Photo Credit : Medan 1925, Tropenmuseum
Budaya-Tionghoa.Net | Etnis Tionghoa Indonesia mempunyai ciri-ciri khas dalam etnis Tionghoa di dunia, dalam jangka waktu yang panjang, selalu menarik perhatian pengamat dan sarjana masalah etnis Tiongha di dunia. Etnis Tionghao Indonesia mempunyai 3 ciri-ciri khas: Pertama, jumlah etnis Tionghoa Indonesia terbanyak dibandingkan dengan etnis Tionghoa negara-negara lain, masyarakat umum Indonesia mengira, jumlahnya kira-kira 10 juta orang, merupakan 1/4 dari jumlah etnis Tionghoa sedunia; Kedua, Indonesia pernah merupakan salah-satu negara yang paling diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di dunia ini, terutama kerusuhan Mei 1998 yang tujuan diarahkan kepada etnis Tionghoa dan melanggar HAM menarik perhatian opini dan protes massa sedunia, umum sangat prihatin haridepan etnis Tionghao Indonesia: Ketiga, etnis Tionghoa sedang berangsur-angsur mengintegrasikan diri kedalam masyarakat arus pokok Indonesia, bagaimana hari depan mereka dalam membangun masyarakat harmonis dan Indonesia baru perlu di kaji selanjutnya.
|
印尼华人融入当地主流社会的现状、挑战和发展趋势
Keadaan Dewasa Ini, Tantangan dan Prospectife
Etnis Tionghoa Indonesia Mengintegrasikan Diri Kedalam Masyarakat Arus Pokok Setempat
Oleh : 温北炎(广州) Wen Beiyan (Guangzhou)
Keadaan Dewasa ini Etnis Tionghoa Indonesia Mengintegrasikan Diri Kedalam Masyarakat Arus Pokok Setempat
1, Proses Perubahan Etnis Tionghoa Dalam Sejarah
Dalam sejarah etnis Tionghoa datang di Indonesia sudah lama sekali. Menurut catatan dalam kitab sejarah Tiongkok, pada zaman Dinasti Han (tahun 131 M), sudah ada hubungan resmi antara Dinasti Han di Tiongkok dengan Yavadwipa di Indonesia. Pada abad ke-7 kerajaan Tang mulai ada hubungan kebudayaan dan keagamaan Budha dengan kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-15 masa Dinasti Ming, seorang muslim Tiongkok Zhenghe memimpin barisan kapal telah 3 kali mendarat di kerajaan Majapahit untuk menjalin hubungan perdagangan dan kebudayaan. Sejak itu banyak orang keturunan Tionghoa mulai merantau dan menetap di Nusantara.(H. Max Mulyadi Supangkat: <Cakrawala Indonesia>, Yayasan Sinar Kebajikan, 2002 M , Jakarta). Setelah itu, Indonesia dibawah jajahan Belanda selama 3,5 abad lamanya. Pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Menurut data statistik bersangkutan, pada tahun 1860, perantau Tionghoa di Indonesia ada 221 ribu orang, tahun 1900 ada 537 ribu orang, 1920 ada 809 ribu orang, tahun 1930 mencapai 1190 ribu orang. Pada awal bad 19 sampai Perang Dunia II, di Tiongkok banyak terjjadi peperangan dan bencana alam, lebih banyak orang Tionghoa merantau ke Nusantara. Sampai akhir abad ke-20, berapa banyk orang Tionghoa di Indonesia belum ada statistik resmi. Menurut pakar Universita Koenell, Amerika Serikat, orang Tionghoa ada 6 juta orang, waktu terjadi kerusuahan Mei 1998, banyak mass media dunia memberitakan etnis Tionghoa ada 8 juta orang. Mantan presiden Indonesia Megawati Soekarnoputri mengunjungi Tiongkok ppada tahun 2003, menerima wawancara wartawan Tiongkok mengatakan etnis Tionghoa di Indonesia ada 20 juta orang. Duta besar RI unntuk RRT Bapak M.Y. Sudrajat mengatakan etnis Tionghoa di Indonesia ada 14 juta orang. Masyarakat umum mengira etnis Tionghoa di Indonesia ada 10 juta orang, merupakan 4 – 5% dari total penduduk Indonesia.
Etnis Tionghoa Indonesia 98% telah masuk warganegara Indonesia, turun-temurun hidup di tanah lahirnya Indonesia. Sejarahwan dan pakar di Asia Tenggara biasanya membagikan etnis Tionghoa dalam 3 golongan menurut latar belakang pendidikannya: 1, golongan etnis Tionghoa Sinke (totok), yang lahir di Tiongkok atau menerima pendidikan bahasa Mandarin; 2, golongan etnis Tionghao perannakan yang dilahirkan di Indonesia dan menerima pendidan Indonesia atau Barat; 3, golongan generasi muda yang nyata sekali keIndonesiaannya. Golongan ke-2 dan ke-3 merupakan 70% dari etnis Tionghoa.
2, Etnis Tiongkok Indonesia Berangsur-angsur mengintegrasikan Diri Kedalam Masyarakat Arus Pokok Setempat.
Pada Januari 2002, atas kerjasama suatu yayasan masyarakat etnis tionghoa di Indonesia, kami mengadakan jajak pendapat mengenai “Pengintegrasian etnis Tionghoa kedalam masyarakat arus pokok setempat”. Hasil jajak pendapat kami rumuskan sebagai berikut di bawah ini:
Pertama, Bidang Politik: Etnis Tionghoa Loyal Kepada Tanahairnya Indonesia. Tentang identitas negara dan kewarganegaraan: hasil jajak pendapat menunjukakan, mayoritas mutlak etnis Tionghoa telah memilih kewarganegaraan Indonesia, menjadi warga setempat. Dalam pertanyaan “Kewarganegaraan Anda ?”. 97% warganegara Indonesia, 3% warganegara Tiongkok, yang usia 20 dibawah 100% warganegara Indonesia.
Tentang keloyalan kepada tanahair Indonesia, mayoritas etnis Tionghoa mencintai tenahair sendiri Indonesia, menyatakan bersedia untuk bersatu dengan rakyat setempat mengatasi kesulitan yang berat. Tentang hubungan etnis Tionghoa dengan penduduk setempat. Meskipun terjadi peristiwa kerusuhan Mei 1998, dalam mana etnis Tionghoa mengalami pukulan dan kerugian yang berat, tetapi mereka toh masih tetap mencintai tanahairnya Indonesia, kebanyakan masih merasa hidup di Indonesia “baik” dan “agak baik”.
Tentang partisipasi kehidupan politik, kebanyakan etnis Tionghoa berpendapat perlu berpartisipati dalam kehidupan politik pemerintah setemapat, misalnya ada yang mendirikan partai poliitik etnis Tionghoa, ada yang masuk partai poliitik nasional, menjadi pegawai negara, manjadi tokoh profesional dsb.
Kedua, Bidang Sosial Budaya: Mayoritas Etnis Tionghoa Telah Berangsur-angsur Mengintegrasikan Diri Kedalam Masyarakat Arus Pokok Setemapt, Tetapi Mempertahankan Adad dan Budaya Tradisionil Sendiri.
Etnis Tionghoa belajar dan menguasai bahasa Indonesia, juga menghargai bahasa Tionghoa. Ini menunjukkan etnis Tionghoa mengintegrasikan diri kedalam masyarakat Indonesia, juga ingin mempertahankan adad dan budaya tradisionil sendiri. Jajak pendapat menunjukakan, etnis Tionghoa 100% dapat berbahasa Indonesia. Pemuda-pemudi dan setengah baya etnis Tionghoa berpendapat bahasa Indonesia merupakan “mother tongue” (bahasa ibu). Dalam pekerjaan, pergaulan dan kegiatan sehari-hari, bahasa Indonesia merupakan bahasa paling penting. Etnis Tionghoa juga ingin belajar bahasa Inggris, untuk mencari lowongan kerja yang lebih baik. Dalam pertanyaan “Bahasa apa yang digunakan di rumah?”. Yang menggunakan bahasa Indonesia 98%, bahasa Tionghoa 36,9%, bahasa dialek Tionghoa Hakka, Hokkian, Kongfu 13,1%, bahasa Inggris 4,2%.
Etnis Tionghoa berpendapat perlu mempertahankan budaya tradisionil diri sendiri, ini sesuai dengan masyarakat multikultur Indonesia. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, menghormati kemajemukan bangsa dapat menjamin kesatuan dan persatuan negara dan bangsa, mempertahankan budaya tradisionil etnis Tionghoa menguntungkan masyarakat majemuk Indonesia. Dalam pertanyaan “Apakah Anda dan keluarga Anda merayakan hariraya tradisionil Tahun Baru Imlek, Cengbeng, Pecun, Hariraya Bulan Purnama?” Yang merayakan Tahun Baru Imlek 93,5%, Cengbeng berziarah ke kuburan orang tua 69%, merayakan Pecun dengan makan bakcang 54,2%, merayakan hariraya Bulan Purnama 55,4%, yang tidak merayakan hanya 6,5%.
Dalam pertanyaan “Bagaimana tanggapan Anda mengenai sampai kemana jauhnya pengintegrasian etnis Tionghoa dngan masyarakat Arus Pokok Setempat?” Yang menjawab “sangat baik” 14,9%, menjawab “bisa saja” 50,6%, “belum mengintegrasikan diri” 33,3%, tidak tahu 1,2%. Hasil jajak pendapat menunjukkan mayorotas etnis Tionghoa telah berangsur-angsur mengintegrasikan diri kedalam masyarakat arus pokok setempat.
Ketiga, Ekonomi Etnis Tionghos Telah merupakan Komponen Penting dari Ekonomi Bangsa Indonesia.
Sumbangan penting etnis Tionghoa dalam pembangunan ekonomi Indonesia ialah: Ekonomi etnis Tionghoa telah merupakan komponen penting dari ekonomi bangsa nasional, data menunjukakan, mereka tidak menguasai ekonomi Indonesia. Ekonomi etnis Tionghoa mempunyai keunggulan dalam bidang modal, teknik, perlengkapan, pasaran dalam dan luar negeri serta pengalaman menajemen, dalam pembagunan ekonomi nasioanl mereka telah memberi sumbangan yang penting; Perusahaan etnis Tionghoa berkembang dari pedagang tradisionil ke usaha industri terutama dalam usaha industri manufektur dan usaha service, ekonomi etnis Tionghoa dalam globalisasi ekonomi memainkan peranan posiitif; Perusahaan etnis Tionghoa 95% keatas merupakan perusaan sedang dan kecil, mereka dalam pemulihan ekonomi nasional setelah krismon memberi sumbangan yang penting.
3, UU RI No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI Mendorong Etnis Tionghoa Lebih Lanjut Mengintegrasikan Diri Kedalam Masyarakat Arus Pokok Setempat.
UU RI No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tersebut menunjukakan di bumi Indonesia tidak ada lagi Pribumi dan non-Pribumi. “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.” UU Kewarganegaraan Baru tersebut dapat sambutan hangat dari etnis Tionghoa.
Tantangan
1, Pemerintah Pusat dan Lokal Perlu Melaksakan UU No.12 Kewarganegaraan RI 2006 dengan Baik, Menghapus Peraturan yang Tidak Sesuai Dengan UU Tersebut.
Indonesia mulai memasuki periode demokrasi dan reformasi, hukum belum terlaksana dengan baik, masih menemui banyak kesukaran dalam menjalankan hukum. Misalnya sementara tempat dan pejabat masih tidak tegas melaksanakan UU No.12 Kewarganegaraan, etnis Tionghoa masih perlu menunjukkan Surat Bukti Kewarganegaraan RI (SBKRI) waktu mengurus Surat Lahir, Surat Kawin, Surat Kartu Penduduk dsb. Karena iitu, Kantor Imigasi, Kantor Urusan Sipil, Kantor Pendidikan dari Pemerintah perlu mengkoordinasi urusan tersebut dengan baik.
2, Dalam Masyarakat Masih Terdapat Pandangan Diskriminasi dan Perlakuan Tidak Adil Terhadap Etnis Tionghoa. Di Indonesia, masih terdapat pandangan bahwa etnis Tionghoa merupakan orang luar, mereka non-pribumi, tetapi menyicip penghidupan yang lebih baik dari peibumi. Pandangan diskriminasi dan kurang adil masih terdapat di masyarakat.
3, Kesenjangan sosial mudah memancing timbungnya kerusuhan sosial.
Kerusuhan Mei 1998 Indonesia telah menggemparkan seluuruh dunia, telah mensabot kesetabilan politik, ekonomi dan sosial Indonesia, citra negatife Indonesia didunia sangat berat. Pemerintah dan masyarakat Indonesia telah menarik pelajaran dari peristiwa Mei 1998.
Indonesia telah memasuki zaman demokrasi dan reformasi, politik, ekonomi dan sosial berpulih berangsur-angsur, kepercayaan umum dan dunia mulai pulih, ini suatu perubahan yang baik dan positif bagi Indonesia. Indonesia sedang maju dan berkembang, tetapi karena unsur-unsur yang rumit, ekonomi makro Indonesia diakui baik, tetapi ekonomi mikro masih belum membaik, penganggur dan orang miskin masih banyak , kesenjangan sosial sangat berat, Indonesia merupakan salah –satu negara yang kesenjangan soisalnya masih berat didunia. Dibawah hasutan oknum extrim dan poliitikus yang tidak bertanggungjawab, mudah timbul kerusuuhan sosial, dan biasanya ujung tombaknya diarahakan terhadap etnis Tionghoa, mereka menjadi kambing hitam dalam kerusuhan. Sebetulnya etnis Tionghoa yang kaya tidak banyak, mayoritas lapisan sedang dan rakyat kecil, sepaerti di Tanggerang dan Singkawang dan banyak tempat, etnis Tionghoa seperti penduduk lain hidup dan bekarja seperti rakyat kecil.
4, Ancaman Konflik Etnis dan Agama di Indonesia Masih Berat.
Karena kesenjangan sosial dan unsur politik yang rumit, di Indonesia masih terdapat ancaman konflik enis dan agama, ini telah diakuikan pejabat tinggi dan umum. Pada Desember 2007, di Pontianak, Kalimantan Barat terjadi peristiwa kerusuhan. Mula-mula hanya terjadi percekcokan antara seorang Tionghoa dengan orang Melayu, akhirnya terjadi kerusuhan, banyak orang merusakkan mobil, rumah dan sebuah kelenteng etnis Tionghoa. Untung pemerintah Pontianak mengambil tindakan yang tegas, mengirim banyak polisi mengendalii situasi, mengadakan perundingan antara tokoh masyarakat etnis Tionghoa dan etnis Melayu, hanya beberapa hari, peristiwa Potianak reda, masyarakat merasa lega hati. Ini pengalaman yang baik bagi pemerintah setempat, dalam waktu yang pendek dikerahakan alat negara untuk mengendalikan situasi dan segera mengadakan permusyawarahan tokoh etnis, mencari jalan keluar unutk keharmonisan etnis.
Prospektif dan Usulan
1, Hubungan Kemitraan Strategi Tiongkok-Indonesia Menguntungkan Etnis Tionghoa Hidup Dalam Masyarakat Harmonis.
Untuk memperingati HUT ke-55 Berjalinnya Hubungan Diplotatik Tiongkok-Indonesia dan HUT ke-50 Konferensi Asia-Afrika Bandung, Presiden Tiongkok Hu Jintao mengunjungi Jakarta untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika ke-2 pada bulan April 2005. Seusai Konferensi presiden Hu mengadakan kunjungan resmi di Indonesia, dan telah menandatangani persetujuan hubungan kemitraan strategi RRT-RI dengan presiden Susilo Bambang Yhudhoyono. Ini merupakan dokumen bersejarah dalam hubungan kerjasama persahabatan Tiongkok-Indonesia, dan telah mendorong maju hubungan RRT-RI ke tingkat baru. Selama 3 tahun ini, Hubungan kemitraan RRT- Indonesia berkembang pesat. Etnis Tionghoa sebagai jembatan persahabatan memaninkan peranan lebih aktif dalam mendorong maju hubungan ekonomi dan budaya kedua negara.
Pengalaman sejarah menunjukkan, zaman hubungan RRT-RI baik, lingkungan hidup etnis Tionghoa juga baik; sebaliknya zaman hubungan RRT-RI membuuruk, lingkungan hidup etnis Tionghoa juga memburuk. Hubungan RRT-RI memasuki periode paling baik dalam sejarah, akan mendorong lebih lanjut etnis Tionghoa Indonesia mengintegrasikan diri kedalam masyarakat arus pokok setempat.
2, Yang Penting Pemerintah Indonesia Perlu Mejalankan Kebijakan Non-diskriminasi dan Sama-rata terhadap Etnis Tionghoa, Masyarakat setempat dengan masyarakat etnis Tionghoa juga perlu bersama-sama membangun masyarakat harmonis.
Pada perayaan Tahun Baru Imlek 2558 (tahun 2007 M) Presiden Indonesia SBY dalam sambutannya mengatakan: “Indonesia adalah sebuah mozaik yang indah. Sebuah bangsa yang adaptif dan kaya-warna. Berbagai budaya dan agama tumbuh subur dan berkembang di Indonesia, hidup berdampingan secara damai, rukun, harmonis selama kurun waktu berabad-abad. Inilah modal yang harus kita kelola dengan baik. Janganlah kita mengulang kekeliruan di masa lalu.” Presiden menegaskan lagi, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dan masyarakat Tionghoa adalah bagian integral dari bangsa Indonesia. Masyarakat Tionghoa yang lahir, tumbuh dan hidup di tanah-air Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahakan dari rakyat Indonesia. “Tidak bolleh lagi ada perlakuan yang tidak adil di negeri ini, Tidak boleh ada saling curiga diantara anak bangsa, Marilah kita bangun dan masuki era baru kehidupan berbangsa dan beraneka yang penuh harmonis dengan semangat dan keikhlasan yang tinggi.” (<SINERGI INDONESIA>, Jakarta, April 2007,h.4). Inilah petunjuk dan wejangan Presiden SBY yang sangat penting dan berharga bagi semua bangsa Indonesia. Masyarakat setempat dengan masyarakat etnis Tionghoa perlu bersama-sama membangun masyarakat harmonis di Indonesia.
3, Pemerintah RRT Perlu Dengan Keras Membedakan Hoakiao(Oversea Chinese,华侨) dengan Etnis Tionghoa ( Hoaren, 华人,华裔).
Hoakiao (Oversea Chinise) itu adalah orang Tionghoa di luar negeri yang masih memegang paspor Tiongkok; Etnis Tionghoa itu adalah orang Tionghoa di luar negari yang telah masuk waganegara setempat, telah menjadi warga negara itu. Dilihat dari hukum, etnis Tionghoa adalah orang asing, dilihat dari budaya, mereka masih berdarah Chinese, Tiongkok menganggap mereka family sendiri.
Pada dewasa ini di dunia ini, 90% ke atas Hoakiao(Oversea Chinese) telah masuk warganegara setempat, di Indonesia 98% Hoakiao telah menjadi penduduk setempat.
Dalam puluhan tahun ini, Pemerintah dan sarjana Tiongkok sudah membedakan garis pemisahan antara Hoakiao dan Etnis Tionghoa, ini perlu di pertahankan. Sayangnya sementara pejabat dan mass media Tiongkok tidak membedakan, sehingga timbul kekeliruan dalam pekerjaan dan penukaran budaya dan sosial, ini perlu dikoreksi.
4, Etnis Tionghao Indonesia Sedang Belajar Pengalaman Etnis Tionghoa Malaysia dalam Mempertahankan Hak Warga Negara.
Masyarakat umum berpendapat masyarakat suku bangsa (etnis) di Malaysia lebih marmonis daripada di Indonesia. Indonesia dan Malaysia, sama-sama negara muslim, bahasanya mirip, penduduk etnis Tionghoa terbanyak di dunia, etnis Tionghoa kedua negara perlu saling belajar dari pengalamannya masing-masing.
(Penulis: Wen Beiyan, professor Universitas Jinan, Guangzhou, Tiongkok)
Via : Chan Chung Tak , 33718
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa