Budaya-Tionghoa.Net | Beberapa waktu lalu salah satu member berkisah tentang perjalanan ke Tuban di Tambakboyo, kurang lebih 15 km sebelah barat Tuban. Dia melihat penduduk banyak menjemur sesuatu. Dan akhirnya dia mengetahui setelah bertanya, dan ……oh itu terasi. Satu keluarga Tionghoa di desa itu mengatakan keluarganya sudah bikin terasi dari sejak engkongnya, dan engkong dari engkongnya dan mungkin dari engkongnya lagi. Dia bilang udah tradisi keluarganya.
|
Terasi adalah bahan masakan yang terbuat dari fermentasi udang. Istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah shrimp paste atau pasta udang , sedangkan dalam bahasa Belanda disebut trassi. Terasi kurang ada hubungannya dengan bangsa Austronesia, melainkan erat kaitannya dengan Asia Tenggara. Ini dikarenakan bangsa Austronesia itu tersebar dari mulai Taiwan sampai Madagaskar. Dapat dipastikan terasi cuma ditemukan dalam masakan Asia Tenggara dan Tiongkok selatan. Tidak ada terasi di makanan aborigin Taiwan, juga Madagaskar.
Terasi menurut perkiraan sampai di Tiongkok karena dibawa dari Asia Tenggara. Ini lumrah saja di zaman dulu, di mana alur perdagangan sangat ramai antara Tiongkok selatan dan Asia Tenggara. Satu contoh lainnya adalah kari, kari sampai lebih dulu ke Asia Tenggara, baru diperkenalkan ke Tiongkok oleh pedagang2 Arab. Kari di Jepang malah diperkenalkan oleh orang Inggris.
Dennys Lombard (1996) dalam bukunya “Jaringan Asia” menyebutkan satu piagam di tahun 1387 yang dikeluarkan oleh penguasa (Lasem) , berhubungan dengan pendirian “lungguh” disuatu tempat yang disebut Karang Bogem (Karang berbentuk kotak) ditepi laut . Tanah tersebut mencakup satu jung sawah, dan tambak-tambak ikannya dipakai untuk membuat terasi. [Lombard , p34].
Dalam catatan kaki di sumber yang sama , De Haan mengutip tanpa rujukan dalam “Priangan” jilid I halaman 20-22 mengenai sebuah tanah milik raja yang kecil di Pamotan yang tugasnya membuat terasi untuk keraton. Dalam teks prasasti terasi ditulis sebagai acan. Dalam bentuknya yang sekarang bisa ditemukan kembali dalam kata “blacan” yang artinya juga terasi.
Terasi telah menjadi komoditas kota Cirebon dalam sejarahnya. Di tahun 1445 M , industri rumahan untuk memproduksi terasi didirikan dengan alat lumpang dan alu. Kemudian kawasan sekitar seperti Pasambangan , Rajagaluh dan Palimanan berduyun-duyun datang membeli terasi dan “cai-rebon”. Sejak tahun 1447 , kawasan itu disebut Dukuh Cirebon. [PS Sulendraningrat ,p25]
Dalam “Sejarah nasional Indonesia” karya Marwati dan Nugroho Notosusanto mengutip buku Jeroen Touwen yang menyebutkan bahwa pada saat orang Tionghua mulai banyak mendiami kawasan Sumatera seperti Medan di awal abad 20 , terdapat usaha perikanan yang menghasilkan ikan dan terasi. Hasil itu dikirim ke pulau Jawa dan tempat lainnya. Selain itu , pembuatan terasi di Pulau Jawa umumnya menggunakan bibit terasi yang berasal dari daerah Bagansiapi-api.
Bagan Siapiapi mengirim komoditas ikan dan terasi ke pulau Jawa dan Madura. Angkanya jauh lebih besar daripada impor yang berasal dari Indo-China dan Thailand. Dalam “Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia” di halaman 52 , tabel 3.7 terlihat jelas pada periode 1928-1931 , Bagan Siapiapi mengirim sekitar 14.5-16 ribu metrik ton ke Jawa-Madura dibandingkan dengan impor dari luar negri yang hanya berkisar 1-3 ribu metrik ton.
Pembuatan terasi menggunakan bibit-bibit terasi dan campuran bahan baku tertentu. Kemudian diproses dengan digiling , dijemur , dikemas kemudian dipasarkan. Campuran tersebut digiling, dihancurkan, dicetak, dijemur, dibungkus, lalu dipasarkan. Kadang-kadang ditambah rempah-rempah atau bumbu untuk menambah cita rasa produk yang dihasilkan.
Berbeda dengan ‘saudara’nya yang berupa petis yang khas Indonesia — Terasi dikenal dan dikonsumsi oleh penduduk Asia Tenggara dan Tiongkok selatan. Di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, mengenal terasi dengan variasinya tersendiri dan juga istilah yang bervariasi.
Terasi dikenal sebagai belachan atau belacan di Malaysia , kapi di Thailand . Di Vietnam dikenal dengan istilah mam ruoc , mam tep atau mam tom . Di Filipina dikenal sebagai bagoong alamang atau bagoong aramang. Dalam dialek Tionghua dikenal sebagai heko (he = udang) .
REFERENSI :
Mailing List Budaya Tionghua , 19749 , 20 Juni 2006
Mailing List Budaya Tionghua , 19763 , 20 Juni 2006
Dennys Lombard , “Jaringan Asia” , Gramedia , 1996
Marwati Poesponegoro , Nugroho Notosusanto , “Sejarah Nasional Indonesia : Jaman Kebangkitan Nasional Dan Masa Akhir India”, Balai Pustaka , 1992 [Jeroen Touwen , Extremes In The Archipelago And Economic Expansion In The Outer Islands of Indonesia 1900-1942], Verhandlingen KITLV no 190 , 2001 ]
Laanen , Creutzberg , Mochtar , Madjid , “Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia” , Yayasan Obor Indonesia
PS Sulendraningrat , ” Sejarah Cirebon” , Balai Pustaka
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa