Peta : Zhenghe’s Maritime Expeditions (Cambridge – Ming p234 )
Budaya-Tionghoa.Net |
|
Zheng He lahir dari keluarga Islam, Ayah dan kakeknya pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah., tapi ibunya memuja Dewi Kwan Im. Pada tahun Yongle ke-11 (1413) ia pernah pergi ke Xi-an, minta bantuan tenaga penterjemah. Hasan, imam masjid Qing-jing-si menawarkan diri untuk berangkat bersama dia. Hasan-lah yang sering berperan dalam melakukan doa kepada Allah untuk keselamatan pelayaran.
Pada tahun Yongle ke-15 (1417), Zheng He menyempatkan diri singgah di Quanzhou. Di sana ia berziarah ke makam leluhur Islam di Lingshan, dan berdoa memohon perlindungan. Sebuah prasasti yang berbunyi, “Komandan armada kerajaan dan duta besar ke mancanegara Zheng He, demi menjalankan tugas negara, akan berlayar melewati lautan besar menuju ke negeri Hormuz. Hari ini, tanggal 16 bulan 5 tahun Yongle ke-15 (1417) telah berjiarah kemari memohon berkah agar selalu mendapat perlindungan-Nya selama pelayaran. Semoga Allah memberkati.”
Zheng He ternyata juga seorang pemeluk Buddhist yang taat, ia pernah di tahbiskan dengan nama Fu-shan. Guru spirituilnya adalah Yao Guangxiao, atau Dao-yan, seorang pendeta Buddha yang menjadi penasehat utama Yan-wang. Dari Dao-yan ia belajar banyak sekali ilmu pengetahuan dan filsafat termasuk ajaran Kong-zi dan Meng-zi. Sering kali ia berdana untuk kuil-kuil Buddha, Beberapa ribu kitab suci Da-zhang-jing, dicetak atas perintahnya dan disumbangkan ke kuil-kuil Buddha terkemuka. Tujuannya jelas adalah agar para Buddha dan roh-suci yang lain memberikan perlindungan selama pelayarannya. Karena merasa banyak memperoleh berkah dari para Buddha, sebagai rasa syukur ia mencetak kitab-kitab suci agar lebih banyak orang bisa mempelajari kebijaksanaan dan kebesaran Buddha. Zheng He juga aktif menggunakan falsafah Buddhisme dalam menjalankan misi diplomatiknya. Untuk mempererat hubungan negeri-negeri yang dikunjungi dengan kerajaan Ming, ajaran Buddhisme yang dipahaminya sangat berperan. Di dalam negeri Tiongkok sendiri, Zheng He banyak berderma ke kuil-kuil Buddha antara-lain Nan-shan Ta-si di Changle, Fujian, Wu-hua-si di Yunnan, Jin-shan-si di Zhenjiang dan Huang-hou-si di Beijing. Tidak hanya itu saja, kuil-kuil itu juga dipugar dan dilengkapi dengan pagoda. Pagoda yang dibangun Zheng He masih bisa dilihat antara lain di kuil Bao-en-si di Nanjing.
Zheng He berlayar sebanyak 7 kali, dalam kurun waktu 30 tahun, jarak yang ditempuh sekitar 100.000 li atau 50.000 km. Ia mondar-mandir dari Lautan Hindia, Lautan Pasifik dan Laut Arab, serta mengunjungi kurang-lebih 30 negara. Selama itu dewa utama yang menjadi tempat ia memohon bila sedang berada dalam bahaya adalah Mazu.
Mazu, seorang gadis nelayan bernama Lin Moniang berasal dari pulau Meizhou di Kabupaten Putian, Propinsi Fujian yang dilahirkan pada tahun 960 Masehi. Mulanya hanya penduduk setempat yang menganggapnya sebagai wanita sakti yang muncul dan memberikan pertolongan pada saat mereka dalam keadaan bahaya di tengah laut. Sebab itu mereka percaya barang siapa menyebut namanya ketika menghadapi bahaya, entah itu angin taufan atau gangguan orang jahat, dewi Mazu akan datang memberikan pertolongan. Kelenteng pemujaan Mazu pertama kali didirikan di Meizhou, pulau kelahirannya, kemudian menyebar ke kota pelabuhan penting Quanzhou dan selanjutnya kota Hangzhou, Dandong, Yingkou, Qinhuangdao, Shanghai, Ningbo dan Guangzhou lalu merata di seluruh Taiwan.
Pemujaan Mazu yang begitu luas membuktikan bahwa Tiongkok tidak hanya negera daratan, tapi juga satu negara maritim yang penting. Mazu yang disebut juga Tian-fei atau Tian-hou (Permaisuri Surgawi), tidak hanya menjadi pujaaan rakyat jelata tapi juga merupakan salah satu dewi yang banyak sekali memperoleh gelar kehormatan dari kerajaan. Pada tahun Xuan-he ke 5, Dinasti Song, Kaisar menganugerahkan gelar Sun-ji Fu-ren (Wanita agung yang mengantar pertolongan). Tahun Zhi-zheng ke18 Dinasti Yuan, ia dianugerahi gelar Tian-fei , dan tahun Kang-xi ke 13 (1675 Masehi) digelari Tian-hou (Permaisuri Surgawi). Sedang gelar teragung yang kita kenal sampai sekarang : Tian-shang Shen-mu (天 上 聖 母) atau Thian Siang Seng Bo (lafal Hokkian) dianugerahkan oleh Kaisar Dao-guang pada jaman Dinasti Qing tahun 1840.
Tahun 1122, Lu Yundi diutus oleh Kaisar Song ke Korea. Rombongan kapalnya berantakan dihantam badai. Lu Yundi sendiri selamat secara ajaib berkat pertolongan Dewi Mazu. Sejak itu bila akan pergi bertugas ke negeri seberang lautan, ia selalu menyempatkan diri bersembahyang di kelenteng Mazu. Dan di kapal yang ditumpainya ditempatkan altar untuk memuja sang dewi. Tahun Jia-qing ke 11 Chen Kan berangkat sebagai utusan kerajaan ke Liuqiu (Kep. Ryu-kyu) Ia menenpatkan altar pemujaan untuk Tian-fei di tingkat atas bangunan bertingkat dua yang terletak di buritan kapalnya. Di atas kapal kapal Zheng He tidak disangsikan lagi pasti di tempatkan altar semacam itu.
Zheng He mendirikan batu peringatan di kelenteng Tian-hou di pelabuhan Liu-jia-gang dan di Changle. Batu prasasti di kedua kelenteng itu kira-kira berbunyi sebagai berikut: “Layar-layar kapal kami terkembang, melaju siang-malam, menerjang gelombang meniti buih, mengarungi samudra, laksana meluncur di jalan raya, semua ini berkat perlindungan dan bimbingan dari Tian-fei”. Jadi jelas sekali bahwa Zheng He mengakui keberhasilan pelayarannya itu tak bisa lepas dari lindungan Dewi Mazu.
Ditulis oleh Kwa Tong Hay
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Angkatan Muda Tridharma Jawa Tengah
DAFTAR PUSTAKA