|
Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam bukan saja menegakkan masyarakat Islam Tionghoa di Palembang tetapi juga di Sambas, Kalimantan-Barat. Di klenteng Sam Po Kong Semarang terletak kuburannya seorang Tionghoa Muslimin bernama Ong King Hong dalam dialek Fukien alias Wang Ching Hung bahasa Mandarin. Beliau dikenal sebagai Kyai Jurumudi “Dampo Awang”, yalah jurumudinya laksamana Cheng Ho, “Sam Po Toa Lang”. Toa Lang dalam dialek Fukien berarti orang besar. Di Gresik, Jawa-Timur, juga terdapat pusat Muslimin terdiri dari orang2 Tionghoa dan orang asing lain. Ketika itu belum ada anggauta Muslimin Pribumi. Pada tahun 1451 Bong Swee Ho yang berasal Champa mendirikan pusat Islam di Ngampel untuk orang2 Pribumi. Bong Swee Ho selanjutnya dikenal sebagai Sunan Ngampel. Puteranya Bong Swee Ho bernama Bong Ang adalah salah satu Wali Songo dengan nama Sunan Bonang. Penegak kerajaan Islam Demak, Raden Patah (Jin Bun), juga seorang Tionghoa atau Tionghoa-peranakan.
Hingga perang dunia ke II, rakyat di Jawa-Timur menamakan seorang laki2 Tionghoa-totok “kyai” yang berarti guru agama Islam, meskipun orang termaksud bukan orang Islam. Hal ini masih saya alami sendiri. Panggilan tsb peninggalan jaman lampau. Tionghoa-totok yang datang abad2 terachir pada umumnya tidak beragama Islam. Di Prajekan dekat Situbondo Jawa-Timur terdapat makam Cekong Mas, kuburan sakti tempat bersiarah kaum Muslimin dan orang Tionghoa yang tidak beragama Islam. Cekong Mas seorang Tionghoa bernama Han. Di kaki gunung Kawi juga di Jawa-Timur terletak makam Mbah Junggo, kuburan sakti bagi orang2 Pribumi maupun Tionghoa. Disekitarnya telah dibangun klenteng dengan ciri2 Tionghoa.
Kemudian datang jaman kolonial. Untuk keperluan berkuasa penguasa Belanda berpolitik adu-domba. Selama beberapa abad tertanam sikap anti-Tionghoa. Sedari gerakan kemerdekaan, seharusnya sikap anti-Tionghoa sudah dapat berangsur-angsur dihilangkan. Ini gagal disebabkan pimpinan politik pihak Pribumi maupun minoritas Tionghoa ternyata dalam hal ini kurang tepat garisnya, ditambah adanya campur tangan Amerika Serikat dan Inggris melalui dinas rahasianya masing2 CIA dan MI6. Campur tangan berupa bantuan dan dorongan untuk mengobarkan perasaan anti-Tionghoa semulanya dilakukan dalam rangka membendung pengaruh komunis RRT dan dewasa ini dilanjutkan karena aliran2 kolot di negara2 Barat memandang Tiongkok sebagai saingan besar yang sedang menaik.
(Bill Clinton bukan termasuk golongan kolot, dia dan juga Bung Karno beraliran terbuka terhadap bangsa2 serta kebudayaan2 lain. Soeharto pun bukan rasis anti-Tionghoa, tetapi terdorong oleh kepentingan politik kekuasaannya yang tidak menghiraukan Hak2 Azasi Manusia.) Korban salah-garis dan campur-tangan tadi yalah mereka yang lemah bela diri, yaitu golongan keturunan Tionghoa terutama di Indonesia. Hasutan terhadap orang Tionghoa tentunya juga dilakukan di negara2 Asean yang lain, namun hasilnya tak sebesar di Indonesia. Di negara2 tsb kedudukan orang Tionghoa didalam pemerintahan tidak menjadi masalah. Di Myanmar (Burma) tokoh di belakang layar jendral Ne Win keturunan Tionghoa. Demikian pula di Thailand perdana menteri Chuan Leekpai, di Pilipina bekas presiden Corazon Aquino dan 3 atau 4 menteri di Malaysia yang berketurunan Tionghoa.
Pengaruh Tionghoa dalam perjoangan kemerdekaan tidak sedikit. Gerakan nasional di Tiongkok pada permulaan abad ke 20 telah memberi dorongan besar pada gerakan kemerdekaan Indonesia. Mingguan Sin Po bulan Nopember 1928 yang pertama2 berani mempublikasi teks “Indonesia Raya” ciptaan W.R.Supratman yang sekarang dijadikan lagu kebangsaan Indonesia. Antara persuratkabaran Tionghoa-Melayu dan kaum nasionalis Indonesia telah terdapat persepakatan, dimana pers Tionghoa-Melayu mempergunakan istilah “Indonesia” dan sebaliknya kaum nasionalis Indonesia memakai istilah “Tionghoa”. Sedari 1926 didalam tiap rombongan orang2 yang oleh penguasa kolonial dibuang ke Digul terdapat sedikit2nya satu orang Tionghoa.
Ketika pada tahun 1946 Konsul Jendral Chiang Chia Tung di Malang menyatakan Tiongkok sebagai salah satu 5 negara besar (one of the big five) berdiri dibelakang Republik Indonesia, orang2 Tionghoa disambut sebagai kawan seperjoangan. Beberapa pemuka Tionghoa di Jawa-Timur ikut mendekati serta berhasil negosiasi dengan perwira2 Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang bersimpati dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia untuk menunjuk tempat2 persembunyian senjata-api mereka. Tidak mengherankan bahwa pertempuran besar pertama melawan tentara Inggris, yang mendahului kedatangan tentara Belanda, terjadi di Jawa-Timur Surabaya. (Oom saya yang sebelum perang dunia ke II sekolah di Jepang ikut menyelenggarakannya.
Ayah saya 1946 dipasrahi fonds kemerdekaan oleh pemimpin2 Republik daerah Malang.) Di Jawa-Tengah olahragawan populer Tony Wen mengumumkan mendirikan pasukan kamikaze dipihak Republik. Dia bersama isterinya mendapat tepuk-tangan yang gemuruh. Soal pembunuhan besar2an di Sulawesi oleh Kapten Westerling, tidak banyak diketahui orang, bahwa kejahatan itu telah dihentikan oleh tindakan seorang tua Tionghoa-peranakan bernama Kong Siu Tjoan. Dia memberitahukan konsul Tionghoa Wang Tek Fun sedang terjadinya pembunuhan sewe-nang2 terhadap penduduk setempat dan minta segera diambil tindakan. Konsul Wang Tek Fun datang berserta gubernur Belanda dan kedua orang ini memerintahkan pasukan2 istimewa Belanda dibawah Westerling untuk seketika menghentikan perbuatannya. Di Jakarta terbentuk Pao An Tui. Didalam memo-arnya almarhum Oei Tjoe Tat ditegaskan bahwa anggapan Pao An Tui kakitangan Belanda adalah tidak benar. Pao An Tui ciptaan Soetan Sjahrir dari pihak Republik dan Oei Kim Sen yang kemudian menjadi komandan Pao An Tui dengan tujuan mem-bantu menjaga keamanan. Hal ini telah dibe-narkan Soebadio Sastrosatomo (sekarang almarhum), tokoh PSI dan tangan kanan Soetan Sjahrir.
Pao An Tui Jakarta tidak pernah kolaborasi dengan penguasa kolonial. Sebaliknya mereka sangat anti-Belanda. Memang ada elemen2 tertentu di beberapa daerah yang pro-Nica (Netherlands-Indies Civil Administration). Sifat ini tidak beda dengan golongan2 lain. Di semua golongan, Pri maupun non-Pri, terdapat orang2 yang pro-Nica. Pembunuhan orang2 Tionghoa oleh ge-rombolan2 yang tidak bertanggung-jawab se-perti di Tangerang dan lain-lain tempat mem-buat orang2 mencari perlindungan pada Nica dan mereka yang terkena berpaling ke Nica.
Kesalahan pimpinan politik minoritas Tionghoa, pada tahun 1946 mem-veto pembentukan batalyon Tionghoa untuk ikut serta dalam perjoangan merebut kemerdekaan Indonesia. Sesuai contoh kesatuan Nisei, keturunan Jepang di USA, yang ikut perang dipihak Sekutu dalam perang dunia ke II. Pimpinan keturunan Tionghoa menolaknya dan sebaliknya menganjurkan tiap orang Tionghoa yang ikut gerilya melebur dalam kesatuan2 Pribumi menurut aliran masing2. Akibatnya kini, minoritas Tionghoa sebagai golongan dipandang tidak ikut berjoang. Sebagai sesama bangsa Asia banyak orang Tionghoa solider dengan perjoangan kemerdekaan Indonesia melawan kekuasaan Barat.
Tercantum di ingatan orang2 Tionghoa, pada tahun-tahun 1930-an di satu taman di bagian konsesi Inggris di Shanghai terdapat tanda larangan masuk untuk “anjing2 dan orang2 Tionghoa”. Tiongkok berkepentingan melenyapkan kekuasaan kolonial dari bumi Asia. Di Indonesia chalayak ramai pada umunya tidak mengenal orang2 Tionghoa yang dianugerahi bintang gerilya. Saya kenal orang Tionghoa-totok Sutrisna Lukman (almarhum Lauw Kim Seng) yang 3 kali mendapat bintang gerilya untuk jasanya mendatangkan senjata api diwaktu revolusi. Di Indonesia yang berkuasa di depan dan dibelakang layar adalah kaum veteran, yaitu bekas pejoang kemerdekaan. Dengan bataljon sendiri, minoritas Tionghoa akan mempunyai KURSI dan SUARA di kalangan veteran dan kedudukannya akan lebih kuat.
Mengingat jumlah orang Tionghoa di Indonesia hanya 3%, maka bagian mereka dalam memenuhi kebutuhan negara dapat dikatakan besar. Tanpa bantuan pemerintah anggauta mi-noritas Tionghoa telah membangun serta me-nangani aparat distribusi ke segala pelosok ne-gara. Harga toko Tionghoa terkenal jauh lebih murah daripada toko orang Barat. PP10 yang pada tahun 1960 menutup warung orang Tionghoa di desa2 telah mengakibatkan kema-cetan distribusi barang kebutuhan sehari2.
Konglomerat, yang banyak didirikan orang keturunan Tionghoa terkadang dimulai tanpa modal besar, setidak2nya dibutuhkan sebagai batu-loncatan. Bagaimanapun kelemahan2 yang terdapat pada konglomerat2, mereka telah memperkuat tulang punggung negara dalam menghadapi modal-besar internasional yang didukung oleh negara masing2 yang bukan sepeleh. Rencana “perusahaan merata” kecil2an yang juga diperbincangkan pada permulaan Orde Baru dengan pasti akan tersapu oleh modal besar internasional dan dijadikan bola permainan. ADANYA KONGLOMERAT MEMUNGKINKAN TIMBULNYA BANYAK USAHA2 MENENGAH YANG BERKAT JUMLAHNYA, DALAM KESELURUH-ANNYA HAMPIR MENANDINGI KAUM KONGLOMERAT. Krisis moneter terjadi akibat spekulasi jangka pendek modal bebas raksasa internasional yang menyerang pasaran valuta dan saham.
Faktor yang RELATIP BARU ini mampu mengakibatkan goncangan yang demikian hebatnya sehingga sebagai akibat permainannya, maka Inggris dalam keadaan lemah terpaksa mundur dari Exchange Rate Mechanism diwaktu krisis System Moneter Eropa bulan September 1992. Dengan cara yang hampir serupa ekonomi negara Mexiko, juga dalam keadaan lemah, dalam 2-3 hari telah digoncangkan. Bila krisis moneter di Indonesia hanya disebabkan oleh kelemahan2 yang terdapat pada konglomerat2, maka krisis tsb sudah lama terjadi. Malahan kenaikan ekonomi dalam tahun 1980an dan permulaan tahun 90an telah tercapai meskipun ada (in spite of) kelemahan2 tsb.
Dewasa ini lebih banyak orang Pribumi tampil kemuka dengan kesimpulan, bahwa memanfaatkan potensi dan kerjasama dengan orang2 keturunan Tionghoa adalah untuk kebaikan pembangunan nasional. Minoritas Tionghoa Indonesia nasibnya terikat dengan tanah Indonesia serta berkepentingan adanya negara Indonesia yang aman dan makmur. Ikatan warisan kolonial Asia Tenggara dengan Eropa meluntur. Secara geografis, kebudayaan dan kepentingan, Indonesia lebih dekat dengan negara2 Asean dan Tiongkok ketimbang Eropa. Karena letak geograpis, Mexico dan Amerika Serikat mau tidak mau juga berkembang mendekati satu sama lain. Kwartal ke 2 tahun 1999 ekspor California ke Mexico untuk pertama kali telah menggantikan ekspor ke Jepang sebagai nomor 1.
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/532
Referensi :
- Amen Budiman “masyarakat Islam Tionghoa di Indonesia”
- H.J.de Graaf and Th.G.Th.Pigeaud “De eerst Moslimse vorstendommen op Java”, “Islamic states in Java 1500-1700” “Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th centuries”
- W.P.Groeneveldt “Notes on the Malay Archipelago and Malacca compiled from Chinese sources”
- H.Djajadiningrat “Critische beschouwing van de sedjarah Banten”
- J.Edel “Hikajat Hasanoeddin”
- Liem Yoe-Sioe “Die ethnische Minderheit der Ueberseechinesen im Entwicklungsprozess Indonesiens”
- V.Purcell “The Chinese in Southeast Asia”
- Sie Hok Tjwan “The 6th overseas Chinese state”,Nanyang Huaren.
- O.W.Wolters “The fall of Srivijaya in Malay history”