Budaya-Tionghoa.Net | Belum lama aku sempat bertukar pikiran dengan sahabat-lamaku orang Tiongkok , yang datang dari Tiongkok. Aku selalu berpendapat perlunya bertukar fikiran langsung dengan sahabat-sahabat orang-orang Tiongkok, mengenai situasi Tiongkok sekarang. Masalahnya, tinggal mencari kesempatan untuk itu. Belum lama ini syukurlah muncul juga kesempatan itu.
Boleh dibilang tidak ada satu minggu berlalu di dunia pemberitaan, — pers, radio dan TV mancanegara, khususnya di dunia Barat, — yang tidak memberitakan tentang Tiongkok. Ada berita yang menyoroti segi-segi negatif ketimbang yang positif. Sering dikira itu berita tentang Tiongkok itu berita positif, namun, kemudian ada selipan yang negatif. Ternyata maksud sesungguhnya berita tsb memang menceriterakan sesuatu yang negatif tentang Tiongkok. Sekarang zamannya orang menomorsatukan kebebasan, kebebasan menyatakan pendapat dan menyiarkannya.
|
Jadi berita-berita yang macam-macam tentang Tiongkok, itu boleh-boleh saja. Tinggallah pada kita sendiri bagaimana mencernakannya. Banyak orang pada dasarnya mengambil sikap yang bersahabat dengan Tiongkok dan bersimpati dengan rakyatnya. Tetapi ada juga orang-orang yang sejak awal bertitik tolak dari sikap yang antipati terhadapnya, terutama terhadap kekuasaan di Tiongkok sekarang. Umumnya mereka itu adalah fihak-fihak yang menganut faham anti-Komunis. Karena pemerintahan Tiongkok adalah pemerintah Komunis dan dipimpin oleh Partai Komunis, maka mereka mengambil posisi anti-Tiongkok. Namun, terhadap rezim di Taiwan mereka tidak antagonis. Bahkan mendukung politik AS zaman Perang Dingin, yaitu politik ‘Dua Tiongkok’. Atau politik ‘satu Tiongkok’ dan ‘satu ‘Taiwan’. Jadi mendorong berdirinya Taiwan yang separatis.
Mereka-mereka yang anti-Komunis itu, dengan bertolak dari faham anti-Komunisnya, yang mengambil posisi antagonis terhadap rezim di Tiongkok sejak berdirinya RRT —– pada umumnya menyatakan bahwa, sebenarnya, kata mereka, sejak era Deng Xiaobing, Tiongkok sudah bukan Sosialis lagi. Tiongkok sudah melaksanakan sistim Kapitalis. Partainyapun sudah bukan partai Komunis lagi. Hanya nama saja yang Komunis. Namun, orang-orang yang sama itu juga, —- sama nyaringnya menabuh genderang, memperingatkan dunia, tentang bahaya munculnya superpower baru, yaitu Tiongkok. Orang bisa mengambil kesimpulan, mereka itu bukan pertama-tama menentang sisitim apa yang dijalankan di Tiongkok, tetapi, mereka tidak ingin ada satu Tiongkok yang bebas berdiri sendiri dan kuat di segala bidang. Mereka menghendaki Tiongkok terpecah-belah dan tegantung pada luar. Mereka mendambakan dunia yang dikuasai dan ‘dipimpin’ oleh AS dan sekutu-sekutunya. Mereka mengimpikan suatu ‘Pax Americana’ di dunia ini.
* * *
Dari sinilah bisa dilihat, masih hidupnya di kalangan Barat dan pada mereka yang sepandangan dengan politik ‘Perang Dingin’ dunia Barat, yang ingin diteruskannya strategi ‘China containment policy’. Bisa diikuti dengan jelas bahwa politik ‘China containment’ ini sekarang menggunakan merek atau iklan baru, yaitu mencanangkan kepada dunia: ‘Waspada terhadap superpower baru: Tiongkok’.
Untuk melengkapi input mengenai Tiongkok, maka ada baiknya a.l. mendengar langsung dari orang Tiongkok bagaimana pendapat mereka sendiri tentang Tiongkok yang ramai dibicarakan orang itu.
Ini lebih-lebih lagi terasa perlu bagi orang seperti aku. Karena pengetahuan-langsung yang kuperoleh di lapangan mengenai Tiongkok, adalah mengenai situasi Tiongkok selama aku bekerja dan berdomisili di negeri itu pada periode 1966-1986, dan dalam tahun 1998. Tahun 1998 itu kami, istriku Murti dan aku, diundang oleh Perkumpulan Tiongkok untuk Persahabatan dengan Luarnegeri . Sejak itu, waktu — sudah berlalu hampir 10 tahun sejak kunjunganku terahkir ke Tiongkok.
Meskipun belum mengunjungi Tiongkok lagi, — dengan mengikuti perkembangan Tiongkok lewat media mancanegara dan membaca sendiri yang dipublikasikan media Tiongkok berbahasa Inggris, serta siaran Radio Beijing berbahasa Indonesia, —- maka bisa dikatakan bahwa dalam jangka waktu 9 – 10 tahun belakangan ini , di Tiongkok tak terjadi perubahan baru yang fundamentil, yang berbeda dengan situasi 9-10 tahun yang lalu. Pemahamanku ini dilengkapi belakangan dengan kesempatan bertukar fikiran dengan orang-orang Tiongkok sendiri, orang-orang biasa, bukan pejabat atau politikus. Dengan demikian maka lumayanlah bisa diperoleh gambaran yang bisa diandalkan tentang Tiongkok sekarang.
* * *
Pengenalanku tentang Tiongkok sekarang singkatnya adalah sebagai berikut:
Sejak Tiongkok menempuh kebijakan ekonomi (pasar) pada akhir tahun 1970-an, diprakarsai dan dirintis oleh Deng Xiaoping, — bisa disaksikan dan dirasakan dampaknya oleh dunia bisnis, bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok maju melesat, melebihi pertumbuhan ekonomi negeri manapun didunia ini. Tiongkok telah menjadi lebih kuat di bidang ekonomi dan pertahanan. Secara umum terdapat peningkatan yang menonjol taraf kemakmuran. Pertumbuhan ini sampai sekarang masih berlangsung terus. Pasar dunia dibanjiri oleh komoditi produk Tiongkok. Segi lainnya, Tiongkok aktif mengarahkan pandangannya ke bagian-bagian lain dari dunia ini, mencari bahan-bahan baku dan bakar untuk perkembangan ekonomi, khususnya industrinya.
Terakhir diberitakan oleh pers mancanegara, bahwa RRT adalah satu-satunya negara di dunia , yang, — bukan saja, — tidak lagi punya utang luarnegeri, tetapi negara yang DEVISANYA dikatakan besar kemungkinan yang paling banyak cadangan uang dolarnya. Sedangkan AS sudah menjadi negara yang paling banyak utangnya.
Kebijakan ekonomi pemerintah Tiongkok dewasa ini, diakui terus terang oleh yang bersangkutan, punya dampak sampingan yang serius. Orang-orang yang menjadi kaya, menjadi makmur, tumbuh dengan cepat sehingga menimbulkan lapisan masyarakat, yang di Tiongkok dibilang, YANG KAYA DULUAN. Orang luar menilainya sebagai lapisan klas tengah, yang berangsur-angsur tidak saja punya peranan dan pengaruh di lapangan ekonomi, tetapi juga di lapangan politik. Dikatakan a.l ini bisa disaksikan dalam konstitusi Partai Komunis Tiongkok yang sudah diperbaharui, yang membuka pintu bagi elemen-elemen kapitalis. Ini bisa dikatakan sebagai suatu perkembangan di bidang teori dan praketk pembangunan partai oleh kaum Komunis Tongkok. Bisa juga dikatakan sebagai sesuatu yang baru samasekali. Komentar lain mengatakan bahwa ini merupakan suatu ‘penyimpangan’ dari faham Marxisme.
Kebijakan pembangunan ekonomi Tiongkok dewasa ini, seperti yang kudengar sendiri dari yang bersangkutan, adalah berkat penyimpulan dari kegagalan mereka, mengurus ekonomi negeri menurut pola, contoh pembangunan ekonomi sosialis model Uni Sovyet. Dalam suatu pembicaraan dengan sementara kader-kader Tiongkok, dinyatakan kepadaku, bahwa penyimpulan tentang jalan sosialis Sovyet itu, dipadukan dengan penyimpulan kegagalan ekonomi sosialisme menurut konsep Mao. Yaitu, yang ingin cepat-cepat mencapai sosialisme dan komunisme, melalui pembangunan sistim Komune Rakyat, Maju Melompat Besar (Great Leap Forward) dan kemudian Revolusi Besar Kebudayaan Proletar. Pimpinan Tiongkok pasca Mao menyimpulkan bahwa mereka harus menempuh jalan lain. Tidak boleh meniru apa yang negeri lain lakukan. Disimpulkan untuk menempuh sosialisme yang khas Tiongkok, yang mereka namakan Sosialisme Tiongkok. Strategi baru ini menempatkan masalah berputarnya roda ekonomi pada tempat pertama. Karena hanya melalui jalan ini, bisa memecahkan masalah raksasa yang dihadapi oleh negeri dan bangsa ini. Yaitu bagaimana memecahkan masalah sandang dan pangan lebih seribu juta penduduk yang dari tahun ke tahun bertambah terus jumlahnya. Padahal lahan pertanian Tiongkok tidak tambah-tambah, kata mereka.
Aku ingat betul, ketika Revolusi Kebudayaan sedang berlangsung, dijelaskan pada kami ketika itu, bahwa, PM Chou En-lai (Zhou Enlai ) sesungguhnya telah merintis strategi ini, ditengah-tengah berlangsungnya Revolusi Kebudayaan. Chou memberikan petunjuk yang terkenal, yaitu ‘Cengkam Revolusi Dorong Maju Produksi’. Tiongkok memberanikan diri menempuh jalannya sendiri, dengan memberlakukan kembali hukum ekonomi pasar, dan menggalakkan tenaga produktif semaksimal mungkin.Mengakui segi-segi berguna dari sistim kapitalis.
Di satu fihak dipertahankan arah pembangunan negeri sesuai konsep Sosialisme Tiongkok. Juga kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok tetap dipertahankan. Cabang-cabang ekonomi yang merupakan urat nadi ekonomi negeri, tetap dikuasai negara. Di lain fihak ekonomi-pasar dipraktekkan secara besar-besaran. Modal dalam negeri maupun asing diundang untuk membuka usaha mereka dengan persyaratan yang menarik. Bidang-bidang usaha ekonomi, mulai dari produksi kecil-kecilan sampai industri yang besar-besaran bisa dengan leluasa dikelola oleh individu-individu dan perorangan atau gabungan perorangan. Sehingga tidak sedikit yang mengomentari bahwa ekonomi kapitalis telah pulih di Tiongkok.
Benar, kebijaksanaan baru di bidang ekonomi, telah menghasilkan pertumbuhan produksi dan pertumbuhan ekonomi yang amat pesat.Tapi bukan tanpa dampak negatif yang kurang dapat perhatian pemerintah. Sehingga di kalangan kaum tani yang dirugikan dan tidak dapat pengurusan yang baik dari pemerintah, tidak sedikit yang mendambakan situasi sebelum ekonomi pasar bebas dilancarkan. Mereka mengidap nostalgi dan rindu pada periode pemerintahan Mao dikala pendidikan, kesehatan rakyat, perumahan dan kesempatan kerja diurus oleh pemerintah.
Dampak lainnya dari kebijakan ekonomi baru itu ialah jumlah pengangguran membengkak dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Praktek korupsi berlangsug dari daerah sampai ke pusat. Masalah pendidikan menjadi soal besar. Karena pendidikan tidak lagi cuma-cuma seperti zaman Mao. Ini membikin pusing dan problim besar pada banyak orangtua yang miskin. Mereka tidak dapat jawaban bagaimana nasib pendidikan anak-anaknya kelak. Kaum tanipun banyak yang dirugikan oleh pejabat setempat yang mengutamakan pendirian perusahaan-perusahaan tanpa memperhatikan nasib kaum tani yang digusur dari situ dengan ganti rugi yang sangat tidak memadai.
Dampak negatif lainnya, misalnya, seperti yang dilihat sendiri oleh salah seorang teman yang musim panas yang lalu berkunjung ke Tiongkok. Ia menyaksikan munculnya secara menyolok pelacur-pelacur di Tiongkok. Hal ini tampak jelas di kota-kota besar, seperti Beijing, Shanghai dan Canton, katanya. Yang dibandingkannya dengan periode Mao, ketika pelacuran adalah sesuatu yang dilarang keras dan diancam hukuman. Sehingga ia bertanya-tanya hendak ke mana Tiongkok Sosialis? Dikemukakanya juga tentang meningkatnya kriminalitas dalam masyarakat, a.l. penggunaan ganja dan heroin.
* * *
Gejala-gejala penyakit sosial, seperti yang dikemukakan diatas, seperti pengangguran, korupsi, kriminalitas, pelacuran dan penggunaan ganja, yang di masyarakat di dunia kapitalis bukan sesuatu yang aneh atau langka. Tetapi hal itu dalam masyarakat sosialis Tiongkok periode Mao, dikenakan tindakan hukuman keras. Sehingga orang luar tidak melihat samasekali gejala-gejala tersebut . Meskipun, di dalam masyarakat sosialis sekalipun, bukan tidak ada samasekali penyuakit-penyakit sosial tsb.
* * *
Harus dicatat bahwa di Tiongkok dewasa ini, pemerintahnya tidak tutup mata terhadap ketimpangan sosial serta kritik-kritik yang diajukan terhadap dampak sampingan jalan baru yang mereka tempuh. Secara terbuka pula pemerintah mengakui kekurangan-kekurangan dan pelbagai penyakit sosial yang dihadapinya, seperti pengangguran, perbedaan yang menganga antara yang miskin dan yang kaya, urbanisasi, polusi, kriminalitas, pelancuran, korupsi dsb. Bahkan terhadap tindak korupsi pemerintah telah mengambil langkah-langkah yang dianggap oleh dunia luar Tiongkok ‘keterlaluan’ , seperti hukuman mati terhadap pelanggaran korupsi besar-besaran, atau tindak kriminil lainnya.
Dari pelbagai sumber bisa diketahui bahwa pemerintah yang sekarang ini, khususnya tahun lalu, telah lebih banyak mengambil langkah-langkah kongkrit untuk menangani masalah-masalah yang muncul tadi, dengan mencapai hasil-hasil tertentu.
Pada kawan-kawanku orang-orang Tiongkok, kutanyakan langsung, apakah pemerintah Tiongkok yang sekarang ini, pemerintah yang berkemuan baik. atau tidak? Dijawabnya dengan tegas: YA, PEMERINTAH SEKARANG INI BERKEMAUN BAIK. Mereka mengambil langkah-langkah kongkrit ke arah perbaikan.
Mengusahakan kemakmuran rakyat dan keadilan sosial, adalah urusan primer pemerintah Tiongkok sekarang . Mereka tahu bahwa di dunia ini, kecuali jalan Sosialis Tiongkok yang mereka tempuh sekarang, terdapat pelbagai konsep dan praktek sistim sosial. Selain apa yang dilaksanakan misalnya, di Vietnam, Korea Utara dan Cuba, — juga ada yang dipraktekkan oleh kaum Sosial Demokrat di Eropah Barat. Di kalangan masyarakat Tiongkok, khususnya di kalangan cendekiawan ilmu sosial, lembaga ilmu dan masyarakat umumnya , tidak sedikit yang tertarik dan mengadakan studi terhadap konsep dan cara kaum Sosial Demokrat Eropah mengelola masyarakat menuju kemakmuran dan keadilan sosial.
Ketika aku mengajukan masalah ini pada awal mereka menempuh jalan Sosialisme Tiongkok, dan ketika bertemu beberapa tahun yang lalu, mereka mengemukakan bahwa, mereka harus dengan rendah hati belajar dari negeri-negeri lain yang mengusahakan kemakmuran dan keadilan sosial bagi rakyatnya.
Apa yang kami sedang lakukan sekarang ini, kata mereka, adalah suatu usaha, suatu eksperimen, yang masih harus dilihat hasilnya kemudian. Tetapi itu suatu usaha. Menghidupi rakyat yang lebih satu bilyun, kata mereka, bukanlah soal yang sederhana. Kuikira sikap mereka ini rendah hati. Apalagi bila dilihat bahwa jalan yang mereka tempuh sekarang ini menampakkan hasil-hasil yang tidak kecil di bidang pertumbuhan ekonomi dan konsolidasi negara Tiongkok.
* * *
Bicara soal demokrasi sehubungan dengan sistim sosial yang dipratekkan di Tiongkok sekarang , barangkali menarik untuk membaca sebuah komentar, dimuat di mingguan Amerika,’Time Magazine’, 12 Febr 2007, ruangan Letters, yang oleh redaksinya diberi judul ‘the RISE of a New SUPERPOWER’. Tulis pembaca Christina Feng dari Malvern, Pennsylvania, US:
“Artikel kalian melebih-lebihkan kekurangan demokrasi di Tiongkok, halmana mengarah ke spekulasi tentang kemungkinan bencana global dan peperangan. Namun, demokrasi tak bisa dipakasakan terhadap sesuatu nasion’hal itu harus tumbuh dan berakar dan bertahan-lama. Tiongkok sudah jauh sekali meninggalkan rezim feodal yang dialaminya seratus tahun yang lalu, dan Tiongkok akan mencapai demokrasi dengan cara dan syarat-syaratnya sendiri. Strategi Tiongkok untuk memenuhi kebutuhannya atas sumber-sumber alam, dilakukannya dengan damai. Persaingan heibat untuk mendapatkan sumber-sumber alam tidak menyisihkan kerjasama internasional. Barangkali Tiongkok akan mempersekutukan strateginya dengan AS, bila AS menghentikan campur tangannya terhadap masalah intern Tiongkok dan mulailah mencari tujuan-tujuan bersama seperti misalnya, perdamaian dan kemakmuran dunia’.
Demikian a.l. pendapat seorang pembaca ‘Time Magazine’ , warga negara Amerika Serikat asal Tionghoa, yang tinggal di Amerika. Pendapatnya itu pantas dijadikan input dalam usaha untuk mengenal Tiongkok. (Bersambung)
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua