Budaya-Tionghoa.Net | Korban senantiasa berjatuhan ketika meletusnya peperangan , bukan saja nyawa yang dapat terenggut tetapi juga kehormatan , seperti kasus Nanking 1937 dengan tragedi pemerkosaan yang memakan korban ratusan ribu wanita. Jumlah ini masih menjadi kontroversi dari kedua belah pihak , Jepang dan Tiongkok. Tetapi dari tragedi ini lahir pahlawan kemanusiaan seperti Minnie Vautrin , seorang wanita asing yang menyelamatkan banyak wanita di Nanjing pada masa itu. Di masa damai , semper eadem . Masih ada anak yang terbuang , terlantar bahkan melata dijalanan. Masih ada gadis-gadis belia yang tercerabut dari kampung halamannya , siap untuk disajikan kepada pria-pria hidung belang . Masih ada yang belum mendapat pendidikan yang layak untuk masa depan. Karena itu di di masa damai , dunia , paling tidak disini , di Indonesia , masih tetap memerlukan pahlawan seperti Auw Tjoei Lian.
|
Pada saat Perang Dunia I meletus dan terus berkecamuk , di nusantara , seorang ibu muda berusia dua puluh lima tahun , Auw Tjoei Lan atau Nyonya Lie Tjian Tjoen terbersit ide untuk mendirikan satu lembaga sosial. Sebagai seorang anak Kapitan , dia mendapat pendidikan yang baik dari guru-guru Belanda , dan juga mempunyai pergaulan yang luas termasuk dilingkungan petinggi-petinggi Belanda. Lembaga sosial itu bernama Perkoempoelan Ati Soetji [Perkumpulan Hati Suci] atau Po Liong Kiok atau Po Leung Keuk , yang didirikan di tahun 1914 bersama teman-temannya .
Lembaga sosial ini bertujuan untuk menjunjung derajat kebangsaan , memajukan onder wijs [pengajaran] dan membantu ekonomi bumiputera. [Iskandar Nugraha , 2001] Langkah konkritnya adalah memajukan kehidupan kaum wanita dan usaha-usaha sosial lainnya. mengurusi orang yang serba kekurangan dari yatim piatu , anak terlantar sampai para pelacur yang terpaksa melacurkan diri , karena kesulitan ekonomi dan bahkan beberapa perempuan yang didatangkan dari Tiongkok dan dipaksa menjadi pelacur [Chambert-Loir , Ambary , 1999]
Auw menghadapi resiko tinggi termasuk mempertaruhkan nyawa , karena dengan berurusan dengan pelacur berarti berhadapan pula dengan kemungkinan ancaman kekerasan . Auw pernah diancam dengan golok yang penuh darah oleh “baktao” (mucikari) . Pada 1937 ia diminta mewakili Indonesia dalam Konferensi Liga Bangsa-Bangsa di Bandung yang membahas soal perdagangan perempuan seluruh dunia. Pada 1937 ia menerima bintang Ridder in de Order van Oranje Nassau dari Pemerintah Belanda. Ny. Lie juga aktif dalam organisasi perempuan “Fu Ni Hui”. [Tan Hong Boen , p169 , Myra Sidharta]
Pada zaman penjajahan Jepang, suaminya ditahan di Bukit Duri, Serang, dan kemudian Cimahi. la juga dicurigai Jepang sehingga mengalami banyak kesulitan. la pernah ditahan selama beberapa hari sebelum kemudian dilepaskan kembali oleh Jepang saat awal pendudukan. Pada tanggal 30 November 1929 , gedung baru didirikan di Kebon Sirih dan jalannya kemudian menjadi bernama jalan Hati Suci.Di tahun 1952 , Ati Soetji berkembang dengan mendirikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. [hatisuci.org].
Pada tahun 1965 Ny. Lie meninggal. Penguburannya diantar oleh ribuan orang dari sanak saudara sampai mantan anak asuhnya hadir di pekuburan Jati Petamburan untuk mengenangnya sebagai penyelamat perempuan.[Tan Hong Boen , p169 , Myra Sidharta]. Di masa damai nyawa dan kehormatan manusia masih terus terancam. Kita patut berbangga bahwa seorang wanita seperti Auw Tjoei Lan berjuang selama setengah abad demi menyelamatkan manusia pada umumnya dan kaum perempuan pada khususnya . Semoga keteladanannya bisa menginspirasi.
Zhonghua Wenhua ,
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing-List Budaya Tionghua