Ternyata, dalam kesehariannya, Kwee Tek Hoay sungguh adalah seorang jenaka dan berpandangan terbuka, seperti diungkapkan cicitnya, Susi Kohar, “Orang yang lucu, pintar berkelakar. Dia sangat demokratis. Tidak seperti orang zaman dulu, yang tradisi minded. Dia sangat terbuka wawasannya. Apa yang baik dari barat dan timur diambil oleh almarhum KTH.”
Penutup
Demikianlah sedikit ulasan tentang Kwee Tek Hoay.
Sedikit tambahan:
– Budayawan Romo Mudji Sutrisno, SJ, dalam diskusi di Bulungan tahun 2005 juga menyatakan sangat mendukung itikad Teater Bejana mengangkat karya-karya pengarang Indonesia-Tionghoa dan menghidupkan kembali tradisi China di Indonesia berdasarkan kenyataan yang dulu benar-benar pernah ada di negeri ini. Menurutnya, Teater Bejana perlu diacungi jempol untuk usahanya ini, kendati dana yang dimiliki sangat terbatas dan cukup sulit mencari sponsor yang bersedia mendukung pertunjukan ini. Bagi Romo Mudji, Teater Bejana memiliki satu keunggulan dibanding Teater Koma yang pernah pula mengangkat Sam Pek Eng Tay, karena meskipun sama-sama berlatar budaya China tetapi cerita China klasik ini bukan karya pengarang Indonesia dan juga tidak berlatar di Indonesia.
– Untuk keperluan pementasan, biasanya saya menambahkan lirik-lirik lagu untuk dinyanyikan dan dimainkan para pemusik dari kelompok Mahagenta, yang mengiringi pertunjukan dengan alat musik tradisional Tionghoa-Betawi seperti kecapi dan tanjidor. Saya juga melakukan penyesuaian, penambahan, maupun pengurangan tokoh, adegan, dan dialog sesuai kebutuhan, dengan menyesuaikan bahasa dan lakuan tokoh sedekat mungkin dengan gaya asli pengarang.
– Bahasa Melayu Tionghoa atau sering juga disebut Melayu Pasar, memiliki kekhasan tersendiri dalam struktur kalimat maupun kosakatanya. Bahasa ini, pada masa itu memang lebih banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah dan kaum etnis Tionghoa dan Betawi-Sunda. Namun, hingga saat ini, banyak kosakatanya yang sudah diakui sebagai kosakata baku bahasa Indonesia dan beberapa kosakata yang mungkin terdengar asing oleh etnis non-Betawi atau non-Tionghoa, kini masih digunakan oleh masyarakat Betawi asli dan etnis Tionghoa pinggiran, seperti di Tangerang.
Semoga tulisan ini mampu makin memperkenalkan kekhasan bahasa dan budaya Melayu Tionghoa yang sudah sepantasnya kita lestarikan, kepada para penikmat sastra umumnya dan penggiat teater khususnya.
Sumber tulisan:
- Nonton Tjapgomedan Zonder Lentera – Kwee Tek Hoay (dalam Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia Jilid 4 – Penyunting: Marcus AS dan Pax Benedanto, Kepustakaan Populer Gramedia, 2001)
- PENTJOERI – Tooneelstuk dalem Satoe Bagian – Kwee Tek Hoay, diterbitkan Drukkerij Moestika, Batavia, cetakan I, 1936.
- Press release yang disebar ke media massa, berdasarkan diskusi di Warung Apresiasi Bulungan, 7 Februari 2005 – Veronica B. Vonny
- Berbagai sumber tentang riwayat hidup Kwee Tek Hoay
- “Pentingnya Memahami Sejarah Sastra Indonesia: Kapan Kesustraan Indonesia Lahir?” – Faizal Muzaqi , Minggu, 20 Mei 2012 (http://faizalmuzaqi.blogspot.com/2012/05/kapan-kesustraan-indonesia-lahir.html)
- “Kwee Tek Hoay : Harta Terpendam Sastra Indonesia” (http://kbr68h.com/saga/77-saga/20596-kwee-tek-hoay-harta-terpendam-sastra-indonesia, Maret 2012, seperti disalin FP Majalah Hikmah Tridharma (https://www.facebook.com/HikmahTridharma/posts/409064869152304, 30 Juli 2012 (tulisan asli di web kbr68h.com sudah tidak ada)
- “Catatan Singkat Kwee Tek Hoay, Oleh Marga Singgih & Yasa Singgih” – Fanspage FB Majalah Hikmah Tridharma; (https://www.facebook.com/HikmahTridharma?ref=stream)
Lampiran: Beberapa foto pementasan
Seusai pentas Pentjoeri Hati, GKJ, 7-8 Agustus 2010.
Sumber : http://proto.areamagz.com/alpha/backend/media/data/entry_images/2010/08/10/bejana-areamagz3_full.jpg
Zonder Lentera
Oleh : Veronica B. Vonny
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa