Budaya-Tionghoa.Net | Banyak orang menyamakan Zheng He dengan tokoh bernama Dampo Awang. Dampo Awang sebenarnya adalah tokoh yang terkenal dalam masyarakat Jawa terutama di pesisir utara Jawa Tengah.
|
Dalam reog Ponorogo juga terdapat tokoh yang bernama juragan Dampo Awang. Menurut Dr. Pigeaud dalam permainan topeng Kediri juga dikenal seorang tokoh Dampo Awang dengan topeng berhidung merah panjang dan bersenjata cambuk.
Dari berbagai cerita rakyat yang terdapat dibeberapa daerah di Jawa itu, menurut Amen Budiman tokoh yang bernama Dampo Awang itu tak ada persamaannya dengan tokoh Zheng He, yakni sebagai laksamana yang diutus kaisar Tiongkok untuk menjalankan misi muhibah itu.
Namun penanggung jawab sejarah Cirebon, Pangeran Suleman (P.S.) Sulendraningrat menulis kisah berikut: “Dampu Awang” itu, pedagang bangsa Cina kaya raya yang beragama Islam. Dulunya (ia) identik dengan nama…Sam Po Kong atau Sam Po Toa Lang atau Sam Po Toa Jin atau Sam Po Bo. [2]
Begitu banyak mitos yang beredar di tanah Jawa tentang tokoh bernama Dampo Awang ini, tak cuma di Kedu, Cirebon, dan bahkan yang paling aneh adalah kisah legenda Dampo Awang di daerah Rembang & Lasem.
Legenda tersebut menceritakan konon setelah sampai di Lasem, Dampo Awang berniat memperistri adik dari Sunan Bonang. Sunan Bonang mengajukan syarat, apabila Dampo Awang dapat membuat perahu yang bisa terbang, maka ia dapat meminang adiknya.
Syarat tersebut disanggupi oleh Dampo Awang, dengan perahu terbang tersebut Dampo Awang pulang ke negeri Tiongkok dan kembali ke Lasem lagi. Namun Sunan Bonang merasa marah karena ada yang dapat menandingi kesaktiannya, ia mengambil sumpit saktinya, dan dengan sumpit itu membuat perahu tersebut jatuh berantakan.
Konon, layar perahu Dampo Awang menjadi Gunung Layar di daerah Lasem dan jangkarnya jatuh di pantai Rembang (kini ada di Taman Kartini, Rembang). [3]
KIAI JURU MUDI = DAMPO AWANG
Menurut tradisi masyarakat Tionghoa khususnya di Semarang, Kiai Juru Mudi adalah seorang Tionghoa, pengikut Laksamana Zheng He, orang kedua dari pimpinan ekspedisi laut itu bernama Wang Ching Hong (Ong King Hong), suatu hari tiba-tiba ia sakit parah waktu armada itu menyusuri pantai utara Jawa.
Sam Po memerintahkan membuang sauh dan menyusuri Kali Garang. Tidak jauh dari pantai ada sebuah bukit bergua. Di tempat itu Sam Po tinggal dan pengikutnya mendirikan pondok untuk merawat Ong.
Setelah sembuh Zheng He melanjutkan perjalanan, sedang Ong tetap tinggal di tempat itu. Mereka giat berkebun dan bersawah ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Para pengikut itu kemudian kawin dengan pribumi setempat. Ketika ia wafat pada usia 87 tahun, Ong dimakamkan di tempat itu, makamnya dipuja maupun diziarahi oleh orang-orang Tionghoa atau orang Islam.
Ada sementara pihak meragukan tradisi ini, namun menurut penelitian sementara ahli Tionghoa diketahui, bahwa dalam tahun 1434, Wang Ching Hong atau Ong King Hong mendapat tugas memimpin misi ke Sumatera untuk menyampaikan bela sungkawa kaisar Tiongkok kepara raja setempat karena adiknya telah meninggal di Beijing.
Wang Ching Hong tertimpa kecelakaan di kapalnya dan meninggal jauh dari pantai pulau Jawa. Meskipun banyak dugaan dari berbagai pihak bahwa yang dimakamkan sebagai Kiai Juru Mudi itu orang lain, tetapi penulis Amen Budiman berangapan bahwa besar kemungkinan yang dimakamkan di kompleks Gedung Batu itu memang benar Ong King Hong (Intisari No. 188 – Maret 1979).
Dalam bukunya Semarang Riwayatmu Dulu, Amen Budiman pada halaman 15 jelas-jelas menyebutkan kalau Dampo Awang itu nama Jawa dari Ong King Hong.
[1] Th Pigeaud, ahli sejarah Jawa yang disetarakan dengan Raffles, penulis laporan Chinesse Muslims in Java in the 15th Centuries: The Malay Annals of Semarang and Cerbon (1984).
[2] P.S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon, Balai Pustaka, Jakarta, 1985
[3] Suripan Sadi Hutomo, op.cit., 1996, halaman 131.
Ditulis oleh Kwa Tong Hay & Ling Ling