif kehidupan di atas air, misalnya: Induk burung bangau yang sedang meloloh (memberikan makan pada) anaknya, burung-burung yang sedang beterbangan di atas laut, kapal laut yang sedang berlayar, pesawat yang sedang mengudara dan ikan. Pola motif kehidupan di atas air, terlukiskan di kain sutera yang berwarna merah muda dengan dominansi warna merah tua pada pola motifnya.
Mungkin tidak asing lagi bagi telinga kita kalau mendengar bahwa sebuah batik dengan motif tertentu memerlukan waktu pembuatan selama lebih dari enam bulan. Misalnya motif yang baik latar dasarnya maupun polanya dipenuhi dengan isen cecek, seperti dalam foto 1. Dari sudut komersieel, kita tahu bahwa waktu adalah uang. Jadi Batik Tulis yang seperti tersebut di atas ini tidaklah terlalu “menarik” dan menguntungkan untuk dunia perdagangan batik. Untuk mengatasi hal-hal itu terciptalah bentuk Batik Cap.
Dalam batik modern penataan dan permainan warna sangat ditonjolkan. Seperti yang tampak dalam foto 7, dan foto 8.
Foto 7. Motif Batik Taman bunga , Pekalongan
Foto 8. Motif Batik Burung dalam persemaian
Suatu segi positif dari perkembangan perbatikan di Indonesia adalah fakta bahwa hampir setiap orang bisa membeli dan mengenakan batik sesuai dengan kesempatan, ketebalan isi dompet dan motif yang disenanginya. Juga bahwa motif batik saat ini tidak hanya digunakan sebagai pelengkap busana –Kain dan Kebaya-. saja. Motif batik sudah menghiasi hampir semua produk yang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di pasar peralatan makan dan minum (khusus) di Belanda telah dikenal piring dan cangkir yang menggunakan hiasan motif batik atau wayang.
Mungkin untuk banyak teman hal ini agak terdengar aneh dan mengada-ada. Tetapi kalau kita melihat secara jujur, dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia kita masih bisa melihat tingkatan kehidupan seseorang dari penampilan dan gaya seseorang. Suatu pemikiran yang kadang bisa mengecoh kita kalau kita tidak berhati-hati.
Juga melihat dari berbagai variasi harga batik, akan tampak perbedaan yang sangat nyata antara harga Batik Tulis dan Batik Cap. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari dari pemilihan jenis batik yang dikenakan seseorang, kita juga bisa melihat tingkat kemakmuran kehidupan si pemakainya.
Foto 9. Motif Batik Pekalongan (Pagi Sore)
Nampak dalam Batik motif Pagi Sore di atas, berbagai motif Parang yang diselingi dengan buntalan bunga.
Satu hal yang sangat disayangkan adalah fakta bahwa dalam motif Batik Cap , nilai-nilai sakral dan magisch seperti yang ada dalam Batik Tulis akan menjadi hilang lenyap. Arti dan makna dalam motifnya tidak dapat kita jumpai lagi dan hanya tersisakan « keindahan » saja.
Dan kita tentunya juga tahu bahwa dari dua jenis batik ini, Batik Tulis dan Batik Cap, masih terdapat beberapa perbedaan lain yang kentara. Dalam sebuah “Batik Tulis” sukar terlihat adanya perbedaan warna penyajian motif batik baik dilihat bagian luar kain dalam maupun dari bagian dalam kain. Sedang dalam batik cap tampak adanya perbedaan yang nyata. Isen cecek dalam batik tulis tidak ada satupun yang sama, tetapi tetap terlihat halus, rapih dan terlukiskan satu per satu. Sedang dalam jarik cap tampak lebih kasar dan biasanya nampak lebih besar.
Foto 10. Batik Trusmi dalam sutera timbul
Dalam pemakaian kain batik pada awalnya dikenakan dengan maksud untuk menutupi keindahan figuur badan pemakainya. Jadi kain batik yang dikenakannya diusahakan agar jatuh lurus mulai dari bagian pinggang sampai ke mata kaki. Karenanya suatu pendapat yang mengatakan bahwa para wanita berpakaian kain dan kebaya adalah untuk menarik perhatian dan memberikan kepuasan bagi mata kaum pria adalah tidak benar sama sekali.
Juga untuk mendukung pendapat di atas para wanita setidaknya telah menggunakan selendang yang diusahakan agar menutupi sebagian bahu dan punggungnya yang agak tembus mata…. Jadi para pria tidak / sukar melihat keindahan figur pemakainya…
Foto 11. Batik Trusmi dalam sutera halus
Foto 12. Motif Batik Semen Sekar Kenongo
Dan alangkah sangat disayangkan kalau kita melihat seseorang mengenakan kain jarik, seperti Sidomukti, Babon Angrem, dalam kesempatan yang tidak semestinya. Atau seseorang yang mengenakan motif “sayap garuda” yang terbalik letak motifnya. Atau seseorang mengenakan kain batik motif Parang dalam melayat atau menghadiri upacara pernikahan. Terkecuali tentunya untuk motif Parang Kusumo atau parang dengan motif bermakna positif lainnya.
Dan sangatlah disayangkan kalau kita melihat seorang mengenakan kain batik yang terlalu tinggi di atas tumit. Seperti kalau kita sedang kebanjiran… Atau mengenakan wiron yang jatuhnya tidak di bagian tengah paha kanan. Atau mengenakan kain dengan alas kaki yang berbentuk maskulin.
Vindt u ook niet? Pembaca tentunya sepakat dengan saya bukan?
**Semoga tulisan saya dapat sedikit membantu teman-temin dalam mengenali motif batik klassik Jawa dan batik modern, baik yang tulisan maupun yang cap-capan.
Totweer schrijven. Nu2k
Sumber : http://baltyra.com/2011/04/27/batik-modern/
Budaya-Tionghoa.Net | Baltyra
Catatan Aji : Kebetulan hari ini ada salah satu kontributor Baltyra.com yang menulis artikel tentang batik peranakan di: http://baltyra.com/2011/04/27/batik-modern/. Istilah “peranakan” di sini saya harap tidak menimbulkan polemik baru atau dianggap membangun dikotomi baru. Istilah ‘batik peranakan’ jelas tidak mengacu kepada etnis Tionghoa saja. Di dalam artikel ibu Nunuk ini ditulis jelas “pengaruh Belanda dan Cina”. Motif batik memang ada di China, tapi masing-masing batik di China dan Indonesia memiliki ciri khas masing-masing. Ibu Nunuk tinggal di Belanda dan sesekali mengajar di kampus-kampus mengenai ilmu perbatikan. Beliau lebih menguasai perbatikan klasik Jawa. Bulan September mendatang beliau akan ke Jakarta dalam rangka menghadiri BATIK SUMMIT 2011. kamsia, Aji
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.
Selamat pagi semuanya. Kebetulan hari ini ada salah satu kontributor Baltyra.com yang menulis artikel tentang batik peranakan di: http://baltyra.com/2011/04/27/batik-modern/
Dan juga ada serial tulisan tentang Motif Batik di:
Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (1)
Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (2)
Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (3)
Arti dan Cerita di Balik Motif Batik Klasik Jawa (4)
Note: ini bukan bermaksud promosi website baltyra.com sama sekali. Empat serial tulisan mengenai Batik Klasik Jawa kalau di’posting satu per satu di sini akan terlalu panjang sekali. Karena yang ingin saya share di sini adalah Batik Modern yang hari ini.
Istilah “peranakan” di sini saya harap tidak menimbulkan polemik baru atau dianggap membangun dikotomi baru. Istilah ‘batik peranakan’ jelas tidak mengacu kepada etnis Tionghoa saja. Di dalam artikel ibu Nunuk ini ditulis jelas “pengaruh Belanda dan Cina”. Motif batik memang ada di China, tapi masing-masing batik di China dan Indonesia memiliki ciri khas masing-masing.
Apalagi jika dibandingkan dengan perbatikan klasik Jawa seperti dalam 4 serial artikel tsb, jauh sekali beda filosofi dan teknik membatiknya.
Ibu Nunuk tinggal di Belanda dan sesekali mengajar di kampus-kampus mengenai ilmu perbatikan. Beliau lebih menguasai perbatikan klasik Jawa. Bulan September mendatang beliau akan ke Jakarta dalam rangka menghadiri BATIK SUMMIT 2011.
kamsia,
Aji