Budaya-Tionghoa.Net | Dalam suatu buku tentang adat pernikahan disebutkan urutan sebagai berikut : mengantar persembahan pertunangan — bertunangan — bertukar hadiah — menata rambut — mengatasi penghalang — menunduk pada langit dan bumi — upacara teh — pesta pernikahan — menggoda pengantin baru dikamar pengantin — arak pernikahan — mengikat sejumput rambut — kembali kerumah masa gadis.
|
Mengantar persembahan pertunangan ini merupakan ungkapan terimakasih mempelai pria untuk orang tua mempelai wanita yang telah membesarkan putrinya. Saat bertunangan , calon mempelai bertukar cincin dan kue-kue dibagikan kepada teman dan kerabat.
Dalam bertukar hadiah , keluarga mempelai pria membawa hadiah bagi keluarga mempelai wanita. Biasanya jumlahnya 6 buah yang dipilih dari benda berikut : Hongbao, sepasang lilin, satu atau lebih perhiasan, kaki babi, arak, kue, manisan buah, permen, ayam, pakaian pengantin, buah segar dll. Hadiah ini ditempatkan di nampan merah dan tetua dari keluarga mempelai pria akan membawa kepada keluarga mempelai wanita. Biasanya, keluarga mempelai wanita akan mengembalikan beberapa dari hadiah itu.
Pada malam pernikahan kedua mempelai menjalani upacara “menata rambut” di rumah masing-masing. Kemudian yang dimaksud mengatasi penghalang , mempelai pria akan dihalang-halangi oleh teman-teman mempelai wanita ketika memasuki rumah mempelai. Untuk melewati hambatan itu, mempelai pria memberi wanita itu Hongbao. Kedua pihak akan tawar menawar didepan pintu. Kemudian mempelai pria dan wanita harus menunduk pada Langit dan Bumi, orangtua mereka, dan antara mereka satu sama lain dan menawarkan teh kepada tetua keluarga mempelai pria dan wanita.
Setelah pesta pernikahan , acara selanjutnya adalah menggoda pengantin baru dikamar pengantin. Di kamar pengantin mereka minum setengah cangkir dari masing-masing cangkir kemudain bertukar cangkir. Setelah mempelai minum arak, mereka memotong sejumput rambut dan mengikatnya menjadi satu. 3, 7, 9 hari setelah pernikahan, mempelai wanita mengunjungi rumah orangtuanya
Biasanya setelah mempelai wanita turun dari kendaraan kakinya tidak boleh menyentuh tanah. Dari kendaraan ke ruang pernikahan harus ditutup dengan kantong kain merah, adat ini dikenal dengan nama Chuandai.
Tentu saja adat pernikahan antara satu suku beda dengan yang lain, bahkan, antara yang satu kelompok suku yang lain kampung halaman saja ada perbedaannya, namun pada dasarnya beberapa momen pentingnya tetap ada, misalnya adat meminang (cho chin chia), bertunangan (teng hun), penghormatan pada leluhur (pai kong ma), persembahan teh (phang teh). Yang detil, itu tergantung adat kampung masing-masing, biasanya orang2 generasi tua yang masih ingat dan fasih akan pernak-pernik ini.
Perbedaan detil pernak-pernik ini misalnya ada beberapa daerah di mana sang pengantin dipayungi dengan anyaman bambu tempat memilih beras itu , ada pula yang harus melangkahi bara api sebelum masuk ke rumah mempelai pria. Perbedaan ini sebenarnya maknanya sama, yakni melindungi hawa baik sang pengantin wanita dan menahan nasib sial agar tidak terbawa ke dalam rumah. Orang Tionghoa sangat mengutamakan simbolitas, tradisi ini itu melambangkan fenomena itu dan ini.
Rinto Jiang & Stevan Rahardjo
Budaya-Tionghoa.Net |Mailing List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa