Episode 62. Nabi Meninggalkan Negeri Lo
Kepala Keluarga Kwi, Kwi Hwancu diam-diam dengan menyamar berkali-kali melihat hadiah itu dan tergerak untuk menerimakannya. Kemudian membujuk Raja muda Lo ikut menjenguk dan akhirnya berhari-hari bersenang-senang di sana.
Mengetahui hal ini, Cu Lo berkata, “Sudah waktunya kita pergi, Guru.”
Tetapi Nabi bersabda, “Saat ini Negeri Lo sedang menyiapkan sembahyang besar Kau (sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa pada hari Tang Cik, 22 Desember); bila upacara dilaksanakan dengan benar, dan para pemangku dibagi barang bekas sajian, itu pertanda Aku masih boleh tinggal.”
Hadiah Negeri Cee itu ternyata secara resmi diterima; tiga hari tidak ada sidang, upacara sembahyang tidak dilakukan sempurna oleh Raja muda Lo, dan para pemangku tidak dibagi barang bekas sajian. Maka saat itu pula Nabi diiringi para murid meninggalkan Negeri Lo. Malam harinya mereka bermalam di Kota Tun, Guru Musik Tun menjumpai Nabi dan mohon penjelasan. Setelah menerima penjelasan, guru musik itu berkata, “Sungguh Guru tidak salah.”
Ketika Guru Musik Tun kembali menghadap kepala Keluarga Kwi dan menceritakan semuanya. Kwi Hwancu berkata, “Oh, aku telah melanggar bimbingan Guru karena wanita-wanita itu.” (S.S. XVIII: 4).
=================
Episode 63. Tuhan Telah Menjadikannya Genta Rokhani
Meninggalkan Negeri Lo, Nabi disertai murid-murid menujukan langkah ke Barat, ke Negeri Wee. Pada wajah para murid, banyak diantaranya nampak murung, tetapi dengan Satya mengikuti Gurunya.
Ketika sampai di daerah tapal batas, di suatu tempat yang bernama Gi, penjaga tapal batas keluar menyambut rombongan itu dan mohon dapat berwawancara dengan Nabi dengan berkata, “Setiap ada seorang Susilawan lewat di sini, aku tidak pernah tidak menemuinya.”
Oleh para murid ia disilakan menemuiNya. Setelah selesai berwawancara dengan Nabi ia berkata kepada para murid, “Saudara-saudaraku, mengapa kalian nampak bermuram durja karena kehilangan kedudukan? Sudah lama dunia ingkar dari Jalan Suci, kini Tuhan Yang Maha Esa menjadikan Guru selaku Bok Tok (Genta Rokhani)Nya .” (Sabda Suci III: 24).
Cu Khong, murid Nabi pun bersaksi, “Memang Tuhan Yang Maha Esa telah mengutusNya sebagai Nabi.”
Demikianlah Nabi telah memenuhi panggilan Firman Tuhan, menegakkan kembali, meneruskan dan enyempurnakan Ajaran Agama (Ji Kau), mengajak umat menempuh Jalan Suci, menggemilangkan Kebajikan di dalam penghidupan; untuk itu biar dengan rasa berat beliau telah meninggalkan keluarga, kedudukan, negeri kelahirannya dan mengembara mencanangkan Jalan Suci dan Kebajikan; menjelaskan tentang Cinta Kasih dan Kebenaran.
=================
Episode 64. Di Negeri Wee
Di Negeri Wee, Nabi diam di rumah Gan Tokcoo, kakak ipar Cu Lo. Raja muda Negeri Wee, Wee Ling Kong, bertanya berapa banyak Nabi Khongcu mendapat gaji di Negeri Lo. Ketika mendapat keterangan, bahwa beliau diberi 6.000 takar beras, maka ia pun memberi Nabi sejumlah itu. Ia nampaknya kagum kepada Nabi dan ingin menariknya. Tetapi tatkala ada orang yang memfitnah dan memburuk-burukkan Nabi, ia pun memerintahkan Konsun I-ke mengamat-amati beliau.
Wee Ling Kong sebenarnya seorang yang cukup baik, tetapi ia sangat lemah, peragu dan tidak mempunyai ketetapan hati. Di dalam pemerintahan ia sangat dikuasai oleh Lamcu, seorang selir dari Negeri Song yang kemudian dijadikan permaisuri; dan sangat besar pengaruh Ong Sun-ke, seorang menteri yang sangat dikasihi karena pandai menjilat.
Kepada Nabi yang tidak mau dekat kepadanya, Ong Sun-ke pernah menyindir, “Apa maksud peribahasa, ‘Daripada bermuka-muka kepada Malaikat Oo (Malaikat ruang barat daya rumah) lebih baik bermuka-muka kepada Malaikat Co (Malaikat Dapur)’ itu?” Tetapi Nabi secara tegas bersabda, “Itu tidak benar. Siapa berbuat dosa kepada Tuhan YME, tiada tempat ia dapat meminta doa.” (Sabda Suci III: 13).
Karena hal-hal yang menjemukan itu, maka hanya 10 bulan Nabi tinggal di situ dan selanjutnya menuju ke Negeri Tien.
=================
Episode 65. Dikurung Orang Negeri Khong
Dalam perjalanan menuju Negeri Tien harus melewati Negeri Khong, sebuah negara kota yang pernah diporak-porandakan dan dijarah oleh Yang Ho, pemberontak Negeri Lo itu. Kata orang, tubuh dan wajah Nabi mirip Yang Ho, maka menimbulkan kecurigaan; lebih-lebih karena Gan Kik yang menyaisi kereta bercerita dan menunjuk-nunjuk dengan pecutnya tentang peristiwa itu; ia berkata, “Aku pernah menerobos tembok yang roboh itu.”
Orang-orang Negeri Khong yang mendengar itu dan salah sangka terhadap Nabi, lalu mengurung dan menahan beliau dan murid-murid sampai lima hari.
Nabi sangat khawatir akan nasib Gan Yan yang tertinggal di belakang; ketika ia datang Nabi bersabda, “Aku cemas engkau telah mati, Hwee.”
Gan Hwee menjawab, “Bagaimana Hwee berani mati sepanjang Guru masih hidup.” Gan Hwee adalah murid yang sangat maju, masih muda dan menjadi tumpuan harapan Gurunya. Sayang, ternyata kemudian telah meninggal dunia lebih dahu lu. Sudah tahukah Nabi bahwa Gan Yan kelak akan mendahuluinya?
=================
Episode 66. Nabi Menegaskan Perlindungan Tuhan Atas Tugas Sucinya
Orang-orang Negeri Khong sukar diberi penjelasan, mereka tetap mencurigai, penjagaan makin diperkeras, sehingga mengakibatkan banyak murid-murid cemas.
Untuk menenteramkan keadaan dan memantapkan Iman para murid, Nabi dengan tenang mengungkapkan tugas suci yang difirmankan Tuhan atas diriNya. Beliau bersabda:
“Sepeninggal Raja Bun (Nabi Ki Chiang), bukankah Kitab-Kitabnya Aku yang mewarisi? Bila Tuhan Yang Maha Esa hendak memusnahkan Kitab-Kitab itu, Aku sebagai orang yang lebih kemudian, tidak akan memperolehnya. Bila Tuhan tidak hendak memusnahkan Kitab-Kitab itu, apa yang dapat dilakukan orang-orang Negeri Khong atas diriKu?” (Sabda Suci IX: 5).
Karena keadaan makin menggenting, Cu Lo akan melawan dengan kekerasan; Nabi bersabda, “Bagaimana orang yang hendak menggemilangkan Cinta Kasih dan Kebenaran dapat berbuat demikian?
Bila Aku tidak menerangkan tentang kesusilaan dan musik, itu kesalahanKu. Tetapi, bila A ku sudah mengabarkan akan ajaran raja-raja suci purba dan mencintai yang kuno itu lalu tertimpa kemalangan, ini bukan kesalahanKu, melainkan Firman. Marilah menyanyi, Aku akan mengiringimu!!”
Cu Lo mengambil siternya lalu memetiknya sambil menyanyi bersama. Setelah mereka menyanyi tiga bait, orang-orang Negeri Khong sadar akan kesalahannya. Pemimpinnya maju menghadap Nabi memohon maaf dan selanjutnya membubarkan diri bahkan ada beberapa orang yang mohon menjadi murid Nabi.
=================
Episode 67. Nabi Penuh Perasaan Halus
Setelah lepas dari bahaya di Negeri Khong, Nabi tidak meneruskan perjalanan ke Negeri Tien, beliau kembali ke Negeri Wee.
Di tengah perjalanan, Nabi melewati sebuah rumah tempat beliau pernah mondok dan tuan rumah itu ternyata meninggal dunia. Ketika itu upacara pemakaman sedang dilangsungkan, maka Nabi singgah ke dalam menyampaikan bela sungkawa dan menangis. Tatkala keluar dari rumah itu, segera beliau menyuruh Cu Khong mengambil kuda dari kereta beliau untuk disumbangkan kepada keluarga duka itu. Cu Khong kaget dan berkata, “Guru tidak pernah melakukan tindakan semacam ini sekalipun pada waktu kematian salah seorang murid; bukankah ini terlalu besar untuk disumbangkan?” Nabi bersabda, “Tatkala Aku masuk, kehadiranku ternyata telah menyebabkan keluarga duka menangis keras dan ternyata aku pun ikut menitikkan air mata. Aku tidak suka bahwa titik air mataku tidak disertai sesuatu. Serahkanlah, anakku.”
Bila ada kawan yang meninggal dunia dan tidak mempunyai waris, Nabi bersabda, “Tugaskulah untuk menguburkannya.” (Sabda Suci X: 22).
Pada waktu Nabi di rumah keluarga yang sedang melakukan upacara duka, belum pernah makan kenyang-kenyang. Bila Nabi sampai menangis, hari itu Beliau tidak menyanyi. (Sabda Suci VII: 9, 10).
Pada waktu bertemu dengan orang yang berkabung, meski naik kereta, niscaya membongkokkan badan dan kedua tangan Nabi memegang palang kayu kereta. (Sabda Suci X: 25).
=================
Episode 68. Bertemu Lamcu
Di Negeri Wee, kali ini Nabi berdiam di rumah Ki Pik Giok, seorang menteri Negeri Wee yang berjiwa mulia yang sering dipuji Nabi. (Sabda Suci XIV: 25, XV: 7). Meski demikian, Nabi tidak berdiam lama di Negeri Wee.
Lamcu, permaisuri Raja muda Wee Ling Kong, adalah seorang yang ambisius, penuh intrik dan haus akan kekuasaan. Ketika mendengar Nabi datang di Negeri Wee ia mengirim utusan mengundang beliau dengan pesan, “Tiap Susilawan dari negeri lain yang datang melakukan kunjungan persahabatan dengan pangeran, pasti juga mengunjungi permaisurinya. Maka ia pun ingin bertemu Guru.” Mula-mula Nabi menolak, tetapi kemudian terpaksa menerima.
Lamcu menerima Nabi dari belakang tirai. Nabi naik ke ruang serambi menghadap Utara dan membongkokkan diri. Lamcu membalas membongkokkan diri dari balik tirai dan terdengar gemerincing hiasannya yang dibuat dari batu kumala.
“Aku sesungguhnya tidak mau menjumpainya,” sabda Nabi, “tetapi semuanya telah kulakukan menurut kesusilaan yang diadatkan.”
=================
Episode 69. Cu Lo Tidak Senang
Meski Nabi telah memberi penjelasan tentang pertemuan dengan Lamcu itu, Cu Lo yang cara berfikirnya sederhana, lugu dan selalu terus terang apa adanya itu, menunjukkan sikap dan wajah tidak senang karena
beranggapan hal ini merendahkan martabat Gurunya. Atas sikap Cu Lo itu menyebabkan Nabi mengucapkan sumpah, “Kalau aku berbuat tidak pada tempatnya, Tuhan Yang Maha Esa menghukumku! Tuhan Menghukumku!” (Sabda Suci VI: 28).
Di Negeri Wee ini, di satu pihak Nabi selalu diterima dengan hormat, tetapi sering menerima perlakuan yang tidak pantas. Hal itu mungkin bukan maksud Raja muda Wee Ling Kong, tetapi sifat pangeran yang lemah sering dimanfaatkan orang-orangnya yang tidak bertanggung jawab.
Suatu hari pangeran mengajak Nabi berkeliling ibukotanya; pangeran bersama Lamcu duduk di kereta depan diiringi kasimnya yang bernama Yong Ki dan Nabi naik kereta di belakangnya. Rakyat yang melihat peristiwa itu berteriak, “Nafsu di depan; Kebajikan di belakang!”
Nabi pun bersabda, “Aku belum pernah melihat seseorang yang mencintai Kebajikan seperti mencintai keelokan.” (Sabda Suci IX: 8).
Tidak heran Nabi tidak betah lama di Negeri Wee; beliau kembali meninggalkan Negeri Wee menuju ke Negeri Tien.
=================
Episode 70. Di Negeri Song
Perjalanan ke Negeri Tien kali ini melewati Negeri Coo dan selanjutnya masuk ke Negeri Song; negeri asal nenek moyang Nabi Khongcu.
Orang paling berkuasa waktu itu di Negeri Song adalah Suma Hwantwee; ia adalah seorang penguasa yang jahat dan sewenang-wenang.
Ketika Nabi dan murid-murid sampai di sana, Suma Hwantwee sedang mempekerja paksakan rakyatnya untuk membangun kuburan batu yang besar dan megah untuk persiapan kalau kelak ajalnya tiba, sudah tiga tahun pekerjaan itu dilaksanakan dan belum selesai juga. Banyak pekerja menjadi lemah dan sakit. Nabi sangat memprihatinkan dan menyesali perbuatan itu.
Jiamcu yang menyaisi kereta mohon penjelasan dengan bertanya, “Apakah maksud kalimat ‘Hendaknya orang tidak menyiapkan upacara perkabungan’ di dalam Kitab Kesusilaan itu?”
Nabi bersabda, “Setelah seseorang meninggal dunia, baharulah dirundingkan tentang pemakamannya. Setelah ditetapkan tempat dan harinya, baharulah dilaksanakan. Semuanya itu ialah tugas para pembantu dan putera-puteranya, bukan sesuatu yang boleh disiapkan sendiri.” (Ke Gi XLII).
=================
Episode 71. Tuhan Telah Menyalakan Kebajikannya
Di Negeri Song banyak anak-anak muda mohon diterima sebagai murid, bahkan Suma Giu adik Suma Hwantwee juga menjadi murid Nabi. Hal ini menjadikan Suma Hwantwee tidak senang; ajaran yang diberikan Nabi dianggap dapat membahayakan kedudukannya. Maka Hwantwee menyuruh orang-orangnya mengganggu pekerjaan Nabi, bahkan berusaha mencelakakannya.
Suatu hari tatkala Nabi memimpin murid-murid melakukan upacara dan ibadah, Hwantwee menyuruh orang-orangnya memotong dan merobohkan pohon besar di dekatnya.
Murid-murid melihat perbuatan orang-orang itu menjadi cemas dan ketakutan serta akan melarikan diri. Tetapi Nabi dengan tenang berkata kepada mereka, “Tuhan Yang Maha Esa telah menyalakan Kebajikan dalam diriKu. Apakah yang dapat dilakukan Hwantwee atasKu?” (Sabda Suci VII: 23).
Seorang Susilawan memuliakan tiga hal: memuliakan Firman Tuhan YME, memuliakan orang-orang besar dan memuliakan sabda para Nabi. Seorang rendah budi tidak mengenal dan tidak memuliakan Firman Tuhan, meremehkan orang-orang besar dan mempermainkan sabda para Nabi.” (Sabda Suci XVI: 8).
=================
Episode 72. Terlunta-lunta di Negeri Tin
Oleh ancaman dan gangguan yang terus-meneru s oleh Hwantwee, Nabi bersama murid-murid meninggalkan Negeri Song masuk ke Negeri Tin (The) yang terletak di sebelah barat Negeri Song. Dalam perjalanan kali ini pernah terjadi Nabi terpisah dari murid-muridnya. Cu Khong yang datang lebih dahulu mendapat keterangan dari seorang penduduk Negeri Tin bahwa ada seorang yang berdiri di dekat gerbang sebelah Timur.
Orang itu berkata, “Di gerbang Timur ada seorang yang dahinya menyerupai Raja Giau, lehernya menyerupai Nabi Koo Yau dan bahunya menyerupai Nabi Ki Chiang (Bun Ong), namun dari pinggang ke bawah tiga dim lebih pendek daripada I Agung. Ia berdiri seperti seekor anjing yang kehilangan rumahnya.”
Setelah bertemu Nabi, Cu Khong menceritakan pembicaraan orang itu. Nabi dengan tertawa berkata, “Tentang bentuk-bentuk tubuhku, itu tidak usah kita bicarakan. Tetapi bahwa katanya aku menyerupai seekor anjing yang kehilangan rumahnya; sungguh tepat, sungguh tepat.”
Sikap ini menunjukkan betapa Nabi dalam keadaan yang paling menderita pun tetap dapat bersikap ramah dan berjenaka.
=================
Episode 73. Di Negeri Tien
Sampai akhir tahun Nabi tetap berdiam di Negeri Tin (The) di rumah Susing Cingcu, perwira kepala penjaga tembok kota. Di sini beliau melewatkan waktu dengan mendidik murid-muridnya. Tahun berikutnya beliau masuk ke Negeri Tien yang kebetulan waktu itu sedang menderita kesengsaraan akibat serbuan Negeri Go.
Negeri Tien adalah negeri kecil yang terletak di antara Negeri Go dan Cho. Kedua negeri besar itu sering berperang memperebutkan daerah; akibatnya, negeri kecil yang terletak di antara kedua negeri itu seperti Tien dan Chai senantiasa menjadi korban pertama dan ajang pertempuran.
Di dalam jaman yang gelap ini, siapakah yang mau mendengar Kebajikan? Mereka hanya memu ja kekuatan dan kecerdikan dalam bertipu muslihat. Tetapi sungguh bahagialah mereka yang teguh beriman. “Hanya Kebajikan berkenan Tuhan. Tiada jarak tidak terjangkau. Kesombongan mengundang rugi, kerendahan hati menerima berkah. Demikianlah Jalan Suci Tuhan Yang Maha Esa sepanjang masa. Sungguh hanya satu saja: Kebajikan, yang berkenan di hati Tuhan. Bukan Tuhan memihak, hanya melindungi/melestarikan Yang Satu: Kebajikan.” (Su King).
=================
Episode 74. Anak Panah Bermata Batu
Setahun lebih Nabi tinggal di Negeri Tien. Suatu hari ada seekor burung jatuh mati terpanah di depan istana Negeri Tien. Anak panah itu panjangnya 18 inci dan bermata batu. Raja muda Tien Bien Kong mengirim utusan menanyakan hal itu kepada Nabi, dan beliau bersabda, “Burung itu pasti datang dari tempat jauh, burung itu terkena anak panah suku bangsa Sioksien (Churchen). Dahulu ketika Raja Bu berhasil menumbangkan Dinasti Siang dan mendirikan Dinasti Ciu, telah menjalin hubungan persahabatan dengan berbagai suku bangsa I dan Ban, dan mereka mengirimkan berbagai barang upeti hasil produksi daerah masing-masing. Orang-orang Sioksien telah mengirimkan anak panah semacam itu sebagai upeti. Untuk menunjukkan kebesaran dan kebajikannya, Raja Bu telah menghadiahkan anak panah itu sebagai emas kawin waktu anak puterinya yang terbesar menikah dengan
Pangeran Gi O Kong dan diangkat menjadi Raja muda Negeri Tien. Karena itu di tempat penyimpanan pusaka-pusaka kuno Negeri Tien terdapat pula panah semacam itu.”
Tien Bien Kong menyuruh orangnya memeriksa tempat penyimpanan pusaka kuno, ternyata benar terdapat panah semacam itu. Mereka begitu terheran-heran akan pengetahuan Nabi.
=================
Episode 75.Terhalang Di Kota Pho
Negeri Tien terus terganggu oleh serbuan-serbuan Negeri Cho, Cien dan Go; maka suatu hari Nabi bersabda, “Marilah pulang! Marilah pulang! Murid-muridku di sana masih banyak yang bercita-cita tinggi, berkemauan besar dan pandai dalam kesusasteraan; tetapi belum mengetahui bagaimana harus menyempurnakan dirinya.” (Sabda Suci V: 22). Begitulah beliau meninggalkan Negeri Tien menuju ke Negeri Wee pula.
Ketika melewati Kota Pho mereka terhalang karena di situ sedang terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Kongsiok-si. Mereka ditahan dan tidak diperkenankan meneruskan perjalanan ke Negeri Wee.
Murid Nabi yang bernama Kongliang Ji, yang mengiringkan Gurunya dengan membawa lima kereta menjadi marah dan berkata, “Dahulu kita menderita kesukaran di Negeri Khong, dan kini mengalami kesukaran lagi, ini mungkin sudah difirmankan. Kini aku lebih baik binasa daripada ditangkap orang Pho.” Ia lalu siap melawan orang-orang Pho.
Melihat sikap itu orang-orang Negeri Pho menjadi gentar dan memberi jalan setelah diadakan perundingan. Nabi meneruskan perjalanan menuju Negeri Wee.
=================
Episode 76. Disambut Raja Muda Wee
Ketika Nabi dan murid-murid memasuki tapal batas Negeri Wee ternyata beliau disambut dengan meriah. Raja muda Wee Ling Kong begitu gembira mendengar kedatangan kembali Nabi, ia pribadi menyambut ke luar kota.
Meski demikian besar Wee Ling Kong menghormati Nabi, tetapi ia sudah terlalu tua dan lemah, kini ia jarang langsung menangani pemerintahan.
Suatu hari, Wee Ling Kong bertanya kepada Nabi apakah kaum pemberontak di Kota Pho itu harus dihukum. Nabi menjawab, bahwa mereka harus dihukum.
Mendengar jawaban Nabi itu, Wee Ling Kong berkata, “Menteri-menteriku tidak setuju menghukum pemberontak Kota Pho itu karena daerah itu adalah daerah penyangga terhadap Negeri Cien dan Cho. Tidakkah salah untuk menghukum mereka?”
Nabi bersabda, “Rakyat di sana telah siap untuk mati membela tanah airnya dan para wanitanya telah siap pula membela daerah Barang Sungai (See Ho). Yang harus dihukum itu hanya beberapa gelintir pemberontak saja.”
Wee Ling Kong memahami sabda itu tetapi ia tidak berani berbuat apa-apa untuk menjaga keutuhan wilayahnya. Ia pun tidak memberi suatu jabatan kepada Nabi karena sudah terlalu malas dengan pemerintahan.
=================
Episode 77. Disindir
Suatu hari Nabi memainkan sebuah lagu dengan menabuhi lonceng batu (sejenis alat musik).
Saat itu ada seorang pertapa yang memanggul keranjang berjalan melewati rumah kediaman Nabi. Mendengar bunyi lagu itu ia menghentikan langkahnya dan berkata, “Alangkah sungguh-sungguh ia memukul lonceng batu itu!”
Sebentar kemudian ia berkata pula, “Alangkah piciknya orang yang memainkan lonceng batu itu. Seorang yang kepandaiannya tidak dimengerti dan diakui orang hendaklah mengundurkan diri. Bila dalam air sampai pinggang, orang boleh menyeberanginya tanpa membuka pakaiannya; bila air dangkal dapatlah orang menyingsingkan pakaiannya.”
Mendengar kata-kata itu, Nabi bersabda, “Sungguh tegas, tetapi itulah ketegasan yang paling mudah.”
Memang menghindarkan diri dari kewajiban dengan jalan mengasingkan diri, itulah cara yang paling mudah.
“Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan? Kawan-kawan datang dari tempat jauh, tidakkah itu membahagiakan? Dan sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap Susilawan?” (Sabda Suci I: 1).
Episode 78. Batal Menyeberangi Sungai Kuning
Tidak lama Nabi di Negeri Wee, datanglah surat undangan dari Negeri Cien yang terletak di seberang Barat Sungai Kuning. Maka Nabi dan murid-murid memutuskan berangkat ke sana mengunjungi Thio Kancu, perdana menteri Negeri Cien.
Ketika Nabi dan murid-murid sampai di tepi sungai tempat penyeberangan, beliau mendapat kabar bahwa Too Bing Tok dan Sun Hwa telah mati dibunuh. Nabi dengan memandang ke sungai menarik nafas bersabda, “Alangkah indahnya air ini, bergolak-golak mengalir sepanjang masa. Sayang, Khiu tidak dapat menyeberanginya, inilah Firman.” Mendengar kata-kata itu, Cu Khong maju bertanya, “Memberanikan bertanya, apa yang Guru maksudkan?” Nabi bersabda, “Too Bing Tok dan Sun Hwa adalah menteri-menteri bijaksana dari Negeri Cien. Sebelum Thio Kancu mendapatkan kekuasaan, ia mengandalkan kedua orang itu; tetapi kini ia telah membunuhnya. Aku mendengar, bila orang membunuh binatang yang sedang hamil atau anak-anaknya, kilien tidak mau datang ke tempat itu. Bila orang mengeringkan telaga dan sungai untuk mendapatkan seluruh ikan-ikannya, naga-naga tidak mau menetap di situ. Bila orang merusak sarang dan memecah telur burung-burung, burung Hong tidak mau terbang ke tempat itu. Apakah sebabnya? Kalau binatang saja dapat menyingkiri ketidakadilan, bagaimana manusia tidak mengetahuinya. Seorang Susilawan menghindarkan penderitaan sesamanya.”
Episode 79. Wee Ling Kong Acuh Tak Acuh
“Angin musim gugur bertiup memecah ombak,
hancur perahu dan dayung di batu karang,
pulanglah, hai pulanglah! Apa kau cari di sini.”
Demikianlah Nabi tidak jadi menyeberang, balik ke desa Coo, beliau menggubah lagu ‘Seruling dari Coo’ untuk menyatakan belasungkawa kepada kedua orang menteri Negeri Cien itu. Selanjutnya kembali ke Negeri Wee dan berdiam di rumah Ki Pik Giok.
Suatu hari, Raja muda Wee Ling Kong bertanya kepada Nabi tentang siasat mengatur bala tentara. Nabi menjawab, “Mengenal Kesusilaan Aku mengetahui sedikit, akan hal berperang Aku belum pernah mempelajarinya.”
Esok harinya, mereka bertemu lagi. Sedang Nabi berbicara, terbang dua ekor angsa melewati tempat pertemuan itu. Wee Ling Kong nampak sudah acuh tak acuh, ia menoleh-noleh melihat angsa yang terbang itu.
Karena kejadian itu, Nabi memutuskan meninggalkan Negeri Wee lagi. Nabi bersabda, “Kalau ada yang mau memberi jabatan, dalam setahun akan dapat kubereskan dan dalam tiga tahun kusempurnakan pekerjaan itu.” (Sabda Suci XIII: 10).
Nabi meninggalkan Negeri Wee menuju Negeri Tien. Sepeninggal Nabi, pada musim panasnya, Wee Ling Kong mangkat; kedudukannya diganti oleh cucunya, Wee Chut Khong karena pu tera mahkota Kwai Khui terusir dari Negeri Wee akibat pernah melakukan komplotan bersama Yang Ho akan merebut kekuasaan permaisuri Lamcu.
Episode 80. Kwi Hwancu Meninggal Dunia
Kali ini cukup lama Nabi Khongcu diam di Negeri Tien; di sana Nabi melatih dan membimbing murid-muridnya yang datang dari berbagai negeri.
Di Negeri Lo telah terjadi perubahan-perubahan suasana politik. Lo Ting Kong telah mangkat pada tahun 494 S.M., kedudukannya digantikan oleh Raja muda Lo Ai Kong. Pada musim rontoknya, Kwi Hwancu, kepala keluarga bangsawan Kwi sakit. Ketika ia diusung dengan kereta ke ibukota Negeri Lo dengan menarik nafas berkata, “Negeri ini akan menjadi negeri besar kalau aku tidak melanggar rencana Nabi Khongcu.” Kemudian ia berkata kepada anaknya, Kwi Khongcu, “Begitu aku meninggal dunia, engkau akan menggantikan menjadi perdana menteri Negeri Lo. Bila sudah demikian, undang kembalilah Nabi Khongcu.”
Beberapa hari kemudian Kwi Hwancu meninggal dunia dan Kwi Khongcu menggantikan kedudukannya. Setelah usai pemakaman, ia bermaksud mengundang Nabi, tetapi menterinya yang bernama Kongci Gi berkata, “Bapak almarhum telah kehilangan kepercayaan kepada Nabi pada bagian akhir pemerintahannya sehingga beliau ditertawakan negara-negara lain. Bila kita mengundang kembali beliau, hamba khawatir tidak dapat melaksanakan ajarannya pula; bila ini terjadi, kita akan menjadi ejekan orang.” Dan ia menganjurkan agar mengundang Jiam Kiu saja.
Demikianlah Jiam Kiu diundang pulang ke Negeri Lo dan hal ini mendapat restu Nabi.
Episode 81. Berkunjung Ke Kota Siap
Suatu ketika, Nabi meninggalkan Negeri Tien menuju ke Negeri Chai dan dari sana berkunjung ke Kota Siap. Kepala Kota ini menyebut diri Raja muda Siap; ia berlindung dan tunduk kepada Negeri Cho.
Raja muda Siap sangat gembira menyambut kedatangan Nabi. Suatu hari ia bertanya kepada Nabi tentang pemerintahan dan dijawab, “Pemerintahan yang baik dapat menggembirakan yang dekat dan dapat menarik yang jauh untuk datang.” (Sabda Suci XIII: 16).
Hari lain, Raja muda Siap bertanya tentang pribadi Nabi kepada Cu Lo dan Cu Lo tidak berani menjawab. Ketika Cu Lo melaporkan hal itu Nabi bersabda, “Mengapakah engkau tidak menjawab bahwa ‘Dia ialah seorang yang tidak pernah merasa jemu belajar akan Jalan Suci, dan tidak merasa lelah mengajar orang lain; ia begitu rajin dan bersemangat sehingga lupa akan lapar dan di dalam kegembiraannya lupa akan kesusah payahannya dan tidak merasa bahwa usiaNya sudah lanjut’.” (Sabda Suci VI: 19).
Sesungguhnyalah Nabi di dalam mengemban tugas suci sebagai Bok Tok, Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah merasa lelah dan jemu dalam belajar dan menyebarkan Ajaran Suci untuk mengajak manusia menjunjung ajaran Agama, menempuh Jalan Suci, menggemilangkan Kebajikan sehingga kehidupan insan boleh mencerminkan kebesaran dan kemuliaan Tuhan dan hidup beroleh berkah sentosa.
Episode 82. Bertemu Tiang Chi dan Kiat Lik
Dalam perjalanan kembali dari Kota Siap ke Negeri Chai bertemu dengan Tiang Chi dan Kiat Lik yang sedang meluku sawahnya. Nabi tahu bahwa mereka adalah bukan petani biasa, melainkan orang yang pandai yang mengasingkan diri sebagai pertapa; beliau menyuruh Cu Lo menanyakan tempat penyeberangan.
Tiang-chi membalas bertanya, “Siapakah yang memegang kendali kereta itu?” Cu Lo menjawab, “Dialah Khong Khiu.” “Khong Khiu daru Negeri Lo?” “Benar!” Tiang Chi berkata, “O, Dia tentu tahu tempat penyeberangannya,” lalu meneruskan meluku sawahnya.
Cu Lo lalu menghadap Kiat Lik dan bertanya akan tempat penyeberangan. Kiat Lik membalas bertanya, “Siapakah Anda?” “Tiong Yu.” “O, penganut Khong Khiu dari Negeri Lo itu?” “Benar!” Kiat Lik lalu berkata, “Banjir sudah melanda segala sesuatu di dunia ini, siapakah yang dapat memperbaiki? Daripada engkau mengikuti orang yang hendak menyingkiri orang-orang jahat dengan pergi ke tempat-tempat lain, bukankah lebih baik ikut aku menyingkiri masyarakat?”, lalu ia melanjutkan pekerjaannya.
Cu Lo melaporkan hal itu kepada Nabi dan beliau dengan prihatin bersabda, “Kita manusia, tidak dapat hanya hidup bersama burung-burung dan hewan. Bukankah Aku ini manusia? Kepada siapakah Aku harus berkumpul? Kalau dunia dalam Jalan Suci, Khiu tidak usah berusaha memperbaikinya.” (Sabda Suci XVIII: 6).
Episode 83. Orang Tua Menggalas Keranjang Rumput
Dalam perjalanan kembali ke Negeri Chai itu, suatu hari Cu Lo tertinggal di belakang dan berjumpa dengan seorang tua dengan pikulannya menggalas keranjang rumput. Cu Lo bertanya, “Berjumpakah Bapak dengan Guruku?”
Orang tua itu berkata, “Hai orang yang keempat anggota tubuhmu tidak dapat bekerja dan tidak dapat membedakan kelima macam hasil bumi, siapakah yang mengenal Gurumu?”, ia lalu menancapkan pikulannya
dan mulai menyabit rumput. Cu Lo merangkapkan kedua tangan berdiri di dekat orang itu. Kemudian orang itu mengajak Cu Lo menginap di rumahnya. Di sana ia dipotongkan ayam dan ditanakkan nasi serta diperkenalkan dengan kedua orang anaknya. Keesokan harinya Cu Lo setelah bertemu Nabi melaporkan pengalamannya. Nabi bersabda, “Dia seorang yang menyembunyikan diri.” Lalu Cu Lo disuruh menjumpainya lagi, tetapi setibanya di sana ternyata orang itu sudah pergi.
Kepada kedua anak orang itu, Cu Lo berkata, “Seseorang yang mengelakkan kewajiban memangku jabatan, itu tidak menetapi kewajiban; kalau hubungan antara yang tua dan yang muda saja tidak boleh disia-siakan, bagaimanakah kewajiban menteri kepada rajanya boleh begitu saja disia-siakan? Ini berarti, hanya karena ingin
membersihkan diri sendiri, membuat perkara besar kacau. Seorang Susilawan memangku jabatan adalah untuk menjalankan kewajiban. Hal Jalan Suci tidak dapat berkembang saat ini, ia sudah menyadarinya.” (Sabda Suci XVIII: 7).
Episode 84. Menderita Di Antara Negeri Tien dan Chai
Ketika Nabi Khongcu mengembara antara Negeri Tien dan Chai, Negeri Go telah menyerang Negeri Tien; dan Negeri Cho telah mengirim pasukannya yang ada di Kota Sing Hu untuk menolong Negeri Tien.
Mengetahui bahwa Nabi diam di antara Negeri Tien dan Chai, orang-orang Negeri Cho menyampaikan undangan kepada beliau.
Sebelum Nabi dapat berangkat ke Negeri Cho, menteri-menteri Negeri Tien dan Chai mengadakan pertemuan, membicarakan adanya undangan itu, dikatakan, “Nabi Khongcu itu seorang yang sangat cakap dan pengaruhnya ada di berbagai negeri. Telah lama Dia diam di antara Negeri Tien dan Chai dan tidak menyetujui kebijaksanaan negeri kita. Bila Negeri Cho yang kuat itu mengundang dan mengangkatnya sebagai menteri di sana, sungguh merugikan kita.” Maka mereka pura-pura melakukan perang dengan tujuan menghalangi dan mengurung Nabi dan murid-muridnya.
Cukup lama mereka terkurung, persediaan makan habis, banyak murid menjadi begitu lemah karena kekurangan makanan; tetapi Nabi tetap tekun mengajar, mengajak mereka menyanyi mengikuti irama musik.
Cu Lo dengan kurang senang berkata, “Dapatkah seorang Susilawan menderita semacam ini?” Nabi bersabda, “Seorang Susilawan dapat menderita semacam ini, tetapi seorang rendah budi bila menderita lalu berbuat yang tidak-tidak.” (Sabda Suci XV: 2).
Episode 85. Cu Lo Ditanya
Nabi mengetahui bahwa murid-murid agak marah dan kecewa. Maka memanggil Cu Lo dan berkata kepadanya, “Di dalam Kitab Sanjak tertulis, ‘Aku bukan banteng atau harimau, mengapakah aku harus berkeliaran di padang belantara?’ Adakah kamu berpendapat bahwa ajaran yang kubawakan itu keliru? Apakah sebabnya kita mengalami keadaan semacam ini?”
Cu Lo dengan bersungut-sungut berkata, “Mungkin Cinta Kasih kita kurang besar sehingga tidak mampu memperoleh kepercayaan orang banyak. Mungkin kita kurang bijaksana untuk menjadikan mereka mau mengikuti.”
Nabi bersabda, “Kalau yang berperi Cinta Kasih mesti mendapat kepercayaan orang banyak, bagaimana dapat terjadi nasib buruk menimpa Pik I dan Siok Cee? Kalau yang bijaksana mesti diikuti orang, bagaimana terjadi nasib buruk menimpa Pi Kan?”
Pik I dan Siok Cee adalah dua saudara bangsawan dari Negeri Ko Tiok yang hidup pada akhir jaman Dinasti Siang. Usahanya gagal untuk menyelamatkan dinasti itu dari serbuan Bu Ong; mereka mengasingkan diri dan mati kelaparan di kaki Gunung Siu Yang San.
Pi Kan ialah paman raja terakhir Dinasti Siang yang bernama Tiu Ong. Ia harus mati membunuh diri oleh perintah Raja Tiu yang gelap pikir itu.
Episode 86. Cu Khong dan Gan Hwee Ditanya
Kepada Cu Khong disampaikan pertanyaan yang sama dan ia menjawab, “O, Jalan Suci Guru terlalu besar dan agung untuk dapat diterima dunia ini. Berkenankah Guru melunakkannya sedikit?”
Nabi bersabda, “Seorang petani yang baik dapat menanami sawahnya baik-baik, tetapi tidak dapat memastikan hasil panennya. Seorang tukang yang pandai dapat menunjukkan kepandaiannya tetapi tidak dapat menyuruh orang lain puas. Demikian pula seorang Susilawan dapat membina Jalan Suci, mengikhtisarkan dan menjelaskannya, tetapi tidak dapat menjadikan orang mesti menerima. Kini engkau tidak bertekad membina Jalan Suci yang wajib kau tempuh, melainkan hanya ingin menarik hati orang lain. Su, citamu kurang jauh!”
Kepada Gan Hwee disampaikan pertanyaan yang sama pula dan ia menjawab, “Guru, Jalan Suci Guru begitu Agung untuk dapat diterima dunia ini. Meski demikian, Guru perlu terus memacu maju. Apa artinya bahwa orang tidak dapat menerima? Justru itu menunjukkan Guru benar-benar Susilawan. Kalau Jalan Suci tidak dibina, itulah kesalahan kita. Tetapi kalau Jalan Suci telah kita bina, ternyata orang tidak dapat menerima, itulah kesalahan mereka yang memiliki kekuasaan. Mengapa kita harus cemas? Bukankah justru itu menunjukkan Guru benar-benar Susilawan?”
Nabi tersenyum dan dengan gembira berkata, “O, begitukah, hai, putera Gan Lo? Kalau engkau kaya, mau aku menadi pembantumu.”
Episode 87. Dibebaskan Pasukan Negeri Cho
Keadaan makin menggenting, maka Nabi mengutus Cu Khong minta bantuan ke Negeri Cho.
Setelah menempuh berbagai kesukaran, Cu Khong berhasil menghubungi pos terdepan Negeri Cho; diceritakan segala penderitaan Nabi dan murid-muridnya.
Mendapat penjelasan Cu Khong segera panglima Negeri Cho menggerakkan bala tentara menuju langsung ke tempat Nabi dan murid-murid terkurung.
Bala tentara Negeri Tien maupun Chai segan menghadapi bala tentara Negeri Cho; begitu mendengar kedatangan pasukan besar Negeri Cho, cepat-cepat mereka mengundurkan diri.
Maka Nabi dan murid-murid dengan mudah dapat dibebaskan; dalam peristiwa ini mereka mengalami tujuh hari menderita kelaparan.
Di Negeri Cho mereka mendapat sambutan hangat dari Raja Cho Ciau Ong. Kepala Negara Cho waktu itu telah menyebut dirinya Ong atau Raja; ini menunjukkan betapa mereka sudah tidak memandang raja Dinasti Ciu lagi. Di bawah raja Dinasti Ciu ada lima tingkat kebangsawanan: Kong, Ho, Pik, Cu dan Lam; Cho Ciau Ong sebenarnya
hanya bergelar Cu, maka di dalam Kitab Chun Chiu yang ditulis Nabi hanya disebut Cho Cu.
Episode 88. Di Negeri Cho
Berkali-kali Raja Negeri Cho mengadakan pertemuan dengan Nabi; di dalam wawancara, Cho Ciau Ong sangat terkesan. Maka di dalam sidang istananya ia mengungkapkan kepada menteri-menterinya tentang maksudnya untuk menganugerahi Nabi satu wilayah yang luasnya 700 li.
Mendengar ungkapan itu, perdana menterinya, Ling-ien Cu See berkata, “Adakah baginda memiliki utusan yang cakap seperti Cu Khong? Menteri yang dapat dibandingkan dengan Gan Hwee? Panglima yang hebat seperti Cu Lo? Administrator seperti Cai I?” Raja selalu menjawab, “Tidak punya.”
Cu See berkata lagi, “Ketika pendiri Negeri Cho ini menerima anugerah dari Dinasti Ciu, ia hanya berderajat rendah kebangsawanannya dan hanya mendapatkan 50 li wilayah. Kini Nabi Khongcu mengikuti Jalan Suci Raja-Raja Suci Purba dan mengembangkan Kebajikan Pangeran Ciu dan Siau. Bila baginda menganugerahinya dengan kekuasaan itu, Negeri Cho tidak akan mampu mempertahankan daerahnya yang luas ini turun-temurun. Ketika Raja Bun di daerah Hong dan Raja Bu di daerah Ho, hanya bermodal 100 li tanah dan berhasil merajai dunia. Bila Nabi Khongcu dan murid-muridnya yang demikian cakap lalu mendapatkan tanah kekuasaan, itu jelas tidak menguntungkan kita.”
Demikianlah Cho Ciau Ong mengurungkan maksudnya dan pada musim gugur tahun itu ia mangkat di Kota Sing Hu.
Episode 89. Orang Majenun Negeri Cho
Dimana-mana Nabi senantiasa bertemu dengan orang yang jelus dan dengki, tidak dapat mereka memahami pengabdian suci yang diemban-Nya. Maka Nabi pernah mengeluh, “Ah, tiada orang yang mengenal/mengerti Aku.” Tetapi beliau pun menegaskan, “Aku tidak menggerutu kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak pula menyesali manusia. Aku hanya belajar dari tempat yang rendah ini, terus maju menuju tinggi. Tuhan Yang Maha Esalah mengerti diriKu.” (Sabda Suci XIV: 35).
Dalam perjalanan meninggalkan Negeri Cho kembali menuju Negeri Wee, Ciap I, seorang majenun dari Negeri Cho melewatiNya sambil bernyanyi-nyanyi, “O, burung Hong, burung Hong; sudah melemahkan KebajikanMu? Yang sudah lalu tidak dapat dicegah, yang mendatang sajalah yang mungkin dapat dikejar. Sudahlah-sudahlah. Memegang pemerintahan pada jaman sekarang ini, sungguh berbahaya.” (Sabda Suci XVIII: 5).
Mendengar kata-kata itu Nabi turun dari kereta ingin berbicara dengannya, tetapi orang itu cepat-cepat menyingkirkan diri sehingga tidak dapat diajak berbicara.
Sungguh prihatin Nabi melihat semuanya itu, tetapi beliau tidak bergeming dalam sikapnya, “Seorang Susilawan memegang Kebenaran sebagai pokok pendiriannya, Kesusilaan sebagai pedoman perbuatannya, mengalah dalam pergaulan dan menyempurnakan diri dengan Laku Dapat Dipercaya. Demikianlah Susilawan.” (Sabda Suci XV: 18).
Episode 90. Tidak Menyia-nyiakan Berkah Tuhan
Di dalam perjalanan di Negeri Cho, pada suatu hari yang terik, datanglah seorang nelayan menghadap Nabi menyerahkan ikan hasilnya menangkap. Dengan mengucapkan terima kasih, Nabi menolak pemberian itu. Bapak Nelayan itu berkata, “Saya terlalu banyak mendapatkan ikan; hari demikian terik dan jauh dari pasar, maka ikan ini akan tidak bermanfaat dan sia-sia. Daripada saya harus membuangnya, kiranya adalah sebaik-baiknya saya serahkan kepada Nabi; maka memberanikan diri menghadap.”
Mendengar keterangan itu, Nabi segera dua kali pai dan menerima pemberian itu; lalu menyuruh murid-murid menyapu bersih tanah sekitarnya untuk melakukan sembahyang syukur.
Murid-murid bertanya, “Barang pemberian itu sudah akan dibuang, mengapa Guru menerimanya dan melakukan sembahyang syukur?”
Nabi bersabda, “Aku mendengar bahwa barang itu akan menjadi barang yang sia-sia dan membusuk, tetapi diusahakan untuk menyerahkannya kepada kita agar menjadi bermanfaat, ini adalah cara berfikir seorang yang berperi Cinta Kasih. Adakah patut menerima pemberian dari seseorang yang berperi Cinta Kasih, tidak melakukan sembahyang syukur?”
Episode 91. Anak-Anak Muda Dari Ho Hiang
Orang-orang Ho Hiang terkenal sukar diajak bicara baik-baik. Ketika melewati daerah itu, beberapa orang anak-anak muda Ho Hiang ingin menjumpai Nabi, maka murid-murid merasa bimbang memenuhi permintaan itu.
Ketika Nabi mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Aku hanya melihat bagaimana mereka datang, bukan apa yang akan mereka perbuat setelah berlalu. Mengapa kamu bersikap keterlaluan, murid-muridKu? Orang yang datang dengan sudah membersihkan diri, kuterima kebersihan dirinya itu tanpa kupersoalkan apa yang telah pernah mereka perbuat pada waktu yang lalu.” (Sabda Suci VII: 29).
Demikianlah anak-anak muda Ho Hiang itu menjumpai dan berwawancara dengan Nabi; dan dengan gembira Nabi menerima mereka.
Dari Ho Hiang Nabi meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba kembali di Negeri Wee yang ketika itu diperintah oleh raja muda yang baharu, Wee Chut Kong. Ketika itu beliau telah berusia 63 tahun.
Sejak naik takhta, Raja muda Wee Chut Kong lebih banyak melewatkan waktunya di luar negeri karena takut ancaman ayahnya, putera mahkota Kai Khui, yang terus berusaha kembali ke Negeri Wee; kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada saudara sepupunya, Perdana Menteri Khong Khwee. Maka raja muda-raja muda lain menganggap Wee Chut Kong telah mema’zulkan diri dari takhtanya.
Episode 92. Membenarkan Nama-Nama
Beberapa orang murid Nabi memangku jabatan di Negeri Wee, antara lain Cu Lo, Cu Kau, dll.
Suatu hari, Cu Lo bertanya, “Kalau Raja muda Wee mengangkat Guru dalam pemerintahan, apakah yang akan Guru lakukan lebih dahulu?”
Nabi bersabda, “Akan kubenarkan lebih dahulu nama-nama.” Cu Lo sangat terkejut karena itu berarti harus ada perombakan besar-besar, maka ia berkata, “Mengapakah demikian? Jawaban Guru jauh dari persoalannya. Mengapakah perlu lebih dahulu membenarkan nama-nama?”
Nabi bersabda, “O, Yu, sungguh kasar engkau. Seorang Susilawan bila belum memahami sesuatu tidak lekas-lekas mengeluarkan pendapat. Bilamana nama-nama tidak benar, pembicaraan tidak akan sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Bila pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, segala urusan tak dapat dilakukan baik-baik. Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tak dapat berkembang. Bila Kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang, hukum pun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan merasa tiada tempat untuk menaruhkan kaki dan tangannya. Bagi seorang Susilawan, nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Itulah sebabnya seorang Susilawan tidak gampang-gampang mengucapkan kata-kata.” (Sabda Suci XIII: 4).
Episode 93. Topi Bagi Seorang Pria
Pada suatu pagi, datang berkumpul murid-murid di ruang pendidikan (Hing Than), mereka datang, memberi hormat dan masing-masing mulai sibuk mengerjakan tugasnya.
Di antara murid-murid yang biasa datang, belu m nampak seorang yaitu Cu Lo. Baharu beberapa saat kemudian dengan tergesa-gesa ia masuk ke ruangan, memberi hormat lalu duduk dan akan mengerjakan pelajarannya.
Nabi dengan agak tertegun memandang Cu Lo, lalu bertanya, “Bagaimanakah seorang pria dapat menghadiri pertemuan dengan tanpa mengenakan topi di kepala?”
Mendengar itu, Cu Lo sangat terkejut dan malu karena merasa bersalah; ia lalu mohon diri dan kembali mengikuti pelajaran setelah mengenakan topinya.
Menurut adat jaman itu, seorang laki-laki setelah lewat akil-baliq wajib mengenakan topi atau pita pengikat rambut dalam pergaulan umum. Peristiwa itu sangat berkesan kepada Cu Lo sampai akhir hayatnya.
“Cu Lo bila mendengar suatu ajaran dan belum berhasil menjalankannya, ia takut kalau-kalau mendengar ajaran baru pula.” (Sabda Suci V: 14).
Episode 94. Pemerintahan Kota Bu Sing
Cu Yu, murid Nabi, menjadi kepala daerah Kota Bu Sing. Suatu hari Nabi berkunjung ke sana; ketika memasuki wilayah itu Nabi mendengar suara musik dan orang menyanyi. Dengan gembira dan tersenyum Nabi bersabda, “Mengapakah untuk memotong ayam sampai menggunakan golok pemotong lembu?”
Mendengar itu Cu Yu menjawab, “Dahulu Yan (Cu Yu) mendengar Guru bersabda, ‘Seorang pembesar bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan dapat benar-benar mencintai rakyatnya dan rakyat jelata bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan mudah diserahi tugas’.”
Nabi bersabda, “Hai, murid-murid, ucapan Yan ini benar, kata-kataku tadi hanya untuk kelakar saja.” (Sabda Suci XVII: 4).
Di dalam kesempatan lain, Nabi bertanya, “Sudahkah engkau mendapatkan seorang pembantu yang cakap?”
Cu Yu menjawab, “Ada. Ia bernama Tam Tai Biatbing. Pada waktu berjalan, ia tidak pernah memotong jalan melalui lorong-lorong dan bila tidak karena sesuatu urusan negara, ia tidak pernah datang ke rumah Yan.” (Sabda Suci VI: 14).
“Seorang Susilawan lambat bicara, tetapi tangkas bekerja. Kebajikan tidak akan terpencil, ia pasti beroleh tetangga.” (Sabda Suci IV: 24, 25).
Episode 95. Berbagai Kesedihan Menimpa Kehidupan Nabi
Pada tahun-tahun akhir Nabi di Negeri Wee, berbagai peristiwa menyedihkan menimpa kehidupan beliau.
Pada tahun 494 SM, isteri beliau, Kian-kwan Si meninggal dunia di Negeri Song. Oleh peristiwa ini, putera Nabi, Li atau Pik Gi menjadi sangat sedih; ia melakukan perkabungan besar. Baru saja lewat masa berkabung dan sembahyang besar Tai Siang (tiga tahunan), Li jatuh sakit dan meninggal dunia pada permulaan tahun 482 SM.
Beberapa bulan kemudian peristiwa duka ini disusul dengan meninggal dunianya Gan Hwee, murid yang dinilai Nabi akan mampu sempurna sebagai penerusnya. Maka peristiwa yang paling akhir ini begitu menyedihkan Nabi.
Di dalam Kitab Sabda Suci XI: 9 ditulis: Ketika Gan Yan meninggal dunia Nabi berseru, “O, mengapa Tuhan mendukakanKu, mengapa Tuhan mendukakanKu?” Ketika murid-murid berkata, “Sungguh Guru sangat sedih.” Nabi bersabda, “Terlalu sedihkah Aku? Kalau Aku tidak bersedih untuk dia, untuk siapakah Aku boleh bersedih?”
Meski demikian, Nabi tidak menjadi putus asa atau patah semangat sebagai Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa untuk membawa dunia kembali kepada Jalan Suci. Bahkan beliau seolah dipacu untuk melihat dan menilai murid-murid yang lain sebagai calon-calon penerusNya.
=================
Episode 96. Pulang Ke Negeri Lo
Pada tahun 483 SM, Jiam Kiu yang menjadi menteri pada Keluarga Besar Bangsawan Negeri Lo, Kwi Khongcu telah berhasil melakukan operasi militer menahan serbuan Negeri Cee dan mengalahkannya di daerah Long. Kwi Khongcu sangat terkesan dan bertanya, “Dari siapa Anda belajar atau memang sudah bakat sehingga begitu berhasil dalam peperangan itu?”
Jiam Kiu menjawab, “Saya belajar dari Nabi Khongcu.” “Bagaimanakah sesungguhnya Nabi itu?”
“Beliau ialah seorang yang perilakunya menepati prinsipnya. Di dalam menerapkan prinsip itu dalam memerintah rakyat, beliau berusaha mewujudkan apa yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Rokh itu. Inilah Jalan Suci yang hendak dicapainya; beliau tidak mengharapkan kekayaan atau keuntungan sekalipun yang berharga ribuan desa.”
“Dapatkah saya mengundangNya pulang?” “Bila Anda bermaksud demikian, jagalah agar tidak ada orang rendah budi yang menghalanginya.”
Ketika itu, Menteri Khong Buncu dari Negeri Wee merencanakan menyerbu Thai Siok, lalu bertanya kepada Nabi, tetapi Nabi menolak memberikan keterangan tentang itu. Nabi meninggalkan Negeri Wee dan berkata kepada saisnya, “Burunglah yang memilih pohon untuk hinggap, sebaliknya pohon tidak dapat mencari burung.” Meski demikian, Khong Buncu ingin menahannya. Kebetulan utusan Kwi Khongcu: Kong Hwa, Kong Pien, dan Kong Liem tiba menjemput Nabi. Demikianlah Nabi pulang ke Negeri Lo setelah mengembara hampir 14 tahun.
Episode 97. Dengan Satya dan Percaya Menyeberangi Sungai
Dalam perjalanan Nabi dan murid-murid pulang ke Negeri Lo, melintang di hadapannya sebuah tebing sungai yang dalam airnya 30 tombak dan berkecepatan 90 li. Di situ berjenis ikan tidak mampu menyeberangi, berjenis bulus tidak dapat hidup di dalamnya.
Dari arah seberang muncul seorang yang membuka jubahnya akan menyeberangi air tebing itu. Nabi menyuruh salah seorang muridnya berseru menahan orang itu dengan mengatakan keadaan dan bahayanya air tebing itu.
Ternyata orang itu seolah tidak mendengar seruan itu langsung masuk dan tenggelam ke dalam air tebing itu; tidak lama kemudian telah muncul dan berjalan ke luar. Nabi lalu bertanya kepada orang itu,
“Dengan ilmu apakah anda dapat masuk dan keluar air tebing ini?”
Orang itu dengan kerendahan hati berkata, “Mula-mula saya memasuki air tebing ini dengan semangat Satya dan Percaya dan selanjutnya saya keluar dari sungai ini juga dengan semangat Satya dan Percaya. Dengan semangat Satya dan Percaya itulah saya menempuh arus itu, dan saya pun tidak berani menggunakan semuanya itu untuk kepentingan diri sendiri. Demikianlah saya dapat masuk dan keluar air tebing ini dengan selamat.”
Nabi bersabda, “Ketahuilah murid-muridKu, arus sungai pun menjadi dekat dengan diri oleh semangat Satya dan Percaya. Apalagi kepada sesama manusia.”
Episode 98. Pemberian Pembuat Periuk Miskin
Di Negeri Lo ada seorang pembuat periuk dari tanah liat yang miskin, ketika sedang menanak nasi, ia mendengar Nabi dan murid-muridnya lewat daerahnya. Ia mencicipi nasi hasil masakannya, ia merasa nasi itu sungguh baik. Maka ia mengambil nasi itu dan ditempatkan pada sebuah mangkuk hasil buatannya, lalu bergegas menjumpai Nabi menyerahkan nasi itu.
Nabi menerima nasi dalam periuk itu dengan sangat gembira dan berterima kasih. Melihat sikap Nabi itu, Cu Lo merasa heran dan bertanya, “Periuk adalah peralatan yang murah, dan nasi adalah makanan yang terlalu sederhana. Mengapakah Guru nampak begitu gembira?”
Nabi bersabda, “Menteri yang berani memberi peringatan menunjukkan ia memikirkan rajanya. Menanak nasi yang baik lalu ingat kepada orang tua, itu menunjukkan cinta dan bakti. Aku tidak menilai tentang betapa sederhananya mangkuk yang digunakan, tetapi semangat cinta dan baktinya.”
“Di dalam laku bakti, sikap wajahlah yang sukar. Ada pekerjaan anak melakukan dengan sekuat tenaga, ada anggur dan makanan, lebih dahulu disuguhkan kepada orang tua; tetapi kalau hanya demikian, cukupkah dinamai Laku Bakti?” (Sabda Suci II: 8).
Episode 99. Diterima Raja Muda Lo Ai Kong
Raja muda Lo Ai Kong dengan sangat gembira menyambut Nabi pulang ke Negeri Lo. Diadakan jamuan khusus untuk menyambut beliau.
Ketika Raja muda Ai bertanya tentang siapakah di antara murid Nabi yang benar-benar suka belajar. Nabi menjawab, “Hwee-lah benar-benar suka belajar, ia tidak memindahkan kemarahan kepada orang lain dan tidak pernah mengulangi kesalahan. Sayang takdir menentukan usianya pendek dan telah meninggal dunia.” (Sabda Suci VI: 3).
Ketika Raja muda Ai bertanya bagaimanakah agar rakyat mau menurut, Nabi menjawab, “Angkatlah orang yang jujur dan singkirkan orang yang curang; dengan demikian rakyat akan menurut. Kalau diangkat orang-orang yang curang dan disingkirkan orang-orang yang jujur, niscaya rakyat tidak akan menurut.” (Sabda Suci II: 19).
Ketika Kwi Khongcu bertanya bagaimana agar rakyat mau bersikap hormat, Satya dan bersedia menerima nasehat, Nabi menjawab, “Hadapilah mereka dengan keluhuran budi, niscaya mereka bersikap hormat. Teladanilah dengan Sikap Bakti dan Kasih Sayang, niscaya mereka akan bersikap Satya. Angkatlah orang-orang yang baik untuk mendidik yang belum mengerti, niscaya mereka mau menerima nasehat-nasehat.” (Sabda Suci “:20)
Di Negeri Lo, Nabi tidak memangku jabatan lagi; beliau melewatkan hari tuanya dengan lebih tekun membimbing murid-murid yang angkatan muda.
Episode 100. Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya
Murid-murid Nabi dari angkatan yang tua sebagian besar sudah bertugas di tempat-tempat jauh. Nabi menilai Gan Yan, Bien Cukhian, Jiam Pik-giu, dan Tiong Kiong adalah yang mampu melaksanakan Keajikan dengan baik. Yang pandai bicara ialah Cai-ngo dan Cu Khong. Yang cakap dalam pemerintahan ialah Jiam Yu dan Kwi Lo. Dan yang ahli dalam pengetahuan Kitab ialah Cu Yu dan Cu He.
Kini yang menyertai Nabi ialah murid-murid dari angkatan muda seperti Cingcu, Cu He, Cu Tiang, Siang Ki, Kong ee Hwa, dll. Cingcu atau Cing Cham ialah yang termaju di antara mereka, khususnya dalam kehidupan rokhaninya; maka kepadanyalah Nabi menumpahkan harapannya.
Suatu hari Nabi bersabda kepada Cingcu, “Cham ketahuilah, Jalan SuciKu itu satu, tetapi menembusi semuanya.”
Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya itu ialah “Satya dan Tepasarira.”
Satya bermakna menaruh iman, percaya, satya, hormat kepada Firman Tuhan Yang Maha Esa, menggemilangkan Kebajikan dengan merawat Watak Sejati insani yang mengandung benih-benih Cinta Kasih, Kebenaran, Susila, dan Bijaksana.
Tepasarira bermaksa mengamalkan Kebajikan itu dalam penghidupan; mencintai, tenggang rasa, menyayangi sesama manusia, sesama hidup dan lingkungannya. Menjadi insan Susilawan yang Dapat Dipercaya terhadap Tuhan, Khalik yang mengutusnya hidup selaku manusia, dan menjadi sahabat sejati terhadap sesamanya.
Episode 101. Menurunkan Jalan Suci Kepada Cingcu
Jalan Suci Yang Dibawakan Ajaran Agama diturunkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai wakyu berbentuk diagram Pat Kwa kepada Raja Suci dan Nabi Hok Hi (Abad 30 SM), memperoleh kegemilangannya pada jaman Raja Suci Giau dan Sun (Abad 23 SM), mendapatkan kejayaannya kembali pada jaman Raja Sing Thong dan Nabi I Ien (Abad 18 SM), menjadi lebih lengkap pada jaman Nabi Ki Chiang (Bun Ong) dan Nabi Ki Tan (Ciu Kong) (Abad 12 SM) dan digenapkan/disempurnakan oleh Nabi Khongcu selaku Bok Tok, Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa.
Nabi akan menurunkan Jalan Suci itu lewat Gan Yan; karena Gan Yan meninggal dunia maka dialihkan kepada Cingcu, yang kemudian oleh Cingcu diteruskan kepada Cu Su atau Khong Khiep (cucu Nabi Khongcu), dan dari Cu Su diteruskan kepada Bingcu sehingga dalam bentuknya yang lestari sehingga jaman ini.
Kepada Cingcu diturunkan pokok-pokok keimanan tentang hidup ini; bahwa hidup manusia mengemban Firman Tuhan Yang Maha Esa untuk menggemilangkan Kebajikan, kuasa dan kemuliaan Tuhan yang wajib diamalkan di dalam penghidupan sebagaimana tersirat di dalam Kitab Ajaran Besar, Tengah Sempurna maupun Kitab Bakti.
Nabi pun dengan tekun dibantu para murid menyelesaikan penyusunan dan penjilidan Kitab Yang Enam atau Liok Kong; Kitab Dokumentasi Sejarah Suci (Su King), Kitab Sanjak (Si King), Kitab Wahyu Kejadian Semesta Alam Dengan Segala Peristiwanya (Ya King), Kitab Kesusilaan (Lee King), Kitab Sejarah Jaman Chun Chiu (Chun Chiu King) dan Kitab Musik (Gak King).
Episode 102. Nabi Jatuh Sakit
Di dalam usianya yang lanjut itu Nabi tanpa mengenal lelah bekerja keras menunaikan kewajiban sucinya, di dalam membina murid-murid maupun menyelesaikan penyusunan Kitab-Kitab Suci. Mungkin karena terlalu payah beliau jatuh sakit yang kiranya cukup mengkhawatirkan.
Cu Lo yang ada di Negeri Wee pun datang menjenguk dan mohon perkenan Nabi untuk menaikkan doa bagi kesembuhannya. Nabi bertanya, “Adakah peraturan semacam itu?” Cu Lo menjawab, “Ada. Di dalam Surat Doa disebut, ‘Berdoalah kepada Rokh yang di atas dan di bawah’..!”
Nabi bersabda, “Kalau begitu, Aku sudah lama berdoa.” Seluruh hidup Nabi adalah pernyataan pengabdian dan doa kepada Tuhan. Demikianlah dalam keadaan sakitpun Nabi tetap mampu membimbing murid-muridnya; ingat berdoa kepada Tuhan YME jangan hanya pada waktu menyandang kesukaran.
Sakit Nabi nampaknya kian berat, Cu Lo memerintahkan murid-murid berlaku sebagai menteri untuk persiapan perkabungan. Tatkala sakitnya agak berkurang, Nabi bersabda, “Sudah lama kiranya Aku sakit. Selalu ada-ada saja yang kau lakukan, Tiong Yu. Tidak punya menteri berbuat seolah-olah punya. Siapakah yang hendak Kukelabui? Apakah Aku akan mengelabui Tuhan? Apakah kau kira Aku lebih suka mati di pelukan tangan para Menteri daripada di dalam pelukan kamu semua murid-muridKu?”
Demikianlah Bok Tok Tuhan YME itu tetap penuh semangat membimbing dan mencintai murid-muridNya.
Episode 103. Antara Sekoi Dan Buah Thoo
Selama Nabi sakit, beberapa kali Raja muda Ai menjenguk. Karena itu ia sangat gembira mendengar Nabi telah sembuh. Ia mengundang Nabi ke istana dan menjamunya. Kepada Nabi disuguhkan sepiring sekoi dan sepiring buah thoo.
Ketika Raja muda Ai menyilakan Nabi menyantap suguhan, Nabi lebih dahulu memakan sekoi baharu kemudian menyantap buah thoo.
Orang-orang di kanan-kiri yang melihat, sambil menyembunyikan mulut tersenyum. Raja muda Ai berkata, “Sekoi itu untuk menggosok bersih buah thoo, tidak untuk dimakan.”
Nabi bersabda, “Khiu mengerti hal itu, tetapi sekoi ialah yang paling utama di antara lima macam biji-bijian sebagai makanan maka disajikan dengan megah di dalam upacara sembahyang ke hadirat THIAN, Tuhan Yang Maha Esa maupun di dalam upacara sembahyang di bio leluhur. Di antara enam macam buah-bu ahan, buah thoo ialah yang paling rendah, tidak digunakan sebagai sajian sembahyang. Maka tidak dinaikkan di dalam upacara sembahyang kepada Tuhan YME maupun kepada leluhur. Apa yang Khiu dengar, seorang Susilawan menjadikan yang rendah mengikuti yang luhur, bukan menjadikan yang luhur mengikuti yang rendah. Terhadap hal yang menghalangi kesucian Agama, yang membahayakan Kebenaran, Khiu tidak berani melakukan.”
Raja muda Ai berkata, “Siancai.”
Episode 104. Tripusaka
Hari lain, Raja muda Ai mohon bimbingan Nabi di dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Nabi bersabda, “Seorang Susilawan tidak boleh tidak membina diri; bila berhasrat membina diri, tidak boleh tidak mengabdi kepada orang tua; bila berhasrat mengabdi kepada orang tua, tidak boleh tidak mengenal manusia, dan bila berhasrat mengenal manusia, tidak boleh tidak mengenal Thian (Tuhan Yang Maha Esa).
Adapun Jalan Suci yang harus ditempuh di dunia ini mempunyai lima perkara dengan Tiga Pusaka di dalam menjalankannya. Yakni: hubungan raja dengan menteri, orang tua dengan anak, suami dengan isteri, kakak dengan adik dan kawan dengan sahabat. Lima Perkara inilah Jalan Suci yang harus ditempuh di dunia.
Kebijaksanaan, Cinta Kasih dan Berani; Tiga Pusaka inilah Kebajikan yang harus ditempuh. Maka yang hendak menjalani, haruslah Satu tekadnya.
Dengan Tripusaka itu, niscaya dapat memahami bagaimana membina diri; dengan diri yang terbina, niscaya dapat memahami bagaimana cara mengatur manusia; dan dengan kemampuan mengatur manusia, niscaya dapat pula memahami bagaimana mengatur dunia, negara, dan rumah tangga… (Tengah Sempurna XIX).
“Yang Bijaksana tidak dilamun bimbang. Yang berperi Cinta Kasih tidak merasakan susah payah. Dan yang Berani tidak dirundung ketakutan……… (Sabda Suci IX: 29).
Episode 105. Gugur Sang Kilien
Pada musim semi tahun ke-14 Raja muda Ai memerintah (481 SM), raja muda itu menyelenggarakan perburuan besar di hutan Tai Ya. Co Siang tukang kereta Kepala Keluarga Siok-sun membunuh seekor hewan yang tidak dikenal. Hal ini dikhawatirkan akan membawa perlambang tidak baik, maka Raja muda Ai mengundang Nabi Khongcu melihat hewan hasil buruannya itu.
Menerima undangan itu, bergegaslah Nabi mengikuti utusan itu. Demi dilihatnya hewan yang terbunuh itu, dengan suara haru dan tangis beliau berseru, “……… itulah Kilien. Mengapa engkau menampakkan diri? Mengapa engkau menampakkan diri? Selesai pulalah kiranya perjalananku sekarang ini.”
Selanjutnya Nabi dengan penuh haru menyanyikan sebuah lagu “Pada jaman Tong Giau dan Gi Sun, muncul pesiar Kilien dan burung Hong. Kini bukan waktumu, apa yang hendak kaucari? Kilien, kilien, sungguh aku bersedih…….”
Nabi pun bersabda, “Ah, tiada orang yang mengerti akan diriKu.”
Mendengar itu Cu Khong bertanya, “Apakah maksud tiada orang yang mengerti akan Guru?”
Nabi bersabda, “Aku tidak menggerutu kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak pula menyesali manusia. Aku hanya belajar dari tempat yang rendah ini, terus maju menuju tinggi. THIA N. Tuhan Yang Maha Esalah mengerti diriKu.” (Sabda Suci XIV: 35).
Episode 106. Tien Hing Membunuh Cee Kian Kong
Sedang Nabi dalam keadaan penuh prihatin itu, suatu hari mendapat laporan bahwa Tien Sing-cu atau Tien Hing, salah seorang kepala keluarga bangsawan Negeri Cee telah membunuh Raja muda Cee, Cee Kian Kong.
Mendengar itu Nabi segera mandi dan keramas lalu pergi ke istana memberi laporan kepada Raja muda Ai, “Tien Hing telah membunuh rajanya. Mohon baginda mengambil tindakan untuk menghukumnya.”
Raja muda Ai ternyata hanya menanggapi dengan berkata, “Beritahukanlah kepada ketiga Keluarga Besar itu.”
Setelah undur dari istana, Nabi dengan kecewa bersabda, “Karena Aku pernah menjadi menteri, maka tidak berani tidak memberi laporan, tetapi pangeran berkata supaya hal itu dilaporkan kepada ketiga Keluarga Besar itu.”
Meski demikian, beliau mematuhi melaporkan hal itu kepada kepala ketiga Keluarga Besar itu, tetap mereka tidak menyetuju i saranNya.
Nabi bersabda, “Aku pernah menjadi menteri, maka tidak berani tidak memberi laporan.”
Demikianlah hal-hal yang ingkar dari Jalan Suci merajalela, cahaya Kebajikan pudar, seruan Nabi seolah suara yang ditelan kebisingan dunia.
Siapakah mau mendengar?
Episode 107. Cu Lo Gugur Di Negeri Wee
Tahun berikutnya, kembali Nabi menanggung peristiwa duka untuk sekian kalinya. Cu Lo murid yang jujur, sederhana dan gagah berani itu gugur dalam pertempuran melawan kaum pemberontak di Negeri Wee.
Kemelut di Negeri Wee ternyata memuncak karena berbagai pertentangan di istana. Ibunda Perdana Menteri Khong Khwee ternyata memihak adik kandungnya, yaitu putera mahkota Kwai Khwi. Diam-diam ia menyelundupkan putera mahkota ke Negeri Wee dan dengan suatu tipu muslihat Perdana Menteri Khong Khwee ditangkap dan dipaksa ibunya untuk mengakui kedaulatan Kwai Khwi atas takhta Negeri Wee dan memecat Raja muda Wee Chut Kong. Demikianlah Kwai Khwi berhasil merebut kekuasaan dari puteranya dan naik takhta Negeri Wee dengan bergelar Wee Cong Kong.
Ketika peristiwa perebutan kekuasaan ini terjadi dua orang murid Nabi yang memangku jabatan di Negeri Wee, yaitu Cu Lo atau Tiong Yu dan Koo Chai atau Cu Kau sedang bertugas di luar daerah.
Pada waktu mereka datang, ibukota telah dikuasai kaum pemberontak. Koo Chai yang melihat keadaan sudah tidak dapat ditolong, langsung meninggalkan Negeri Wee menuju ke Negeri Lo untuk kembali kepada Gurunya. Sebaliknya, Cu Lo yang berprinsip, betapa pun ia berkewajiban membela dan membebaskan Perdana Menteri Khong Khwee, tanpa menghiraukan keadaan dan keselamatan dirinya menyerbu ke ibukota. Cu Lo gugur demi kesadaran akan kewajibannya; sebelum gugur dikeroyok kaum pemberontak, ia membetulkan letak topinya yang lepas dan berseru kepada Nabi, “Guru, seorang pria Susilawan tidak akan lepas dari topinya.” Demikianlah Cu Lo; diterimalah arwahnya di haribaan Kebajikan Tuhan Yang Maha Gemilang.
Episode 108. Harapan Kepada Generasi Penerus
Khong Khiep alias Cu Su ialah cucu Nabi, putera Li. Pada waktu Li meninggal dunia, Cu Su masih kanak-kanak, dan selanjutnya diasuh neneknya, dan menerima bimbingan dan pendidikan langsung dari Nabi.
Suatu hari Cu Su mendengar kakeknya menarik nafas dalam seorang diri; ia lalu menghadap dan dua kali membongkokkan diri lalu menanyakan akan kesedihannya, “Adakah kakek berprihatin kalau-kalau cucu tidak sungguh-sungguh membina diri sehingga tidak berharga? Ataukah karena kakek mengagumi Jalan Suci Giau dan Sun sehingga khawatir cucu tidak dapat seperti mereka?”
Nabi menjawab, “O, bagaimana engkau tahu akan fikiranku?”
“Cucu sering mendengar dari ajaran kakek bahwa bila seorang ayah telah mengumpulkan dan menyiapkan kayu bakar dan anaknya tidak dapat mengangkutnya, ia dinamai orang yang merosot dan tidak berharga. Ajaran itu sangat berkesan ke dalam hati dan menimbulkan kecemasan.”
Nabi sangat gembira dan berkata, “Kini, sungguh, aku tidak akan khawatir lagi. Harapanku tidak akan sia-sia, melainkan akan dapat terus dikembangkan.”
Nabi pu n bersabda, “Kita harus hormat kepada angkatan muda, siapa tahu mereka tidak seperti angkatan yang sekarang. Tetapi bila sudah berumur empat puluh, lima puluh, belum terdengar perbuatannya yang baik, bolehlah dinilai memang tidak cukup syarat untuk dihormati.” (Sabda Suci IX: 24).
Episode 109. Dipersembahkan Dan Dimohonkan Berkat Thian
Suatu hari Cu He melapor, di luar gerbang Lo Twan ada sorot cahaya merah dan daripadanya nampak tulisan berbunyi, “Segera bersiaplah, sudah tiba waktunya Nabi Khongcu, Dinasti Ciu akan musnah, bintang sapu akan muncul, Kerajaan Chien akan bangkit dan terjadilah huru-hara. Kitab-kitab Suci akan dimusnahkan, tetapi AjaranMu tidak akan terputuskan.”
Setelah melihat sendiri kejadian itu, maka disiapkan suatu altar untuk upacara sembahyang dan diletakkan Kitab-Kitab Suci yang telah beliau susun itu di atas meja sembahyang.
Dikumpulkan semua murid-murid. Nabi memimpin mereka bersama menghadap ke arah Bintang Utara melakukan sembahyang dan membongkokkan diri tiga kali. Nabi lalu mengacungkan pena yang lebih dahulu telah dicelupkan ke dalam tinta merah ke arah Bintang Utara, serta bersabda, “Kini telah cukup Khiu menjalankan Firman THIAN bagi manusia, Khiu pun telah menyelesaikan menyusun dan membukukan Kitab-Kitab Suci ini. Bila telah tiba waktunya, Khiu telah bersedia kembali ke haribaan Tuhan Yang Maha Esa.”
Setelah selesai Nabi bersabda, maka nampak awan gelap di sebelah Utara, yang tidak lama kemudian berubah menjadi halimun putih, dan setelah buyar halimun putih itu, tampaklah pelangi dengan kelima warnanya yang indah.
Sungguh di dalam Kebajikan Tuhan berkenan.
Episode 110. Dua Tiang Merah
Kini kita tiba pada bagian akhir kehidupan Nabi. Suatu malam Nabi bermimpi duduk di dalam sebuah kuil di antara dua pilar merah. Impian ini meyakinkan beliau bahwa hari baiknya telah dekat.
Pagi itu beliau bangun dari tidur lalu dengan tangan menarik tongkat di belakang punggungnya berjalan kian kemari di halaman depan rumah; terdengar beliau menyanyi, “Gunung Thai-san runtuh, balok-balok
patah dan selesailah riwayat Sang Budiman.”
Saat itu kebetulan Cu Khong menjenguk Nabi dan mendengar nyanyian itu, ia lalu menyambut dengan nyanyian, “Bila Thai-san runtuh, apakah yang boleh kulihat? Bila balok-balok patah, di mana tempatku berpegang? Bila Sang Budiman gugur, siapakah sandaranku?”
Nabi segera memanggil Cu Khong dan bertanya, mengapa ia demikian terlambat datang. Sudah lama Cu Khong tidak berjumpa dengan Nabi karena menjalankan tugas di tempat yang jauh.
Nabi mengajaknya masuk dan setelah itu Cu Khong mohon penjelasan mengapa Nabi menyanyi demikian itu. Nabi menjawab, “Semalam Aku beroleh penglihatan, duduk di dalam sebuah kuil di antara dua pilar merah. Ini mungkin karena Aku keturunan Dinasti Siang/Ien. (Seorang keturunan dinasti Siang bila meninggal dunia, peti jenazahnya
disemayamkan di antara dua pilar rumahnya.) Tidak ada raja suci datang, siapa mau mendengar AjaranKu? Sudah saatnya Aku meninggalkan dunia ini.”
Episode 111. Berpulanglah Nabi Ke Haribaan Tuhan Khalik Yang Mengutusnya
Sejak kejadian pagi itu, Nabi tidak lagi keluar dari ruangan, dan tujuh hari kemudian beliau wafat (18 Ji Gwee 479 SM). Ketika itu telah banyak murid-murid berkumpul dan berjaga.
Dengan dipimpin Cu Khong mereka menyiapkan pemakaman Guru yang dihormat dan dikasihi itu. Ditetapkan hari dan tempat pemakaman. Upacara pemakaman diselenggarakan dengan suasana hening, khidmat dan sederhana.
Dalam upacara pemakaman, Raja muda Ai telah memerlukan hadir dan membacakan surat doa yang antara lain berbunyi, “O, Bien Thian, Tuhan Yang Maha Pengasih, sungguh tidak menaruh belas kasihan kepadaku, mengapakah tidak merakhmatkan Bapak Tua ini mendampingiku? Aku ditinggalkan seorang diri di dunia, O Ho, Ai Cai. O, Bapak Ni, kepada siapa aku mohon petunjuk?”
Mendengar surat doa Raja muda A i itu, Cu Khong menjadi kurang senang dan berkata, “Adakah Guru kita ini meninggal dunia di tanah asing? Guru pernah bersabda, ‘Kehilangan Susila adalah gelap/tolol, salah menggunakan gelar adalah tidak benar. Meninggalkan prinsip adalah tolol, melupakan kedudukan adalah tidak benar. Tidak
memanfaatkan waktu hidupnya, tetapi meratapi saat meninggal dunianya adalah bertentangan dengan Kesusilaan, menyebutkan diri sebagai yang seorang diri (= sebutan untuk kaisar) tidak tepat bagi seorang raja muda.”
Meski demikian, kiranya Raja muda Ai telah sungguh-sungguh mengungkapkan perasaan hatinya dengan jujur.
Episode 112. Makam Nabi Khongcu
Nabi Khongcu dimakamkan di dekat Sungai Su Swi, sebelah utara ibukota Negeri Lo; murid-murid melakukan perkabungan besar selama tiga tahun (seperti kematian orang tua sendiri). Setelah usai masa berkabung mereka saling mengucapkan selamat berpisah dan kembali ke tempat masing-masing; mereka menangis di hadapan makam sebelum meninggalkan tempat itu. Sebagian dari murid-murid ada yang tetap tinggal di daerah itu, hanya Cu Khong yang masih tinggal dalam sebuah pondok dekat makam sampai enam tahun baharu pergi.
Lebih dari seratus keluarga, terdiri atas murid-murid Nabi dan orang-orang Negeri Lo bermukim di daerah makam itu; dan tempat itu berubah menjadi sebuah desa yang dinamai Khongli atau Kampung Nabi Khongcu.
Di sekitar makam itu, banyak murid menanam pohon Kai seperti yang pernah dilakukan Nabi. Banyak di antara pohon itu tetap hidup subur dan berdiri megah sampai saat ini.
Ditulis sebuah sanjak:
Kesusilaan dan musik dari Hing Than (nama ruang tempat Nabi mengajar)
memahkotai semua bangsa,
Ayat-ayat Kitab Suci dari Su Swi memancar gemerlap bagai matahari dan bulan.
Demikianlah Ji Kau atau kemudian disebut A gama Khonghucu bangkit berkembang kembali menjadi Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa membimbing insan menegakkan Firman menempuh Jalan Suci dan menggemilangkan Kebajikan.
Episode 113. Tanda Peringatan Yang Abadi
Di dekat makam itu atas prakarsa Raja muda Lo Ai Kong telah didirikan sebuah kuil atau bio untuk menghormati Nabi Khongcu; diselenggarakan upacara sembahyang pada empat musim untuk memperingati beliau; di situ diselenggarakan ibadah, kothbah, dan diskusi untuk mendalami Ajaran Agama.
Kompleks makam itu ada seratus bao luasnya, maka gedung-gedungnya cukup untuk menampung seluruh murid dan para pengikut Nabi.
Benda-benda pusaka warisan Nabi, seperti topi, jubah, alat musik, kereta dan Kitab-Kitab disimpan lestari turun temurun di situ.
Kaisar pertama Dinasti Han ketika berkunjung ke Negeri Lo telah melakukan sembahyang dan penghormatan di situ. Ia telah mewajibkan tiap bangsawan dan pejabat melakukan sembahyang dan bersumpah di hadapan altar Nabi sebelum memangku jabatan.
Berbagai gelar diberikan oleh para kaisar sepanjang jaman; Kaisar Ciu King Ong memberikan gelar Ni Hu (Bapak Ni), raja-raja Dinasti Han memberikan gelar Sing Swan Ni Hu (Bapak Ni Penebar Agama Yang Sempurna), tahun 492 gelar itu diubah menjadi Bun Sing Ni Hu (Bapak Ni Nabi Yang Mewariskan Kitab Suci); dan kini gelar yang paling umum ialah Ci Sing Sian Su atau Nabi Agung Guru Purba Khonghucu. Akan berbagai gelar ini, hendaknya kita beriman bahwa sesungguhnya bukan gelar yang diharapkan Nabi, melainkan beliau menghendaki kita mampu membina diri menempuh Jalan Suci.
Siancai.
DAFTAR KRONOLOGI SEJARAH SUCI AGAMA KHONGHUCU
……… – 5,000 SM
– Phwan Ko atau Makhluk/manusia Pertama
– Thian Hong atau Sri Maharaja Diraja Langit
– Tee Hong atau Sri Maharaja Diraja Bumi
– Jien Hong atau Sri Maharaja Diraja Manusia
– Yu Cau atau Manusia Pencipta Sarang
– Swi Jiem atau Manusia Penemu Penggunaan Api
5,000 SM – 2,000 SM
– Raja Suci Nabi Hok Hi yang menerima Wahyu Diagram Pat Kwa, memerintah selama 115 tahun (2,953 SM – 2,838 SM)
– Raja Su ci Sien Long, dikenal rakyat sebagai Dewa Tani karena keahliannya dalam pertanian dan obat-obatan, memerintah 140 tahun (2,838 SM – 2,698 SM)
– Raja Suci Ui Tee, Bapak Peradaban dan Kebudayaan, memerintah selama 100 tahun (2,698 SM – 2,598 SM)
– Raja Suci Giau (2,357 SM -2,255 SM) dan Raja Suci Sun (2,355 SM – 2,205 SM); peletak dasar-dasar ajaran agama Khonghucu (Ji Kau). Dibantu : Nabi besar Koo Yau, Menteri Pendidikan Siat (nenek moyang Nabi Khongcu), Menteri Pertanian Ki
– I Agung, Menteri Pekerjaan Umum Giau dan Sun, yang berhasil menanggulangi bencana banjir, menjadi raja yang pertama Dinasti He, memerintah 2,205 SM – 2,197 SM. Menerima Wahyu Hong Wan. Dibantu Nabi Besar Ik.
2.000 SM – 1,000 SM
– Dinasti He (2,205 SM – 1,766 SM)
– Dinasti Siang/Ien (1,766 SM – 1,122 SM), didirikan oleh Raja Sing Thong, keturunan Menteri Pendidikan Raja Suci Giau dan Sun yang bernama Siat; nenek moyang Nabi Khongcu. Baginda Sing Thong menegakkan dinasti Siang dibantu Nabi Ie Ien dengan menumbangkan kekuasaan Raja He Kiat.
– Nabi Ki Chiang atau Raja Bun, keturunan Menteri Pertanian Ki, menerima Wahyu menulis Teks Pokok Kitab Ya King ketika dihukum buang oleh Raja Tiu di tanah Yu Li (Abad 12 SM).
– Nabi Besar Ciu Kong Tan, Pangeran Ciu, putera keempat Nabi Ki Chiang; menerima wahyu menulis teks yang lebih terurai daripada Ya King; Kitab Suci Ciu Lee dan Gi Lee juga kita warisi dari beliau.
1,000 SM – 220 M
– Dinasti Ciu (1,122 SM – 255 SM), didirikan oleh Raja Bu, putera Raja Bun. Raja Bu menegakkan Dinasti Ciu dengan menumbangkan Dinasti Siang yang diperintah oleh Raja Tiu. Nabi Ciu Kong berperanan penting dalam melestarikan kekuasaan dinasti ini.
Jaman Chun Chiu (722 SM – 481 SM), berkuasa Raja muda-raja muda
Pemimpin: Cee Hwan Kong, Song Siang Kong, Cien Bun Kong, Cho
Chong Ong, Chien Bok Kong.
– Nabi Khongcu (551 SM – 479 SM)
– Jaman Cian Kok (403 SM – 221 SM) berkuasa negara-negara Cee, Yan, Thio, Gwi, Han, Cho, dan Chien
– Bik-cu (497 SM – 381 SM) Mohist
– Bingcu (372 SM – 289 SM)
– Congcu (369 SM – 286 SM) Taoist
– Suncu (298 SM – 238 SM)
– Dinasti Chien (255 SM – 207 SM)
– Pembakaran Kitab-Kitab Suci (213 SM)
– Dinasti Han (206 SM – 220 M)
– Tang Tiong Su (179 SM – 104 SM)
– Kaisar Han Bu Tee (140 SM – 87 SM) menetapkan Agama Khonghucu menjadi Agama Negara Dinasti Han (136 SM)
– Nyoo Hiong (53 SM – 18 M)
– Lau Hiem (46 SM – 23 M)
– Ong Chong (27 M – 100 M)
Tokoh-tokoh pelopor Neo-Confusianisme:
– Ong Thong (584 – 617), hidup jaman Dinasti Swee (590 – 617)
– Han Ji (768 – 824) & Li Au (wafat tahun 844), mereka hidup pada jaman Dinasti Tong (618 – 906)
Tokoh-tokoh Neo-Confusianisme Dinasti Song (960 – 1,279):
– Ciu Tun I (1,017 – 1,073)
– Siau Yong (1,011 – 1,077)
– Tio Cai (1,020 – 1,077)
Aliran Rasionalis (Li Hak):
– Thia I (1,033 – 1,108)
– Cu Hi (1,130 – 1,200)
Aliran Idealis (Siem Hak)
– Thia Hoo (1,032 – 1,085)
– Liok Kiu Yan (1,139 – 1,193)
– Ong Yang Bing (1,472 – 1,529), tokoh yang terakhir ini hidup pada jaman Dinasti Bing (1,368 – 1,642)
=================
Sumbangan dari Sdr. Hawi
[HAWI]
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa | Indonesian Chinese Culture Study Group
Catatan Admin : Tulisan ini terdiri dari seri tulisan , lihat ARTIKEL TERKAIT website ini untuk menelusuri seri tulisan.
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.