Budaya Tionghoa|
Pada masa sebelumnya, rakyat jelata tidak boleh menyembah “Tuhan” atau Tian dan Di. Penempatan hiolo di rumah rakyat jelata utk sembahyang Tuhan disebarluaskan oleh orang-orang Ru kemudian diadopsi pula oleh Taoisme dan Buddhisme Rakyat. Penghormatan terhadap Yuhuang Shangdi yang dimulai pada dinasti Song dan bernafaskan Taoisme kemudian berkembang di rakyat jelata dan Yuhuang Shangdi menjadi Tuhan dalam agama Hua dengan hari lahirnya tanggal 9 bulan satu sesuai dengan kepercayaan Taoism. Hal yang paling menyolok terjadi di pulau Jawa, dimana banyak kelenteng yang akhirnya membangun pendopo 亭 untuk Yuhuang Shangdi di halaman depan kelenteng.
Di Asia Tenggara, banyak tempat ibadah agama Hua itu meminta lepas kasut saat memasuki altar, pengaruh ini didapat dari kebiasaan umat Islam. Ditemukan pula beberapa yang menggunakan tempat pembakaran kemenyan yang bersanding dengan hiolo. Ini menunjukkan bahwa agama Hua mengabsorbsi kepercayaan setempat, tidak bersifat kaku dan memperlihatkan adanya tatanan kesukuan/ etnisitas ( misalnya penggunaan tebu dalam sembahyang ).
Selayaknya agama-agama lain, Agama Hua juga memiliki kitabnya. Banyak kitab agama Hua yang disusun melaliu sistem pemanggilan dewa/ mediumship. Contoh : 4 Nasehat Liao Fan 了凡四訓, Wu Gu Jing 五穀經. Selain itu juga mengadopsi kitab suci dari 3 ajaran utama, dan itu semua saling menyerap.