Budaya-Tionghoa.Net|Ini merupakan buku yang bagus mengenai sejarah Dolly, yakni salah satu kawasan pelacuran terbesar di Surabaya. Banyak orang yang pernah mendengar mengenai Dolly, namun belum mengetahui bagaimana sejarahnya. Lokasi geografis Dolly dipaparkan sebagai berikut (halaman 32):
|
Judul buku :
Dolly:
Membedah Dunia Pelacuran Surabaya,
Kasus Kompleks Pelacuran Dolly
Penulis : Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar.
Jumlah halaman : 156
Penerbit : Grafiti Pers, April 1982.
“Kompleks Pelacuran “Dolly” berada di kawasan Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kotamadya Surabaya. Hanya sebuah jalan sepanjang kurang lebih 150 meter dengan lebar sekitar 5 meter beraspal cukup halus, hasil Proyek Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Project) tahun 1977. Tepatnya, kompleks pelacuran ini berlokasi di Jalan Kupang Gunung Timur V raya. Kalau Jalan Tunjungan dianggap sebagai pusat atau jantung Kota Surabaya, kompleks pelacuran ini bisa dicapai dalam waktu kurang lebih 10 menit dengan kendaraan bermotor. Rentangan antara pusat kota dan kompleks pelacuran “Dolly” ini kurang lebih 1 1/2 kilomenter.”
Dengan demikian, Dolly terletak tidak jauh dari pusat kota Surabaya. Kawasan ini baru hidup saat malam hari; sementara itu, kondisinya saat siang hari tidak begitu menarik (halaman 33):
“Kehidupan daerah “Dolly” di siang hari menampilkan wajah-wajah “asli” wanita penghuninya, tanpa make up, atau kalaupun memakai make up tak begitu menyolok, hanya polesan tipis menghiasi wajah-wajah mereka.”
Bagaimana sejarah berawalnya Dolly?
Dahulu kawasan ini merupakan makam Tionghua yang meliputi wilayah Girilaya sekarang hingga batas makam Islam di Putat Gede (halaman 33-34):
“Arkian, dahulu daerah Putat Jaya-termasuk kompleks Pelacuran “Dolly”-merupakan makam Cina. Baru sekitar tahun 1966 daerah ini “diserbu” para pendatang dengan menghancurkan bangunan-bangunan makam. Menurut informasi yang diperoleh dari salah seorang penduduk yang saat itu turut dalam kegiatan bongkar membongkar itu, makam dibongkar karena telah dinyatakan pemerintah daerah, makam Cina itu tertutup bagi jenazah baru, dan kerangka lama harus dipindahkan oleh ahli warisnya.”
Ini mengundang orang mendapatkan tanah bekas makam tersebut, baik dengan membongkar bangunan makam, menggali kerangka jenazah yang ada, atau cukup hanya meratakannya saja. Selanjutnya tanah tersebut dapat diklaim oleh pemilik barunya.
Setahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 1967, muncul seorang wanita yang katanya dulu juga merupakan pelacur bernama Dolly Khavit di kawasan yang dulunya makam Tionghua tersebut. Ia kemudian menikah dengan seorang pelaut Belanda dan merupakan pendiri rumah pelacuran pertama di jalan yang sekarang bernama Kupang Gunung Timur I. Wisma miliknya antara lain bernama “T,” “Sul,” “NM,” dan “MR.” Tiga di antara empat wisma itu disewakan pada orang lain. Demikianlah asal mula nama “Dolly.”
Ivan Taniputera , 15 Juni 2012
http://www.facebook.com/notes/ivan-taniputera/sejarah-dolly/10151028962636942