Budaya-Tionghoa.Net | Pabila saya lupa merendam panci atau kukusan karena menanak nasi ketan buat dijadikan tapai, bukan main sulitnya menghilangkan bekas nasi ketannya itu. Dia lengket – melekat sangat erat dan kukuh. Biasanya panci dan kukusan itu saya panaskan lagi di kompor, bahkan sampai mendidih. Sudah itu barulah saya kikis dan bekas nasi ketannya barulah hilang. Ketika itulah saya wanti-wanti berpesan pada diri sendiri – salah e dewek, kenapa tidak langsung direndam agar tidak kerja dua kali, buang-buang waktu. Sudah itu saya berpikir, betapa lengket dan lem yang dilahirkan oleh nasi ketan hitam maupun ketan putih itu, bukan main zat lengketnya – zat lemnya begitu bagus.
Dan lalu pikiran saya menerawang jauh ke tanah Tiongkok……… Ketika kami masih tinggal di Tiongkok, banyak tempat yang sudah saya lihat. Dan ada yang menarik perhatian saya ketika menjelajahi tanah Tiongkok, terutama di pedalamannya. Banyak terdapat jembatan lengkung yang menghubungkan dua daerah yang dipisahkan oleh sebuah sungai. Ada sungainya yang masih utuh – berair mengalir – dan ada sungai yang sudah tidak ada lagi airnya. Kering dan bebatuan di sana sini. Tanpa dihubungkan oleh jembatan lengkung itu, dua daerah tersebut akan saling terpisah dan orang-orang dari tanah satu ke tempat lainnya, tidak akan dapat berhubungan, kecuali jalan sungai dengan perahu.
|
Saya mengamati jembatan lengkung yang begitu gagah – kukuh dan sedap dipandangi. Ketika saya tanyakan kepada tuanrumah kami, ada jembatan lengkung yang usianya ratusan tahun, dan ada yang usianya bahkan sudah ribuan tahun. Dan jembatan lengkung itu tetap utuh – tidak rubuh oleh air hujan atau rontok – longsor oleh banjir. Dan yang lebih-lebih menarik perhatian saya, tidak ada sebatang paku-pun yang terpakai buat jembatan lengkung itu. Padahal batu yang dibentuk seperti balok es yang sangat besar, dipasang satu persatu dan dibentuk agar menuruti lengkungan yang dikehendaki si pembuatnya.
Dan dengan apa agar batu-batu yang bagaikan balok es yang sangat besar itu merekatkannya? Semua tanpa paku – tanpa besi – tanpa metal apapun. Saya mendapat keterangan, mereka merekat dan melengketkannya – mengelemnya hanyalah dengan nasi ketan! Nasi ketan dicampur telur dan ada lagi campuran lainnya yang oleh tuanrumah tentu saja tak perlu harus dijelaskan kepada saya atau rombongan saya. Dan tahulah saya, zat lem pada nasi ketan itu bukan main ampuhnya buat menyambungkan jembatan lengkung yang tahan ratusan sampai ribuan tahun! Dan jembatan lengkung itu dilalui gerobak yang isinya penuh – berat. Bahkan ada juga truk berat yang melewati atas jembatan lengkung itu. Dan jembatan lengkung itu tetap utuh – gagah dan kukuh. Dan semua itu berkat zat lem dari nasi ketan.
Lalu ketika saya mengikis bekas ampas nasi ketan yang ada di panci dan kukusan bekas saya membuat tapai ketan, barulah saya menyadari. Pabila saya lupa merendam panci dan kukusan bekas tanakan nasi ketan, alamat akan sangat sulit menghilangkannya. Bayangkan saja jembatan lengkung yang tahan ratusan sampai ribuan tahun, yang dihubungkan dengan zat lem nasi ketan. Ini di panci dan kukusan saya itu hanyalah bekas-bekas dan remah-remah yang lengket lalu menjadi kering. Sejak saya ingat semua perkara jembatan lengkung yang saya lihat dan pandangi lama-lama ketika saya masih tinggal di Tiongkok, saya tidak lagi lupa buat merendam panci atau periuk atau kukusan yang bekasmenanak nasi ketan. Pabila kelupaan, ingat saja jembatan lengkung!
——————————————————-
Holland,- 5 juni 04,-
Budaya-Tionghoa.Net | 4104