12. Sehari-hari di Perkampungan Kami
Dengan sepenuh pengertian dan memahami,pabila teman-teman Tiongkok agak kewalahan juga menugurusi kami. Banyak di antara teman-teman kami yang kehendak – adat-istiadatnya – kebiasaannya tidak sama satu sama lain. Banyak suku-bangsa antara kami – ada puluhan suku-bangsa – termasuk ada yang dari Irian-Barat – Papua. Sebenarnya antara kami dengan teman-teman Tiongkok yang mengurusi kami – terdapat saling belajar – saling memahami. Bahwa antara masing-masing kita selalu ada kekurangan. Misalnya saja – Lao Chang kepala
dapur – chefkok kami – terbiasa masak kentang – masakan apa saja yang ada kentangnya selalu tak pernah kentangnya itu dikupas. Masih berkulit ketika kita makan. Dan kami tentu saja tak mau memakannya. Mereka heran – kenapa? Ada apa yang bersalahan? Setelah teman-teman kami menjelaskan, bahwa kami tidak pernah makan masakan kentang yang masih utuh berkulit. Kami makan masakan kentang apa saja selalu kulitnya dikupas dulu. Sejak itu pihak dapur selalu menghidangkan masakan kentang dikupas dulu kulitnya. Dan pihak dapur sangat gembira – sebab masakannya dimakan dan ada yang habis = piring kosong di bawa ke dapur. Mereka lalu bertambah mengenal tabiat dan kebiasaan kami.
Tetapi sebaliknya – dari pihak kami – teman-teman kami, ada juga yang cukup sulit mengurusnya. Begitu banyak meja – harus dibagi dan dipilah-pilah, dikumpulkan. Meja mana yang teman-teman tidak makan babi – meja mana yang teman-teman tidak makan yang asin-asin – bergaram tinggi – meja mana yang teman-teman tidak makan ikan – tidak makan sea-food lainnya seperti kerang – kepiting – udang. Meja mana yang teman-teman tidak makan gula – yang manis-manis. Dan ternyata mengurus orang – mengurus pikiran orang – kebiasaan orang – jauh lebih sulit dari mengurus tanah – pupuk dan jalur serta lajur dan siram-menyiram tanaman dan sayuran! Coba, katanya tidak makan babi. Tetapi bila ada masakan kaki-babi – lalu minta kaki-babi – padahal tercatat tidak makan babi! Nah, bukankah kaki babi adalah bagian tubuh babi yang paling kotor! Paling banyak bersentuhan dengan kotoran segala tahi-menahi dan najis. Tetapi karena pihak dapur kami terkenal dengan masakan kaki babinya – dan enak – dan menggiurkan – lalu teman-teman yang tercatat tidak makan babi tadi – begitu ada masakan kaki babi – lahap dan rakusnya sama saja dengan teman-teman yang biasa makan babi!
Ada teman-teman tercatat tidak makan yang asin-asin yang bergaram tinggi – duduk di meja yang sama-sama dietnya. Tetapi begitu ada hidangan telur-asin atau balado-ikan-asin – lalu minta masakan yang sama dengan teman-teman tidak berdiet garam. Ini bagaimana teman-teman Tiongkok tidak garuk-garuk kepala yang tak gatal! Ada yang berdiet gula – rasa manis – tetapi kalau ada kue yang tampaknya enak dan menggiurkan liur – lalu minta bagian! Ada yang lebih agak aneh juga. Ada teman-teman yang tak mau makan ayam! Ini sangat
jarang terjadi – sebab ayam adalah yang paling netral dari seluruh masakan perdagingan. Tetapi teman ini tak mau makan ayam – dan ini harus ada penggantinya – daging lain. Kami banyak juga yang heran – sebab pabila tak banyak orang tahu – dan agak tersembunyi – misalnya makan di kamarnya – ada teman yang membawakan daging ayam – tokh dilahap habisjuga! Lalu ada apa? Apa pasal tak mau makan ayam? Ternyata selidik punya selidik – teman itu pernah mengucapkan sumpah – tak mau makan ayam sebelum sampai di tanahair!
Ini sumpah banyak digelari teman-teman sebagai mulut-lancip! Ini bertentangan dengan sumpah Gajah Mada yang tak mau makan buah palapa! Dan ucapan sumpah begitu hanyalah rasa kekiri-kirian dan kekanakkanakan saja! Dan rasa kekikiri-kirian -kekanakkanakan begini – tak hanya satu dua orang saja. Oleh banyak teman yang biasa-biasa saja – ucapan begitu adalah ucapan-lancip! Tajam tak menentu yang malah sering patah brantakan!
Dalam kehidupan yang serba ramai begini – biasanya akan ada bukti bersebalikan – akan ada ekornya yang sebenarnya – kulit dan bulu serta isi yang aslinya. Kehidupan yang begini – pada akhirnya akan transparan. Rupanya = seseorang yang terlalu “kiri” biasanya akan ke kanan – dan yang terlalu “kanan” sering-sering terjerumus ke jurang kiri – kekiri-kirian. Dan hidup yang begini – yang samasekali tidak normal seperti kami ini – akan selalu bertemu dengan ucapan yang juga tidak normal – ucapan tuduhan – tudingan dan main cap! Sudah tentu kehidupan orang yang bujangan dengan kehidupan yang punya keluarga – anak-anak – akan lain satu sama lain. Lain kebutuhannya. Banyak di antara teman-teman yang berkeluarga – punya anak-anak yang sedang
kuat-kuatnya dan banyak-banyaknya makan, akan selalu membawa makanan ke rumahnya- lalu di rumahnya nanti akan dimasak lagi dengan olahan yang sesuai selera mereka. Sedangkan yang diambil serta yang dibawa ke rumah mereka itu – adalah memang jatah mereka – dan bukan hak-milik orang lain. Di rumah nantiakan direvisi lagi agar sesuai dengan selera mereka dan anak-anak mereka. Tetapi bagi teman-teman yang “berselera kekiri-kirian ini”, mereka yang mau merivisi makanan dari kantin itu, mereka namakan “kaum revisionis”,- Sebab mereka berpendapat – makanlah apa yang disediakan di kantin saja, jangan banyak macam-macam – enak-enak saja, “ingat teman-teman di tanahair – di pembuangan Pulau Buru , betapa sengsaranya”,- begitulah penafsiran mereka buat memberikan gelar “kaum revisionis” itu. Pada zaman itu gelaran kaum revisionis,sangat buruk dan busuk. Sebutan yang sangat menyakitkan.
Sebenarnya teman-teman yang berpendapat begitu – termasuk “kaum bermulut lancip” juga. Rasanya tuduh menuduh dan saling tuding begini – mungkin sama saja antara kami – tidak bisa disebut mana yang “dosa dan kekeliruannya” lebih besar dan lebih menonjol. Jadi dan ternyata apa yang sedang kami pelajari dan gumuli ini – belum sepenuhnya mencapai hasil yang benar-benar diharapkan. Ada di antara kami berpendapat – bekerja yang seperti kita lakukan ini – barangkali pabila di tengah-tengah masyarakat kita sendiri di tanahair – barulah akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sekarang yang kita lakukan ini. Tetapi entahlah – itu baru satu kemungkinan,-