Walau siang terang
di luar – tutup semua jendela
agar di dalam jadi gelap malam
dan pesawat menembus malam dalam malam
sudah itu kami tak tahu
apakah kami ada di malam
atau ada di siang.
Kualalumpur membukakan jendela kecil
dan siang telah mengusir malam
Jakarta hanya sepelemparan batu
kalau rindu telah mengharu-biru
terasa begitru jauh bagaikan ribuan batu
dan kamu In, di mana kamu menunggu?
di jembatan lengkung?
atau di bawah jembatan Ancol?
ketika aku berdua dengan Deasy itu
mengajar anak-anak miskin
anak-anak jalanan dan pemulung
anak-anak pelacur dan preman?
maupun di luaran
mari sayang, kita cukup bersahabat
tanpa cinta – tapi penuh keakraban,-
Budaya-Tionghoa.Net | Ada kebiasaan yang baik di kalangan anggota milis jalansutra, yang saya salah seorang anggotanya. Pabila seseorang pulang dari perantauan dan datang ke Indonesia – Jakarta, akan selalu dijamu makan bersama. Dan ketika hari itu ada beberapa orang datang dari Singapura danseorang dari Paris – saya,- yang diundang makan bersama. Deasy seorang aktivis dari milis jalan sutra menilpun saya apakah saya sempat menghadiri perjamuan itu. Saya jawab, bisa dan siap. Kata Deasy, dia siap menjemput di Cibubur atau di suatu tempat. Saya tidak mengenal seorangpun anggota milis jalansutra. Dan nanti di Gedung BNI lantai 46 itu, kami akan saling bertemu, sejumlah 18 orang. Perkara Gedung BNI 46 itu, ada sedikit salah tafsir pada diri saya. Saya kira karena BNI itu didirikan pada tahun46 – lalu dinamakan BNI 46. Ternyata di BNI 46 itu ada di lantai 46,- jadi serba kebetulan, BNI 46 di lantai 46, lantai tertinggi.
Kami saling berkenalan satu sama lain. Orang yang “ditugaskan” selalu mendampingi saya, Deasy, juga datang beberapa menit sesudah kami berdatangan semua. Dan “jenderal-panglima jalansutranya” Pak Bondan Winarno memerlukan datang ke tengah kami. Saya sudah lama mengikuti banyak tulisan Pak Bondan yang sangat saya kagumi itu, dan baru malam itulah kami bertemu. Sayang Pak Bondan ada keperluan lain, sehingga tak dapat lama berada di tengah kami – dan tidak sempat makan bersama kami. Padahal saya sangat ingin menyadap semua kata-katanya – banyak sekali pengetahuan boga dan nutrisi yang ingin saya timba. Pak Bondan itu bagaikan sebuah gunung – bagaikan sebuah teluk.
Adat gunung timbunan awan – adat teluk timbunan kapal,- itulah sang resi Bondan. Pengetahuannya tentang makanan – boga – perkejuan – minuman anggur – bukan main luasnya. Saya dengan tak secuilpun ragu, menyebutkan bahwa Pak Bondan itu adalah seorang Indonesia yang betul-betul gastronomic – dan mungkin juga seorang gourmandic. Ketika dia menceritakan begitu banyak rasa keju dan minuman anggur,- saya terdiam kaku – karena apa yang diceritakannya semua benar. Padahal saya yang tinggal di Perancis selama 23 tahun, pengetahuan tentang semua ini sangat sedikit dan tipis sekali. Diam-diam saya banyak menimba pengetahuan dari semua teman-teman di milis jalansutra,-
|
Ketika tengah makan – tengah asyik cerita dan saling bertanya-jawab, teman saya Deasy bertanya apa rencana dan program saya hari-hari mendatang ini. Dan saya balik bertanya, nah, Deasy, apa rencana dan programnya.Saya agak heran, dan sulit percaya – apakah benar si Deasy ayu ini akan mengajar di bawah jembatan. Dan jembatan Ancol lagi! Lalu saya katakan kepadanya, bahwa saya ingin melihatnya dan ikut bersamanya. Dia dengan senang hati menyetujuinya dan berjanji akan mengajak saya bersama mengajar anak-anak setingkat SD. Anak-anak dari para preman – pemulung – penjambret – pengemis
dan pelacur. Saya ketika itu belum melihatnya dan belum menyaksikannya. Besok pada jam 06.00 Deasy akan menjemput saya buat sama-sama menuju bawah jembatan Ancol dan mengajar dua kelas anak-anak SD Sekolah Darurat KARTINI,-
Sekitar Jembatan Ancol
Ketika hari Sabtu itu, ada ujian pelajar kecantikan dan kapsalon. Ketrampilan menghias wajah – kepala dan rambut. Setiap calon pengikut-ujian sudah menyiapkan modelnya masing-masing. Dan sudah menyiapkan perangkat alat-alat hias dan kecantikan – sekeranjang alat-alat disiapkan di meja yang memang tersedia buat keperluan tersebut. Sejumlah 20 orang siswa segera akan menghadapi ujian. Semua pelajar yang rata-rata sudah dewasa – yang dulunya juga bersekolah di Sekolah Darurat KARTINI Ancol ini, kini terus meningkatkan kelanjutan pelajarannya. Dan semuanya berasal dari sekitar Jembatan ANCOL ini serta perumuhan kumuh Jakarta Utara.
Keadaan sekitar sekolahan dan kelas yang selalu berisi sekitar 300 murid, sesuai dengan namanya saja, perumuhan kumuh – anak-anak miskin dan anak-anak jalanan ini,- tentu saja di sana-sini banyak sampah. Bau pesing dan pemandangan bukannya buat dipandangi dan direnungi lama-lama. Sekitar Jembatan Ancol ini adalah hanya salah satu tempat pendidikan di bawah kolong
jembatan. Masih ada lagi dua tempat yang syarat-syaratnya sama. Saya hanya bisa ikut pada satu tempat ini saja, dan itupun baru pada jam 14.00 selesainya. Padahal kami berangkat dari rumah pada jam 06.00 dengan anggota jalansutra Deasy. Jumlah siswa di semua tempat ada 1600 orang. Mereka bersekolah setiap hari sebagaimana sekolah normal. Dan sudah dapat mengakuan dari pemerintah,- hanya tempatnya saja berbeda sangat. Yang lainnya – yang normalnya punya gedung sekolahan – sedangkan yang berjenis begini – selalu di bawah kolong jembatan.
Saya merasa sangat beruntung dapat bertemu dengan “pemilik Sekolah Darurat KARTINI Ancol ini” dan diajaknya bersama meninjau semua bagian kelas dan ruangan bawah-jembatan. Dua saudara kembar bernama Sri Irianingsih dan Sri Rosiyati, sangat gesit – aktive – berinisiative dan penuh semangat pengabdian kepada anak-anak rakyat miskin. Yang paling menarik yang saya heran-kagumi, semua anak-anak ini diajarkan “rasa harga diri” – diajarkan tidak boleh menadahkan tangan – tidak boleh mengemis dan tidak boleh main kencrengan di lampumerah di jalanan. Begitu pulang sekolah, harus di rumah dan mengulangi pelajaran atau main-main seperti anak-anak normal, main sepakbola – main kasti atau olahraga lainnya. Dan memang tak seorangpun di antara mereka yang menjadi pengemis – peminta-minta dan gentayangan di jalanan. Ketika mereka belum menadapatkan pendidikan begini, kebanyakan mereka adalah pengemis di jalanan dan main musik kencrengan di sekitar lampu merah di banyak simpang di Jakarta ini.
Saya sempat menikmati hasil pekerjaan ujian dari calon-calon pekerja salon ketika ujian berlangsung. Bagaimana cara mereka menghias rambut. Saya lihat dari agak kejauhan. Rambut yang ditata itu ada yang serupa monumen nasional- ada yang serupa perahu terbalik dan ada yang serupa jembatan-lengkung dan ada yang serupa sarang-tawon. Ini menurut mata saya yang barangkali belum bisa menikmati keindahan seperti para model dan para akhli kecantikan zaman kini. Ketika diumumkan siapa pemenangnya dan siapa-siapa yang mendapatkan hadiahnya – semua 99% lulus – hanya seorang yang tidak lulus – tetapi tetap
mendapatkan hadiah penghargaan. Yang lulus, mendapatkan sebuah meja hias -sebuah kaca-cermin dan sekotak alat-alat kecantikan. Dan semua mereka terlihat sangat puas dan gembira. Terlihat wajah mereka berseri-seri. Mereka berfoto sebelum membawa hadiah yang sangat mereka idam-idamkan,- bersama beberapa orang sponsor dan kontibutor dari Rotary Club yang sangat setia membantu sehingga sekolah ini bisa bertahan bertahun-tahun,-
——————————————————————————-
Jakarta,- 14 juni 04,-