Budaya-Tionghoa.Net | Prakata : Diskriminasi ada disekitar kita dan terkadang tanpa disadari kita adalah korban dan pelaku dari diskriminasi itu sendiri. Diskriminasi tidak lepas dari aspek “siapa yang kuat dan siapa yang lemah, siapa yang mayoritas dan siapa yang minoritas” . sebagai pelaku, ketika (mereka) menganggap hanya ideologi, pandangan, pemahamannya yang paling benar dan menilai (korban) diluar ideologi, pemahaman, pandangannya adalah tidak benar, maka hal itu merupakan salah satu dasar dari lahirnya diskriminasi. Seringkali kita hanya mengikuti arus masyarakat, mengikuti apa yang ada disekitar tanpa menyadari bahwa tindakan itu adalah diskriminasi.
|
DAFTAR ISI
Prakata
Bab 1.
Apa itu Diskriminasi ?
Bab 2.
Diskriminasi Agama di Indonesia
Bab 3.
Dasar-dasar timbulnya diskriminasi Agama di Indonesia
Bab 4.
Dampak diskriminasi Agama Bagi kehidupan Sosial Bernegara
Bab 5.
Kesimpulan Daftar Pustaka
Diskriminasi merupakan fenomena umum yang terjadi di indonesia namun Kita menutup mata terhadap fenomena ini bahkan cenderung “menyapunya ke kolong tempat tidur”. Fenomena diskriminasi ini telah banyak diterima oleh berbagai golongan atau pihak-pihak lain. Tentunya hal ini merupakan pekerjaan rumah harus diperhatikan dan dikaji lebih dalam oleh semua pihak khususnya kita sebagai warga negara indonesia. Sebab fenomena ini merupakan salah satu masalah penting yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan negara.
Dalam tulisan ini penulis tidak akan menjabarkan jenis-jenis diskriminasi secara rinci dan detail, penulis akan membatasi pada diskriminasi agama yang akan dijadikan bahan penulisan dan renungan. Karena terlalu banyak diskriminasi dalam lingkungan kita ini, mulai dari gender, politik, kasta, agama, ras, suku, antar golongan dan sebagainya. Walau demikian, janganlah anggap sepele diskriminasi-diskriminasi jenis lain.Untuk masalah diskriminasi agama, diharapkan pembaca melepaskan dahulu kacamata keagamaannya dan sikap membela agamanya agar bisa menilai dan melihat kondisi sosial terutama yang berkaitan dengan diskriminasi agama yang ada disekitar kita secara obyektif.
Membahas secara tuntas diskriminasi agama tidak bisa dituangkan dalam sedikit tulisan ini, tapi semoga dengan tulisan ini bisa menggugah para mahasiswa lainnya lebih tertarik meneliti diskriminasi agama di Indonesia. Penulis berharap tulisan ini bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi para mahasiswa terutama yang mempelajari filsafat Pancasila.
Tulisan ini jauh dari sempurna, dan penulis mengharapkan kritik dan masukan atas tulisan ini.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.[1]
BAB 1 – APA ITU DISKRIMINASI ?
Diskriminasi adalah fenomena sosial yang menimpa masyarakat di belahan dunia manapun dan Indonesia sekalipun tidak luput dari masalah diskriminasi ini. Diskriminasi ini bisa dilakukan oleh negara, kelompok etnis, ras, agama, kelamin, ideologi dan budaya. Diskriminasi[2] bisa bersifat langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud langsung adalah yang dilakukan secara terang-terangan dan yang tidak langsung adalah dengan membuat suatu pernyataan atau peraturan yang bersifat netral tapi dalam prakteknya tetap melakukan diskriminasi.
Indonesia sudah memiliki aturan-aturan dan definisi tentang diskriminasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengertian diskriminasi tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UU[3] menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.
Bagi penulis definisi pengertian diskriminasi adalah perbuatan atau sikap yang membedakan, perlakuan tidak adil, memberikan prioritas atau hal yang menguntungkan kepada kaum atau yang kelompok sepihak karena alasan kesamaan dan merugikan kelompok lain, merendahkan atau melecehkan suatu kelompok karena merasa kelompoknya superior dan kelompok lain adalah inferior, merusak atau menghancurkan sistem, tatanan budaya atau kepercayaan kaum yang berbeda. Tidak selalu diskriminasi disebabkan kebencian, ada diskriminasi yang bertujuan memojokkan suatu kelompok demi keuntungan pribadi atau kelompoknya sendiri atau menunjukkan kekuasaan. Contoh yang sering kita lihat adalah pelarangan pembangunan atau perusakan tempat ibadah, penyerangan terhadap umat agama tertentu.
Berbicara diskriminasi agama, banyak pihak mencoba berkelit dan jarinya menunjuk pada pihak lain sebagai pelaku diskriminasi. Sebenarnya banyak diskriminasi agama disekitar kita, hanya saja kita tidak menyadari atau tidak mau mengakuinya dan menendang ke samping atau menyembunyikannya dibalik karpet. Menurut penulis diskriminasi agama ini berbahaya dan lebih sulit dihapus dibanding diskriminasi jenis lainnya karena banyak tindakan diskriminasi terhadap agama lain menggunakan landasan kitab suci atau juga iman yang bisa saja dibelokkan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja demi keuntungan kelompoknya sendiri secara militan dan fanatisme yang kental dan intoleran. Banyak pula ketika dikritik hal-hal yang bersifat diskriminasi akan menimbulkan gejolak dan perlawanan atau juga usaha-usaha penutupan atau pengkaburan masalah. Charles Kimball menuliskan “bahwa dalam sejarah manusia, perang, membunuh, orang, dan kini semakin banyak lagi kejahatan lebih sering dilakukan atas nama agama dibandingkan atas nama kekuatan institusional lain”[4]
Banyak kejadian tindakan diskriminasi agama seringkali timbul karena faktor dukungan politik dan berkembang hingga pada satu titik tidak terkendali atau melepaskan diri dari pemegang kendali itu. Satu hal yang menjadi ironi adalah kelompok HAMAS yang sebenarnya pendiriannya didukung oleh Israel untuk melibas gerakan PLO pimpinan Yaser Arafat yang moderat. Tindakan dukungan politis itu memang pada awalnya bertujuan menekan suatu kelompok tapi pada akhirnya melakukan diskriminasi agama secara luas dan menonjolkan sisi militansi dan fanatisme agama dalam melakukan suatu perjuangan. Contoh lain adalah gerakan Taliban yang ketika menguasai Afghanistan melakukan represi atau diskriminasi terhadap kaum lain, awal berdirinya berkat dukungan Amerika Serikat dan sekutunya untuk melawan agresi Uni Sovyet di Afghanistan.Di Indonesia sendiri pada tahun 1999 berdiri PAM SWAKARSA yang merupakan ibu dari FPI ( Front Pembela Islam ) yang sekarang ini seringkali melakukan hal-hal yang bersifat diskriminasi agama.
Tapi itu semua adalah yang terlihat secara kasat mata, yang tidak terlihat secara kasatmata atau yang disebut diskirminasi tidak langsung, banyak sekali dan dilakukan oleh banyak pemeluk semua agama, baik itu agama Katolik, Buddha, Hindu, Islam dan lain-lain. Dilakukan dalam bentuk kasatmata dan menyinggung perasaan umat beragama lain, misalnya program acara tv SCTV yang beberapakali menyinggung perasaan umat beragama lain.[5]
Kita juga bisa membaca dalam Journal Dayakologi no.2 tahun 2004 yang menuliskan tentang pelecehan-pelecehan dari agama-agama negara[6], terutama Katolik, Kristen dan Islam terhadap kepercayaan atau agama adat dan tradisi suku Dayak.
Contohnya adalah memilih karyawan yang seiman, mengutamakan memilih pasangan hidup yang seiman, berbisnis dengan yang seiman. Bisakah hal itu disebut diskriminasi agama ? Jelas bisa, hanya saja banyak pihak yang akan berkelit dengan berbagai macam dalih. Karena secara sadar maupun tidak sadar, tindakan mengutamakan yang seiman atau satu kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan pihak atau kelompok lain yang tersingkir hanya karena perbedaan iman atau kepercayaan. Bagi penulis tindakan seperti itu adalah tindakan diskriminasi agama.
BAB 2 – DISKRIMINASI AGAMA DI INDONESIA
Dalam proses lahirnya Pancasila, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia) Internasionalisme (Perikemanusiaan) Mufakat atau Demokrasi Kesejahteraan Sosial Ketuhanan yang Berkebudayaan[7] Pancasila secara umum yang dikenal adalah sebagai berikut :
ke-Tuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan dihapusnya klausul Bung Karno tentang Ketuhanan Yang Berkebudayaan secara tidak langsung nantinya akan melegitimasi diskriminasi agama terutama kepada penganut agama-agama adat, agama-agama rakyat yang ada di Indonesia ini. Dan ironisnya yang sering diperdebatkan adalah masalah Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya atau yang dikenal dengan piagam Jakarta.
Akibatnya diskriminasi agama di Indonesia ternyata didukung oleh perangkat –perangkat surat keputusan, ketetapan MPR, peraturan pemerintah terutama sejak Orde Baru.
“Sejak Awal pemerintahan Orba, dasar hukum tentang agama sebagai muatan dalam pendidikan nasional yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila sejati dapat ditemukan pada TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan Rezim Orba.[8]”
Contoh yang jelas adalah INPRES no.14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa. [9]Karena terbitnya INPRES itu,melahirkan banyak kegiatan diskriminasi agama yang dilakukan oleh banyak pihak, tidak selalu mayoritas yang melakukan, minoritas besar juga melakukan hal itu. Banyak yang beranggapan bahwa mayoritas besarlah yang melakukan diskriminasi sedangkan kelompok minoritas lainnya adalah korban dari mayoritas besar. Tapi di Indonesia sering terjadi diskriminasi agama yang dilakukan oleh minoritas besar terhadap minoritas kecil apalagi minoritas kecil itu dalam tekanan politik yang amat kuat.
Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh M.F Liem Hok Liong alias Basuki Soedjatmiko beragama Katolik yang secara gencar berkampanye menyerang kepercayaan atau agama orang Tionghoa.[10]Orang Dayak juga mengalami hal yang sama, dimana ada seorang pendeta yang melecehkan kepercayaan adat Dayak Bekati bahkan menghasut murid-murid SD yang dididiknya untuk menghancurkan simbol-simbol yang dimiliki agama adat Bekati.[11]Orang Tionghoa dan Dayak pada masa pasca G 30 S mendapatkan tekanan politik yang kuat karena tuduhan terlibat gerakan G 30 S, sedangkan orang Dayak dituduh terlibat gerakan Paraku di perbatasan Indonesia dan Malaysia yang bernuansa komunisme.Dan hal-hal yang sama walau tanpa tekanan politik menimpa banyak penganut agama lain seperti agama Sunda Jawa, agama Wiwitan, agama Samin dan masih banyak lagi agama-agama adat atau rakyat yang ada di Indonesia ini.
Ini adalah bentuk minoritas besar yang menindas minoritas kecil. Dan sesama minoritas juga sering ada serangan-serangan atau bentuk-bentuk diskriminasi agama. Pada insititusi atau lembaga keagamaan mungkin tidak terasa tapi dalam masyarakat sendiri sering ada hal itu.
Masalah lain yang ada adalah diskriminasi agama yang dilakukan oleh perorangan, misalnya dengan mempekerjakan yang seiman. Hal ini sering terjadi dan dilandasi oleh fanatisme buta akan agamanya sehingga tidak menghayati inti ajaran semua agama adalah kasih dan kasih tidak akan memilih-milih agama, karena dengan adanya pemilihan itu artinya kasih yang sempit dan terbatas, memberangus agamanya itu sendiri.
Fenomena diskriminasi agama yang lain adalah masalah pernikahan yang harus seiman atau pasangan yang tidak seiman harus mengikuti salah satu agama atau kepercayaan pasanganyan. Banyak sudah pandangan-pandangan bahwa etnis tertentu, misalnya etnis Tionghoa yang memilih se etnis, dan bisa dianggap pandangan rasialis, tapi jika sudah bicara masalah agama pasangan hidup, banyak yang menghindari dan beranggapan bahwa itu bukanlah diskriminasi agama tapi tuntutan agama. Dan ironisnya pernikahan dalam hukum Indonesia baru bisa dicatat dalam catatan sipil jika disertai surat pemberkatan pernikahan yang dilakukan oleh institusi agama.
Diskriminasi agama yang jelas terlihat adalah yang dilakukan oleh ormas-ormas keagamaan seperti FPI ( Front Pembela Islam ) terutama terhadap penganut agama yang dianggap sesat atau bi’dah.
Diskriminasi agama di Indonesia selalu “disapu ke kolong ranjang” tapi akibatnya adalah bara-bara dalam sekam, terutama di penganut akar rumput. Sejauh ini orang yang berani menentang diskriminasi agama di Indonesia adalah Gus Dur.
Apa yang terjadi seandainya pemikiran Bung Karno mengenai Ketuhanan yang Berkebudayaan menjadi salah satu sila Pancasila ? Bisakah mengurangi atau meminimalisir diskriminasi agama ? Ini tentunya adalah pertanyaan yang akan diajukan. Dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam Pancasila, dan sebagai landasan berfalsafah dalam negara, tentunya akan dijadikan acuan untuk mengambil keputusan atau juga UU. karena pandangan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah konsep atau dogma dari agama-agama samawi yang bersifat monotheism sedangkan di dunia ini ada agama yang bersifat polytheism, khususnya di Indonesia masih banyak agama-agama adat yang diyakini oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai pemeluknya. Dan hak mereka perlu dilindungi.
Penulis beranggapan bisa mengurangi diskriminasi agama dalam keputusan pemerintah, dengan menggunakan asas Ketuhanan Yang Berkebudayaan bisa menampung agama-agama yang berada diluar lingkup monotheism dan tidak akan ada agama-agama negara yang akan bernuansa diskriminasi agama. Karena dengan adanya agama negara, berarti ada agama yang bukan negara dan pemeluknya akan dipaksa atau digiring baik secara halus maupun tidak halus untuk memeluk salah satu agama negara itu.
BAB-3 DASAR DASAR TIMBULNYA DISKRIMINASI AGAMA
Banyak hal-hal yang bisa melahirkan diskriminasi agama, di bab 2 sempat dibahas peranan negara dalam hal ini adalah pemerintah. Tapi peranan para pemuka agama juga berperan besar. Dasar-dasarnya adalah fanatisme, tidak mau terbuka terhadap pandangan lain, tidak mau berbagi ruang baik rohani maupun jasmani dengan penganut agama lain.Misalnya pada kasus tempat suci di kota Ayodhya di India pada tahun 2002 yang menimpa kaum Muslim. Banyak kasus diskriminasi agama dilakukan untuk mempertegas identitas kelompok, identitas kelompok tidak salah, tapi menjadi salah ketika dijadikan pembenaran untuk menghancurkan atau merendahkan kelompok lain.[12]
Charles Kimball memberikan contoh paling keji adalah Holocaust adalah bukti kekejaman NAZI atas kebencian terhadap kaum Yahudi. Kebijakan Nazi Jerman bukanlah secara resmi Kristen, melainkan merupakan produk sejarah panjang dan tercela perilaku orang Kristen terhadap orang Yahudi.[13]
Tapi yang terjadi di Indonesia ini pada umumnya adalah rasa superioritas akan agamanya terhadap agama lain, dan juga cara-cara penyebaran agama yang sudah cenderung saling melecehkan. Dalam journal Dayakologi ada pernyataan “Diakui atau tidak, mereka yang menjadi pekerja agama yang dianutnya merasa berkewajiban dalam memperadabkan penduduk dunia ini”[14]
Di belahan dunia lain, diskriminasi agama bisa disebabkan masalah geografis, seperti Palestina, masalah tempat suci seperti yang terjadi di India dan Yerusalem. Dan hal itu tidak terjadi disini. Salah satu contoh adalah peledakan candi Borobudur tahun 1985 tidak dapat dikaitkan dengan perebutan tempat suci, karena latar belakangnya bukan itu tapi karena bermotif “jihad”[15].
Penyebaran agama yang tidak etis atau kebablasan dengan menyerang atau melecehkan agama lain akan mengakibatkan serangan atau pelecehan balik yang berujung pada diskriminasi agama. Ini adalah fenomena yang sering terjadi di Indonesia terutama pada medio tahun 70an hingga 80an akhir.
Permasalahan ekonomi juga bisa menyebabkan diskriminasi agama, terutama mereka yang bukan beragama negara, misalnya pada mereka yang menganut agama adat atau agama yang bersifat polytheism dan kebetulan usahanya sukses. Rasa iri akan keberhasilan ekonomi membuat umat tersebut seringkali dilecehkan sebagai pemuja berhala atau mengorbankan keluarganya kepada setan. Dalam kejadian lain disebut memelihara tuyul, bercinta dengan nyi Blorong, babi ngepet dan sebagainya.
Penulis beranggapan bahwa dasar-dasar penyebab diskriminasi agama di Indonesia adalah :
Rasa superioritas agama Pemelintiran ayat agama demi tujuan kelompok Rasa ketakutan terhadap agama lain Memperkukuh kelompok sendiri Keputusan pemerintah Masalah ekonomi Benturan Budaya Perbedaan penafsiran ajaran agama dalam kelompok yang sama Penyebaran agama yang tidak etis
BAB 4 – DAMPAK DISKRIMINASI AGAMA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL BERNEGARA
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dari berbagai macam etnis yang harus dilestarikan sebagai bagian dari warisan bangsa dan kekayaan budaya. Dengan dibiarkannya diskriminasi agama terhadap para penganut agama-agama adat atau rakyat, niscaya suatu saat akan tergerus habis. Jangan sampai kekayaan budaya ini hancur karena egoisme para pelaku agama-agama negara yang lebih mementingkan kelompoknya sendiri.Selain itu diskriminasi agama adalah suatu bentuk ketidakadilan sosial dan pelanggaran HAM terhadap para pemeluk agama adat.
Dengan membiarkan hal-hal ini terjadi, artinya adalah akan memicu disintegrasi atau juga bisa mengarah kepada pemusnahan budaya agama adat atau rakyat. Ini kepada para pelaku agama rakyat. Sedangkan pada penganut agama-agama negara yang secara kuantitatif lebih banyak dibanding penganut agama rakyat bisa menimbulkan gesekan-gesekan yang lebih parah.
Kejadian penusukan umat HKBP dan juga pelarangan patung Buddha di Tanjung Balai, bentrokan di Maluku, Poso yang bernuansa agama, bisa memicu bentrokan lagi yang lebih luas karena dendam yang terwarisi atau diwariskan kepada anak cucu para pelaku maupun korban. Yang sering teringat atau diingat adalah diskriminasi agama yang sudah menjurus kepada kekerasan fisik, tapi diskriminasi agama yang tidak bersifat fisik seperti pelecehan atau penyebaran kesaksian palsu lebih mudah terlupakan atau dilupakan bahkan cenderung tidak digubris karena dianggap itu adalah domain wilayah mereka. Kesaksian-kesaksian di banyak tempat ibadah agama-agama tertentu, seringkali menyinggung perasaan umat beragama lain.
Dan ini dilakukan banyak umat beragama terutama agama negara. Pembiaran diskriminasi agama dalam bentuk apapun, bisa akan menyebabkan gesekan keluarga dalam skala kecil dan gesekan antar kelompok dalam skala besar. Permasalahannya adalah seringkali diskriminasi agama itu diajarkan dalam keluarga baik secara sadar maupun tidak sadar, yang akan berakibat pada cara kita bersosialisasi dengan warga lain. Pemuka agama juga sering menyebarkan diskriminasi agama tanpa teguran baik dari umatnya atau juga pihak lain. Diskriminasi agama sudah dianggap hal yang lumrah dan jika ada juga selalu “disapu ke kolong ranjang” atau dianggap tidak ada.
BAB 5 KESIMPULAN
Pembiaran diskriminasi agama akan membuat disintegritas bangsa. Gesekan masyarakat akibat diskriminasi agama harus dicegah dan salah satu pencegahannya adalah penegakan hukum secara konsisten dan juga pengajaran Hak Asasi Manusia yang harus dihargai. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia harus disebarluaskan.
Dialog yang terbuka antar umat beragama, membuang perasaan superioritas harus diusahakan dengan asas saling menghormati. Tujuannya adalah demi membangun masyarakat yang harmonis.
Jangan selalu beranggapan bahwa diskriminasi agama tidak pernah kita lakukan, hanya pihak lain yang melakukan, kita hanya korban. Pandangan ini harus direvisi dan mulailah kita melihat apakah ada diskriminasi agama disekitar kita. Dan saat melihat harus dengan kacamata obyektif. Banyaknya penganut agama yang bersifat ofensif dan tentunya akan menimbulkan reaksi defensif pada penganut agama lain, akibatnya gesekan. Perlunya memulai mengubah paradigma bahwa menyebarkan agama demi kebaikan orang lain, mengejar jumlah umat, menolong yang seiman dan sebagainya. Kembangkan nilai agama baik agama negara ataupun agama adat yang berbicara kasih dan penghormatan sesama, hilangkan rasa superioritas.
Diskriminasi agama adalah fenomena masyarakat yang ada di Indonesia dan sudah saatnya dikaji lebih mendalam dan diangkat kepermukaan dengan tujuan mengikis diskriminasi agama. Ketika berbicara ini harus disertai sikap yang obyektif dan melepaskan kacamata agama yang kita anut, jika tidak maka akan bias. Pers dan masyarakat juga harus menyikapi masalah diskriminasi agama dengan arif bijaksana, karena seringkali permasalahan-permasalahan sosial dibelokkan ke agama dan ujungnya adalah masalah agama yang berkobar.
Akhir kata, pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah berbicara masyarakat yang harmonis dan saling menghargai bukan saling mendiskriminasi satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kimball, Charles, Kala Agama Menjadi Bencana, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2003. Setiono G, Benny, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, Jakarta: Elkasa, 2003 Yunono Paulus, Giring, dkk, “Agama dan Budaya Dayak”, jurnal Dayakologi no.2, Juli 2004, Pontianak : Insitute Dayakologi
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika , di akses tanggal 22 maret 2011 jam 21:31
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Discrimination , diakses tanggal 22 maret 2011 jam 21:40
[3] http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_39_Tahun_1999, diakses tanggal 22 maret 2011 jam 21:50
[4] Charles Kimball, Kala Agama Menjadi Bencana, ( Bandung: Penerbit Mizan, 2003 ), hlm.31
[5] Bdk Charles Kimball, Kala Agama Menjadi Bencana, hlm.36.
[6] Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru adalah agama Islam, Hindu, Buddha, Kristen dan Katolik, karena itu disebut sebagai agama negara.
[7] http://www.shvoong.com/social-sciences/political-science/2025686-contoh-makalah-pancasila-kedudukan-pancasila/ dibuka tanggal 22-03-2011 jam 22:27
[8] Paulus Yusnono, Giring dkk, “Agama Adat Orang Dayak di”Titik”Degradasi, Journal Dayakologi, no.4, Juli 2004, ( Pontianak : Insitut Dayakologi ), hlm.18
[9] Lihat Benny G Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik, ( Jakarta:Elkasa, 2003 ), hlm.986
[10] Ibid, hlm.970
[11] Lihat Journal Dayakologi, no.4, Juli, 2004 hlm.17
[12] Lihat, Charles Kimball, Kala Agama Menjadi Bencana, hlm.207
[13] Loc.cit
[14] Paulus Yusnono, Giring dkk, “Agama Adat Orang Dayak di”Titik”Degradasi, Journal Dayakologi, no.4, Juli 2004, ( Pontianak : Insitut Dayakologi ), hlm.17
[15] http://wapedia.mobi/id/Bom_Candi_Borobudur_1985 , dibuka pada tanggal 23-03-2011 jam 10:06
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua