Seminar Sehari
Pengaruh Falsafah dan Budaya Tionghoa terhadap Ilmu Pengetahuan dan Bidang Kehidupan di Nusantara
Minggu, 29 November 2015
Waktu : 09.45 – 11.45 WIB
Universitas Parahyangan Fakultas Filsafat
Jl. Nias 2, Bandung
Judul Makalah: Pengaruh Falsafah Tiongkok yang tersirat dalam Seni arsitektural Tiongkok klasik terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi perancangan bangunan di Indonesia.
Sidhi Wiguna Teh
Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara, jakarta.
Abstrak
Fengshui sebagai salah satu ilmu yang menjadi trend perlu digali untuk menemukan akarnya sehingga slogan east meet west tidak sekedar kosmetik yang akan berkembang dan kemudian layu dengan cepat.
Pendekatan filosofis perlu dilakukan untuk bisa menemukan hal yang lebih esensial sehingga manfaat dari penerapan ilmu fengshui dapat berjalan daqn salah kaprah yang terjadi dimasyarakat dapat diminimalisir.
Kata Kunci: Fengshui, Yi Jing, East meet West, Akar
Pendahuluan
Berubahnya konstelasi kekuatan dunia yang mulai bergeser ke Timur sejak keberhasilan Deng Xiaoping (1904 – 1997) membangkitkan rakyat Tiongkok dari tidur panjangnya membuat Tiongkok mulai dilirik dan menjadi kiblat bagi banyak aspek kehidupan.
Mencermati perkembangan budaya Tiongkok di Indonesia yang sempat terpasung selama beberapa dekade dan lalu bangkit sejak kepemimpinan Dr. K. H. Abdurrahman Wahid (1940 – 2009) atau yang popular dipanggil Gus Dur (Presiden Indonesia ke 4) dan sempat mengalami euforia, perlu mendapat arah yang benar untuk dituju.
Seni arsitektural Tiongkok klasik yang dibawa masuk oleh para perantau asal Tiongkok ke Nusantara yang lalu berasimilasi dengan kebudayaan setempat memberi warna tersendiri bagi perkembangan budaya nusantara yang pada dasarnya telah begitu beragam.
Dalam kesempatan ini saya membatasi diri hanya membahas pengaruh ilmu fengshui terhadap arsitektur di Indonesia.
Ilmu dan peradaban Tiongkok
Sebagai salah satu peradaban tertua di dunia membuat pemikiran-pemikiran dari tokoh-tokoh Tiongkok menarik untuk dipelajari, dari begitu banyak penemuan baik terhadap ilmu pengetahuan maupun budaya atau peradaban (science and civilization), fengshui merupakan salah satu ilmu yang menjadi trend dan dipelajari dibegitu banyak belahan dunia sejak tahun 1980 an, tetapi perkembangan ilmu fengshui pada waktu itu di Indonesia tidaklah menggembirakan karena hadirnya banyak konsultan fengshui dalam tanda petik, banyak paranormal atau dukun yang melabelkan diri sebagai ahli fengshui sehingga membuat masyarakat kita menjadi rancu terhadap ilmu fengshui dan mengkaitkannya dengan mistik dan klenik.
Beruntung akhirnya tokoh-tokoh yang kompeten mulai muncul dan membawa arah baru bagi perkembangan ilmu fengshui sehingga akhirnya ilmu ini mulai bisa diterima oleh berbagai pihak bahkan juga dunia akademik dengan hadirnya mata kuliah ilmu fengshui baik di jurusan arsitektur maupun jurusan terkait lainnya seperti jurusan interior dan jurusan lansekap.
Teori Yi Jing dan penerapannya
Seperti yang kita ketahui bahwa teori dasar dari ilmu fengshui adalah Yi Jing (易 經), yang popular disebut sebagai Theory of Change atau teori perubahan, menurut pendapat saya teori ini boleh dikatakan sebagai Theory of Everything karena selain memberikan pengaruh begitu besar terhadap falsafah kehidupan, teori ini dapat diaplikasikan dalam banyak aspek kehidupan seperti seni perang, seni bela diri, seni pengobatan, seni membaca nasib, hingga ke seni perletakan seperti fengshui.
Prof. Gunawan Tjahjono dalam makalahnya pada seminar nasional Arsitektur Tionghoa di Jawa (8 Juni 2012) di Universitas Tarumanagara memaparkan apa yang oleh sejarahwan Inggris Peter Watson kemukakan, bahwa orang Tionghoa tak mengembangkan logika identitas dan filsafat substansi, oleh sebab itu tak terdapat gagasan sebab akibat yang menyuburkan ilmu pengetahuan. Namun mereka mengembangkan logika korelasional dan pemikiran analogikal.
Teori perubahan yang terdiri dari teori-teori seperti teori Yin Yang, Ba Gua, Wu Xing, dua belas phase kehidupan dan sebagainya perlu dipelajari secara utuh karena teori-teori ini saling terkait dan berhubungan serta memiliki hidden elements (Elemen tersembunyi) diantara teori tersebut. Sehingga barangkali teori ini perlu dipahami dengan pendekatan logika korelasional dan pemikiran analogikal. Pemahaman yang sebagian-sebagian seringkali menyebabkan praktisi kehilangan arah dan menjadi bingung.
Beberapa teori yang ditemukan oleh ilmuwan Barat yang ternyata mirip dengan teori dari Yi Jing antara lain seperti :
Teori Wu Xing (5 elements) dengan teori yang diketemukan oleh Antoine Laurent Lavosier (1743 -1794) yang mengatakan “unsur-unsur dalam reaksi kimia, tidak ada yang diciptakan atau dimusnahkan, unsur-unsur itu hanya tersusun kembali dalam kombinasi baru “. Bukankah hal ini mirip seperti apa yang disampaikan oleh Liu An bahwa api melahirkan menjadi tanah, tanah melahirkan logam, logam melahirkan air dan seterusnya.
Liu An Antoine L. Lavosier
( 179 – 122 SM) (1743-1794 M)
Teori Ba Gua dengan Risalah William Gilbert
Early Heaven Ba Gua Pergerakan Medan Magnetik Bumi
Sumber: Dokumen Penulis Sumber: Dokumen Penulis
Pada gambar di atas terlihat bahwa Qian gua terletak di selatan dan Kun gua terletak di utara, kita tahu bahwa Qian gua berarti aktif dan Kun gua berarti pasif, untuk sebuah proses gerak tentunya pihak yang aktif akan bergerak menuju pasif, demikian yang digambarkan oleh Fu Xi melalui He Tu yang kemudian dikembangkan menjadi Xian Tian Ba Gua (Early Heaven Ba Gua).
Kita lihat apa yang yang disampaikan oleh William Gilbert (1544-1603) dalam risalahnya tentang magnet yang mengatakan bahwa “Bumi memiliki jiwa magnetis. Bumi adalah magnet raksasa dan medan magnetik bumi bergerak dari kutub selatan bumi menuju kutub utara bumi.”
East meet West
Dalam penerapan dari arsitektur Tiongkok yang sering juga disebut arsitektur bergaya oriental yang dipadukan dengan arsitektur modern membuat kita sering mendengar slogan East meet West, perangcang-perancang sering tertarik pada daun dan bunga yang tampak yang memang memancarkan paduan warna yang indah dan menarik, jarang yang mau menggali akar yang tertutup tanah. Banyak orang lebih tertarik pada bentuk dan warna, hanya orang-orang tertentu yang berminat mempelajari konsep apalagi mengenai teori dasar yang seringkali sangat rumit. “While others are admiring the leaves and flowers, we are digging for the roots, leaves and flowers may blossom and wither, but the roots will stay still.” Demikian quote yang sering saya sampaikan akan pentingnya kita menggali akar dari ilmu yang kita pelajari, dengan menemukan akar, kita tidak lagi berkutat pada permukaan dari desain kita yang style maupun trend nya akan silih berganti, kita menerapkan sesuatu yang lebih esensi dan prinsipil dalam perancangan kita karena pada dasarnya nilai sebuah perancangan bukan hanya mengenai hal yang tangible melainkan juga melingkupi hal yang intangible seperti teori dasar dan medan ruang (yang akan kita bahas di belakang).
Filosofi ilmu perancangan
Banyak tokoh filsuf yang memberikan sumbangsih pemikiran terhadap apa itu ruang, ruang sendiri merupakan bahasa paling mendasar dari ilmu perancangan, mulai dari Plato, Aristoteles dan sebagainya hingga Rene Descartes (1596-1650) yang memperkenalkan grid cartesian x,y dan z, yang ternyata memberi pengaruh sangat besar bagi perkembangan ilmu arsitektur di barat sampai sampai tokoh sekaliber Le Corbusier (1887-1965) menyatakan bahwa “Geometri –ilmu pengetahuan tentang ruang tidak membutuhkan lebih dari 3 dimensi”. Beruntung ada tokoh arsitek yang tidak kalah berpengaruh yaitu Frank Lloyd Wright yang menyatakan bahwa “Para arsitek kini tidak lagi terbelit oleh ruang Yunani, melainkan telah bebas memasuki ruang milik Einstein” tulisnya dalam Organic, ia menasehati kita agar mendengarkan Lao Zi sekali lagi.
Apa yang sebetulnya yang disampaikan oleh Lao Zi tentang ruang tidak lain adalah sebagai berikut:
Tiga puluh batang jari –jari
berpusat pada sebuah titik tengah,
adalah lubang dipusat yang menjadikannya berguna.
Sebagai ruang tektonik.
Membentuk bejana dari tanah liat,
adalah rongga di dalam yang
menjadikannya berguna.
Sebagai ruang stereotonik.
Pintu dan jendela dalam sebuah ruang,
adalah lubang pintu dan jendela
yang membuat ruang nyaman di huni.
Sebagai ruang transisi.
Karena itu yang “tangible” memberi keuntungan,
Yang “intagible” membuatnya berguna.
Lalu apa yang membuat Frank Llyod Wright menyatakan bahwa para arsitek telah bebas memasuki ruang milik Einstein, berbeda dengan pendapat Le Corbusier yang terpaku pada geometri 3 dimensi, Albert Einstein (1879 – 1955) mengatakan “Ruang sebenarnya sebuah medan dan bukan suatu ‘ruang kosong’ yang tergantung pada keempat parameter yang menyangkut ketiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu.
Dalam fisika relativitas, kita tidak pernah bisa berbicara tentang ruang tanpa membicarakan waktu, dan demikian juga sebaliknya”.
Selanjutnya mari kita simak apa yang disampaikan oleh Profesor Gunawan Tjahjono tentang huruf (間) Jian, menurut beliau huruf tersebut merupakan kata kunci yang dapat mengungkapkan cara berpikir orang Tionghoa tentang arsitektur. Huruf (間) Jian ini terdiri dari dua buah huruf yaitu huruf (門) men dan huruf (日) ri.
(間) Jian artinya antara, antar dan ruang. Apabila huruf (間) Jian bergabung dengan huruf (房) fang sehingga membentuk kata房間fang jian artinya adalah kamar (pang keng dalam dialek Fujian).
(門) men artinya bukaan, pintu, gerbang, katup, cara untuk melakukan sesuatu, sekte agama. Sedangkan (日) ri artinya hari, matahari dan tanggal.
Dari sini bisa kita lihat bahwa ruang dalam cara berbahasa orang Tionghoa menggambarkan hadirnya pintu yang didirikan untuk memberi tanda keluar dan masuk, untuk menunjukkan suatu ambang batas bagi mereka yang melewatinya, pintu hadir untuk menyediakan suatu keantaraan. Selain itu ruang juga harus mendapatkan sinar matahari. demikian tulis Profesor Gunawan Tjahjono dalam makalahnya. Tetapi kalimat yang paling menarik bagi saya adalah “Rangkaian kata ini menghadirkan gagasan matra yang kini umumnya dipahami khalayak sebagai matra keempat”.
Kehadiran huruf (日) ri yang memiliki arti “hari” (waktu) terdapat dalam huruf (間) Jian yang memiliki arti “ruang”, hal ini jelas terjadi jauh sebelum Albert Einstein menyatakan konsep ruangnya bahwa ruang dan waktu itu merupakan satu kesatuan.
Fengshui dan Arsitektur
Topik pembahasan tentang pengaruh Falsafah Tiongkok yang tersirat dalam Seni arsitektural Tiongkok klasik terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi perancangan bangunan di Indonesia perlu dilakukan tidak sekedar kosmetik melainkan perlu menggali lebih dalam ke akar karena East meet West bisa lebih dari sekedar perpaduan gaya oriental dengan gaya modern.
Dari pengalaman saya sebagai praktisi Fengshui sekaligus Arsitek, boleh dibilang tidak pernah menghadap permasalahan yang tidak bisa terpecahkan secara teknis, sinergi dari kedua ilmu ini tidak akan mengurangi tuntutan efisiensi dan efektifitas ruang serta nilai estetika dari sebuah bangunan.
Para praktisi fengshui sedikit banyak perlu memahami tentang efisiensi dan efektifitas ruang serta nilai estetis, begitu pula sang arsitek, sudah waktunya untuk lebih membuka diri dalam menerima permintaan dari pemakai jasa untuk menerapkan fengshui pada bangunannya.
Apabila dalam tuntutan dunia keilmuan yang mana salah satu syaratnya adalah tentang pengulangan yang memberikan hasil yang sama, disini kita perlu hati hati dan perlu untuk bisa melihat akan luasnya aspek yang mempengaruhi kehidupan seseorang dan panjangnya sebuah siklus bagi sebuah perubahan, hal ini kadang membuat kita menjadi skeptis terhadap teori perubahan tersebut, hal ini tercermin seperti yang disampaikan oleh Zuangzi dengan ilustrasi yang sangat indah dalam esainya yang berjudul Autumn Flood.
井蛙不可以語於海者,拘於虛也;
夏蟲不可以語於冰者,篤於時也
(秋水)
莊子
Limited by space, a frog in a well cannot understand what is ocean.
Limited by time, an insect in summer cannot understand what ice is.
(From the Essay “Autumn Flood”)
Zhuangzi (369 BC ~ 286 BC)
Sumber: http://ctext.org/zhuangzi/floods-of-autumn
Banyaknya hal yang belum kita pahami serta banyaknya proses perubahan yang tidak kita mengerti selayaknya tidak membuat kita menjadi kerdil melainkan justru lebih bersemangat dalam menggali pengetahuan yang semakin mudah diakses di jaman informasi yang demikian canggih.
Sebagaimana tercermin dari simbol Yin Yang, malam melengkapi siang, pria melengkapi wanita, lembut melengkapi keras dan seterusnya, karena itu akan menjadi sempurna apabila pemikiran Barat dan Timur tentang konsep ruang dapat saling melengkapi dalam perkembangan ilmu arsitektur dengan mensinergikan grid Cartesian trimatra dengan luopan fengshui sehingga dengan demikian maka penerapan fengshui tidak lagi menjadi hal yang sulit diterima oleh dunia arsitektur.
Gambar Grid Trimatra dan Luopan
Sumber: Dokumen Penulis
Penanganan bagian yang tangible dari sebuah bangunan oleh arsitek dipadukan dengan penanganan bagian yang intangible dari sebuah bangunan oleh praktisi fengshui akan memberikan nilai tambah yang positif bagi pemakai jasa kedua konsultan tersebut.
KESIMPULAN
Ilmu fengshui yang telah melalui perjalanan begitu panjang dan mengalami pasang surut yang dahsyat ternyata mampu bertahan tidak lain adalah karena memang terbukti memberi manfaat bagi mereka yang menerapkannya. Efek positif dari penerapan fengshui ini lalu menyebar tidak lagi hanya bagi masyarakat Tionghoa. Ilmu ini tidak lagi eksklusif bagi masyarakat Tionghoa melainkan telah menjadi milik semua orang.
Khusus di Indonesia, penerapan fengshui telah mulai mendapat tempat dan dapat diterima secara lintas etnis maupun lintas agama walaupun masih ada sebagian kecil masyarakat yang karena kekurangan informasi yang benar tentang fengshui masih terdapat resistensi, hal ini saya yakin akan semakin berkurang sejalan dengan semakin menyebarnya informasi tentang fengshui yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Chinese English dictionary, http://www.chinese-tools.com/tools/dictionary.html, (diakses pada November 2015)
Collin, Catherine & Team (2011), The Psychology Book, Great Britain, Penguin Group
Ho, Peng Yoke (1985), Li, Qi and Shu: An Introduction to Science and Civilization in China, Hong Kong, Hong Kong University Press.
Ho, Peng Yoke (2003), Chinese Mathematical Astrology: Reaching Out the Stars, London, RoutledgeCurzon.
Tanumihardja, Jos (2004), Lao Tsu Dalam Kata-kata Bijak, Jakarta, Penerbit Obor
Teh, Sidhi Wiguna (2012), Materi Mata Kuliah Ilmu Fengshui dan Arsitektur, Jakarta, Universitas Tarumanagara
Tjahjono, Gunawan (2012), Jian, Keantaraan sebagai Konsep Ruang Orang Tionghoa: Suatu Pengantar ke Bong, Keng (Jian), dan Bio, Seminar Nasional Arsitektur Tionghoa di Jawa, Jakarta, Universitas Tarumanagara.
Van de Ven, Cornelis (1995), Ruang dalam Arsitektur edisi ketiga, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama
Yap, Cheng Hai (1999 – 2000), Materi Kursus Fengshui Modul 1 – Modul 4, Singapura, Australia dan Malaysia, Yap Cheng Hai Academy
Yap, Cheng Hai (2002), Materi Kursus Fengshui Modul Postgraduate, Taiwan, Yap Cheng Hai Academy
Yap, Cheng Hai (2003), Materi Kursus Fengshui Modul Instruktur, Malaysia, Yap Cheng Hai Academy