Budaya-Tionghoa.Net | Lok Yang pertama saya kenal melalui cerita “Pendekar Sejati”, karya Liang Ie Shen. Liang Ie Shen mungkin satu2nya pengarang yang cerita hasil karyanya paling bertebaran di banyak tempat dan waktu.
Lok Yang (Luoyang) memang terlihat gelap sewaktu saya datang. Tapi itu sudah pukul 11.30 malam, dan ada kemungkinan lampu2 di plaza depan stasiun kereta api dikurangi karena hampir tengah malam.
|
Terasa lega menghirup udara malam Lok yang, sungguh beruntung bisa duduk di kereta makan selama 3 setengah jam dari desa Mengyuan, kalau tidak entah bagaimana membayar lelah mendaki gunung Hoa San (Lihat catatan perjalanan sebelumnya).
Sudah beberapa kali kaki seakan malas diajak berjalan, mendaki gunung Hoa San sungguh sangat melelahkan. dan pilihan untuk langsung berangkat ke Lok Yang tanpa beristirahat di desa Hoa San sungguh pilihan nekat, karena naik kereta api dari stasiun kecil risikonya jelas, tidak ada tempat duduk, dan harus siap berdirii. Walaupun Mengyuan sampai Lok Yang hanya tiga setengah jam, terbayang rasanya berdiri selama itu setelah seharian mendaki Hoa San.
Untung mencari hotel cukup mudah, banyak hotel yang cukup baik tersedia di depan stasiun, ada air panas dan ruangan cukup lega, sehingga segera kita terlelap tidur.
Di pagi hari Lok Yang terasa terang benderang, sinar yang masuk dari jendela menggugah semangat.
Lok Yang memang tidak seramai Xian atau Zhengzhou, karena bukan ibukota propinsi. Tetapi inilah kota yang pernah paling tidak menjadi ibukota 11 dinasti, Han, Wei dll. di sekitar abad 5. Ibukota dari Datong dipindah ke Lok Yang, dan berakhirlah Dinasti Wei Utara, mulailah Dinasti Wei Selatan. Lok Yang inilah yang cukup paling sering menjadi ibukota Tiong-kok
Lok Yang berkali kali dibangun dan dihancurkan. Terakhir dihancurkan tentara Kim, pada abad 12, dan setelah itu hampir tidak pernah bangun lagi, dan Lok Yang ditinggalkan banyak orang, hanya untuk bangkit kembali setelah jaman modern, waktu Tiongkok dipegang oleh pemerintah Komunis.
Beberapa kali Liang Ie Shen mengambil setting cerita di sini, misalnya “Beng Ciang Hong In Lok (Pendekar Sejati)”, dan juga “Jala Pedang Jaring Sutra” Di salah satu episode “Jala Pedang Jaring Sutra”, disebutkan para tetamu yang sedang mengagumi bunga bo-tan (peony). Satu kebiasaan yang diteruskan sampai sekarang, penduduk Lok Yang di sekitar 15 – 25 April setiap tahunnya mengadakan festival bunga bo-tan.
Tidak aneh Lok Yang sering dipilih menjadi ibukota, karena kota ini terletak di dekat pertemuan Sungai Lok (Lok Hoo) dan Sungai Kuning (Hong Hoo), di dataran yang subur. Air dari salju yang mencair pada akhir musim dingin di atas endapan lumpur yang membentuk dataran ini dapat tersimpan cukup lama dan menjamin tanah tetap basah selama beberapa bulan sampai datangnya hujan, sehingga menjadikan daerah ini subur dari sejak jaman dulu.
Pagi itu tidak susah mencari bus menuju Longmen Caves (Longmen Shiku), dan dalam perjalanan berusaha untuk tidak jatuh tertidur, memandang keluar jendela sambil memikir entah berapa banyak darah pernah membasahi tanah itu. Sudah lama darah mengering dan kembali tertiup angin menjadi debu sejarah hinggap di orang yang lalu-lalang, kemudian tercuci, dan seperti juga debu lain tercuci hujan dan sudah larut ke sungai mengendap menjadi debu kembali. Warna merah juga sudah hilang dan orang-orang d pinggir jalan agaknya juga sudah lupa, sejarah akhirnya hanya di tangan orang ahli.
Tetapi inilah kota di mana jalan-jalannya pernah dilewati Cao Coh, Kwan Kong, Lauw Pie, Thio Hui di jaman Tiga Negara (Sam Kok), Lok Yang waktu itu ibukota Dinasti Han Timur. Selalu menyedihkan mengingat bagaimana Kwan Kong meninggal karena tipu-akal Sun Kwan, dan tetap menyesakkan kenapa Kwan Kong mau masuk ke dalam perangkap. Dan di kota inilah terletak petilasan Kwan Kong. Di jaman Beng Tiauw, sebuah kuil (Guan Lin Sie) didirikan sebagai penghormatan, dan pada jaman Ceng Tiauw diberi gelar anumerta.
Bus melintas pasar di pagi ini, orang lalu-lalang di pinggir jalan, banyak semangka, buah pear, peach dan apple di jual di gerobag. Dalam keadaan begitu banyak buah dan suasana demikian cerah, bus akhirnya tiba di tujuan.
Hampir di semua tempat wisata dibentuk otorita kawasan wisata, dan pengunjung harus berjalan lebih dari 500 m untuk sampai ke gua-gua Longmen. Bersama-sama Yun-gang di Datong dan Dunhuang inilah gua-gua yang dibangun di abad 4 sampai abad 7 yang menunjukkan tersebarnya agama Budha di daratan Tiongkok.
Mungkin inilah gua gua yang dimaksud oleh Khu Lung di karyanya, “Pendekar Baja”, tetapi tidak ada gua yang terlalu dalam. Atau mungkin juga di bukit yang lebih jauh ke selatan. Longmen Shiku terletak 15 km di selatan Lok Yang di depan Sungai It Hoo (Yihe). Di jaman dulu patung-patung Budha ini walaupun dipahat langsung di lamping bukit batu tetapi sedemikian rupa sehingga terletak di dalam, karena dibangun wihara kayu untuk menutupinya.
Ada ratusan patung Budha, mungkin ribuan, yang dibuat di jaman dinasti Wei Utara sampai awal Dinasti Tong. Banyak patung hilang kepalanya karena dijarah pada awal abad 20. Beberapa patung Budha yang besar tingginya ada lebih 30 meter. Sangat menarik. Tidak sering, seingat saya, cerita silat mengambil setting di sini. Ataukah ada?
Sambil duduk melihat patung utama di Longmen Shiku, terbetik di pikiran, kenapa dipilih tempat ini? Apakah karena sungai It Hoo di depannya? Atau karena 15 km saja dekatnya di Selatan Lok Yang? Lalu apa fungsinya? Apakah cuma sebagai wihara? Kenapa dekat sungai? Apakah supaya terjamin tersedianya air untuk para rahib Budha yang tinggal di sini?
Begitu banyak turis lokal yang datang dan pemandu lebih bercerita kapan patung ini dibuat, pada dinasti apa, gaya patungnya apakah masih banyak pengaruh India atau mulai ada pengaruh lokal, tapi belum menjawab pertanyaan “kenapa” tadi. Agaknya para ahli sejarah belum sepakat kenapa demikian. Tetapi paling tidak kawasan ini sekarang menjadi tertata rapi dibanding beberapa tahun lalu.
Dalam perjalanan pulang ke Lok Yang kembali melintasi daerah pemukiman yang mulai padat lagi, di dataran inilah dulu terjadi banyak pertempuran, suara kendaraan bis-bis berisi turis lokal dan mancanegara sekarang menggantikan derap serdadu dan derap kuda dalam pertempuran. Entah berapa banyak pertempuran pernah terjadi di dataran di luar dan seputar Lok Yang ini.
Entah di mana letak istana Dongzhuo, Diaochan dan Lubu. Si nona Diaochan lah yang berkorban sehingga Dongzhuo dan anak angkatnya Lubu jadi bermusuhan dan arah sejarah di cerita Sam Kok (San-Guo) jadi berubah. Ya inilah Lok Yang, dulu ibukota Dinasti Han Timur…
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
REFERENSI